6
Bisma yaitu sebesar 0.16. Kadar gula pereduksi tepung
jagung pada setiap varietas jagung manunjukkan angka
yang tidak jauh berbeda yaitu berkisar antara 0.18 – 0.20
pada tepung jagung yang dibuat dengan teknik dry milling dan
0.13 – 0.15 untuk tepung jagung yang dibuat dengan
teknik alkali cooked milling. Hal ini berarti gula pereduksi
yang terdapat pada tepung jagung sedikit sekali karena
kandungan glukosa pada jagung juga sangat kecil.
2. Sifat Fungsional a. Absorbsi air dan minyak
Absorbsi air dan minyak digunakan untuk mengukur
besarnya kemampuan tepung untuk menyerap air dan minyak.
Kemampuan ini sangat dipengaruhi oleh komposisi
granula. Struktur granula pada masing-masing tepung juga
sangat menentukan nilai yang terukur.
Dari hasil analisa dapat dilihat bahwa pada teknik
pembuatan tepung jagung secara dry milling absorbsi air
berkisar antara 1.23 - 1.63 gg. Untuk pembuatan tepung
jagung dengan teknik alkali cooked milling, absorbsi air
berkisar antara 1.70 - 2.39 gg. Kandungan serat kasar dan
amilosa yang tinggi dapat membantu penyerapan air pada
granula Kulp, 1975.
Dari hasil analisa dapat dilihat bahwa absorbsi minyak
pada tepung jagung dry milling adalah 0.77 - 1.33 gg
sedangkan untuk tepung jagung alkali cooked milling adalah
0.57 - 1.12 gg. Pada alkali cooked milling absorbsi minyak
lebih kecil dibandingkan dengan dry milling. Hal ini disebabkan
oleh kadar lemak pada alkali cooked milling secara umum
lebih rendah dibandingkan dengan dry milling yaitu 5.23 –
9.16 pada dry milling dan 3.70 - 11.58 pada alkali
cooked milling.
b. Kelarutan dan Swelling power pada
suhu 90
o
C
Pada dry milling, swelling power berkisar antara 6.43 - 40.32 sedangkan pada alkali
cooked milling, swelling power berkisar antara 3.41 - 81.19 . Nilai kelarutan untuk tepung
jagung dengan teknik dry milling adalah 71.93 - 89.51 dan untuk tepung jagung dengan
teknik alkali cooked milling adalah 53.93 - 75.30
Nilai swelling power dan kelarutan pada dry milling secara umum lebih tinggi bila
dibandingkan dengan alkali cooked milling. Hal ini disebabkan kandungan amilosa pada alkali
cooked milling lebih tinggi dari pada dry milling yaitu 33.00 – 38.33 pada dry milling
sedangkan untuk tepung jagung yang diolah secara alkali cooked milling adalah sekitar
33.42 – 37.87 . Semakin tinggi kandungan amilosa menyebabkan rendahnya tingkat
swelling dan kelarutan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh molekul-molekulnya yang
linier sehingga memperkuat jaringan internalnya Leach, 1965.
c. Freeze-thaw stability
Pada penyimpanan suhu beku ini, air dalam larutan pasta akan berubah bentuk menjadi
kristal – kristal es. Fenomena ini tentu akan merubah kelarutan air dalam struktur pasta.
Nilai freeze- thaw stability yang dinyatakan
dalam Syneresis dapat diartikan sebagai persentase jumlah air yang terpisah setelah
larutan pasta dibri perlakuan penyimpanan pada satu siklus
freeze- thaw pada suhu -15
o
C. Semakin tinggi persentase jumlah air yang
terpisah menunjukkan bahwa tepung tersebut semakin tidak stabil terhadap penyimpanan
suhu beku.
Nilai freeze- thaw stability pada dry milling adalah 97.33 - 98.47 dan pada alkali cooked
milling adalah 95.20 - 97.33 dengan kestabilan tertinggi adalah pada varietas
Srikandi Putih pada teknik pembuatan secara dry milling dan Srikandi Kuning pada teknik
alkali cooked milling. Dari hasil ini secara keseluruhan dapat dilihat bahwa pasta tepung
belum stabil pada suhu beku karena Syneresis pada pasta tepung masih cukup
tinggi. Hal ini dapat disebabkan tingkat retrogradasi pada pasta tepung masih cukup
tinggi sehingga kecenderungan air untuk keluar dari pasta masih cukup tinggi.
d.Kejernihan pasta 1