Keberlanjutan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir

2.2. Keberlanjutan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir

Keberlanjutan sustainability hendaknya dijadikan salah satu tujuan pengelolaan ekosistem pesisir karena hal ini telah diamanatkan dalam Deklarasi yang dihasilkan oleh United Nations Conference on Enviornment and Development yang diselenggarakan di Rio de Janeiro, Brasil, pada tahun 1992 di mana Indonesia merupakan salah satu peserta. Pembangunan berkelanjutan mensyaratkan keserasian antara laju kegiatan pembangunan dengan daya dukung carrying capacity lingkungan alam – untuk menjamin tersedianya aset sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan environmental services yang minimal sama untuk generasi mendatang Bengen, 2003. Suatu kegiatan pembangunan dinyatakan berkelanjutan, apabila kegiatan pembangunan secara ekonomis, ekologis, dan sosial politik bersifat berkelanjutan. Berkelanjutan secara ekonomis berarti bahwa suatu kegiatan pembangunan harus dapat membuahkan pertumbuhan ekonomi, pemeliharaan kapital capital maintenance, dan penggunaan semberdaya serta investasi secara efisien. Berkelanjutan secara ekologis mengandung arti, bahwa kegiatan dimaksud harus dapat mempertahankan integritas ekosistem, memelihara daya dukung lingkungan, dan konservasi sumberdaya alam termasuk keanekaragaman hayati biodiversity, sehingga diharapkan pemanfaatan sumberdaya dapat berkelanjutan. Sementara itu, berkelanjutan secara sosial politik mensyaratkan bahwa suatu kegiatan pembangunan hendaknya dapat menciptakan pemerataan hasil-hasil pembangunan, mobilitas sosial, kohesi sosial, partisipasi masyarakat, pemberdayaan masyarakat demokrasisasi, identitas sosial, dan pengembangan kelembagaan Cicin-Sain dan Knecht, 1998. Pembangunan yang merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan taraf hidup manusia tidak terlepas dari aktifitas pemanfaatan sumberdaya alam. Dalam skala tertentu setiap pemanfaatan sumberdaya alam di wilayah pesisir dan laut dapat menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan pada ekosistem pesisir dan laut itu sendiri. Perubahan-perubahan tersebut tentunya akan memberikan pengaruh pada mutu lingkungan hidup. Makin tinggi laju pembangunan di wilayah pesisir dan laut, makin tinggi pula tingkat pemanfaatan sumberdaya alamnya. Pemanfaatan dengan tidak mempertimbangkan prinsip-prinsip ekologi dapat menurunkan mutu lingkungan hidup dan berlanjut dengan terjadinya kerusakan ekosistem wilayah pesisir Dahuri et al., 1996. Oleh karena itu dalam perencanaan pembangunan berkelanjutan, perlu diperhatikan prinsip-prinsip ekologis yang berlaku untuk mengurangi akibat negatif yang merugikan bagi kelangsungan pembangunan Bengen, 2001. Aplikasi pengelolaan berkelanjutan dalam pengelolaan wilayah pesisir adalah pembangunan untuk memenuhi kebutuhan saat ini, tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya. Untuk mencapai tujuan ini harus berdasarkan karakteristik dan dinamika alamiah wilayah pesisir, termasuk keterkaitan ekologis dari kawasan pesisir, baik yang bersifat biogeofisik kimiawi maupun sosial-ekonomi-budaya dan politik Dahuri et al., 1996. Untuk mencegah semakin rusaknya terumbu karang, maka diperlukan pengelolaan terumbu karang. Pengelolaan ini pada hakekatnya adalah suatu proses pengontrolan tindakan manusia agar pemanfaatan terumbu karang dapat dilakukan secara bijaksana dengan mengindahkan kaidah kelestarian lingkungan. Salah satu konsep pengelolaan terumbu karang adalah menetapkan Kawasan Konservasi Laut. Agardy, 1997; Barr et al, 1997, menyatakan bahwa KKL memiliki peran utama sebagai berikut: a. Melindungi keanekaragaman hayati serta struktur, fungsi dan integritas ekosistem; Kawasan konservasi dapat berkonstribusi untuk mempertahankan keanekaragaman hayati pada semua tingkatan trofik dari ekosistem, melindungi hubungan jaringan makanan, dan proses-proses ekologis dalam suatu ekosistem. b. Meningkatkan hasil perikanan; Kawasan konservasi dapat melindungi daerah pemijahan, pembesaran dan tempat mencari makanan, meningkatkan kapasitas reproduksi dan stok sumberdaya ikan. c. Menyediakan tempat rekreasi dan pariwisata; Kawasan konservasi dapat menyediakan tempat untuk kegiatan rekreasi dan pariwisata alam yang bernilai ekologis dan estetika. Perlindungan terhadap tempat-tempat khusus bagi kepentingan rekreasi dan pariwisata seperti pengaturan dermaga perahukapal, tempat membuang jangkar dan jalur pelayaran akan membantu mengamankan kekayaan dan keragaman daerah rekreasi dan pariwisata yang tersedia di sepanjang pesisir. d. Memperluas pengetahuan dan pemahaman tentang ekosistem; Kawasan konservasi dapat meningkatkan pemahaman dan kepedulian masyarakat terhadap ekosistem pesisir, laut dan pulau-pulau kecil, menyediakan tempat yang relatif tidak terganggu untuk observasi dan monitoring jangka panjang, dan berperan penting bagi pendidikan masyarakat berkaitan dengan pentingnya konservasi laut dan dampak aktivitas manusia terhadap keanekaragaman hayati laut. e. Memberikan manfaat sosial-ekonomi bagi masyarakat pesisir; Kawasan konservasi dapat membantu masyarakat pesisir dalam mempertahankan basis ekonominya melalui pemanfaatan sumberdaya dan jasa-jasa lingkungan secara optimal dan berkelanjutan. Selanjutnya Westmacott et al, 2000, berpendapat bahwa Kawasan Konservasi Laut memegang peranan penting bagi pelestarian dan pengelolaan teumbu karang dengan cara: • Melindungi daerah terumbu karang yang tidak rusak yang dapat menjadi sumber larva dan sebagai alat untuk membantu pemulihan, • Melindungi daerah yang bebas dari dampak manusia dan cocok sebagai substrat bagi penempelan karang dan pertumbuhan kembali, • Memastikan bahwa terumbu karang tetap menopang kelangsungan kebutuhan masyarakat sekitar yang bergantung padanya. Berikut adalah rancangan pengelolaan terumbu karang. IN TI Gambar 2. Rancangan pengelolaan terumbu karang Bengen, 2000

2.3. Dimensi Keberlanjutan Pengelolaan Terumbu Karang