Karakteristik Lingkungan Perairan KONDISI TERUMBU KARANG DAN KARAKTERISTIK LINGKUNGAN PERAIRAN

Pada Lampiran 2 dan 3 dapat dilihat peta sebaran persentase tutupan karang di pesisir Bitung dan peta sebaran persentase tutupan karang di Pulau Lembeh.

4.2. Karakteristik Lingkungan Perairan

Karakteristik lingkungan perairan berperan penting bagi seluruh organisme perairan untuk menunjang proses kehidupannya. Dalam studi ini pengamatan karakteristik lingkungan perairan dilakukan dengan tujuan untuk menentukan present status kondisi perairan Selat Lembeh. Terdapat 17 stasiun pengamatan yang ditentukan dengan alat bantu GPS Global Positioning System. Hasil pengamatan karakteristik lingkungan perairan dapat dilihat pada Lampiran 4. Untuk mengkaji karakteristik lingkungan perairan dianalisis dengan menggunakan Analisis Komponen Utama Principal Component AnalysisPCA Legendre dan Legendre, 1983; Ludwig dan Reynolds, 1988; Bengen, 2000. Lebih lanjut Bengen 2000, menyatakan bahwa PCA dapat digunakan untuk memperoleh hubungan antara parameter biofisik sekaligus mendeterminasi pengelompokan stasiun berdasarkan parameter biofisik. Adapun matrik korelasi parameter kondisi perairan Selat Lembeh disajikan pada Tabel 8 berikut. Hasil Analisis matriks korelasi data karakteristik lingkungan perairan di kawasan Selat Lembeh memperlihatkan bahwa ragam pada komponen utama dari tiga sumbu adalah tinggi, yaitu 73,144 Tabel 9. Dengan demikian berarti ketiga komponen utama sudah dapat menjelaskan sekitar 73,144 dari seluruh informasi yang terkandung dalam parameter. Gambar 12 dan 13 menjelaskan bahwa stasiun Tandurusa dan Papusungan dicirikan oleh parameter pH, kekeruhan, BOD 5 , dan nitrat yang tinggi. Keasaman pH suatu perairan merupakan salah satu parameter kimia yang cukup penting dalam memantau kualitas perairan. Pada umumnya pH air laut nilainya relatif stabil, dengan kisaran antara 7,5 – 8,4. Perubahan nilainya sangat berpengaruh terhadap proses kimia maupun biologis dari jasad hidup yang berada dalam perairan tersebut Pescod, 1978 dalam Susana, 2005. Hasil pengamatan pH di perairan Selat Lembeh menunjukkan variasi yang normal untuk perairan pantai Lampiran 4. Batas toleransi organisme akuatik terhadap nilai pH bervariasi, tergantung pada suhu air laut, konsentrasi oksigen terlarut serta adanya anion dan kation. Pescod, 1978 dalam Susana, 2005, memberikan batasan nilai pH yang ideal bagi kehidupan biota laut yaitu berkisar antara 6,5 – 8,5. Alaert Santika 1987, menyatakan bahwa kekeruhan perairan berasal dari partikel-partikel run-off, aliran sungai, buangan industri dan rumah tangga. Materi yang tersuspensi mempunyai dampak buruk terhadap kualitas air karena mengurangi penetrasi matahari ke dalam badan air, kekeruhan air meningkat yang menyebabkan gangguan pertumbuhan bagi organisme produsen. Hasil pengukuran kekeruhan diperairan Selat Lembeh berkisar antara 0,12 – 1,51 ntu Lampiran 4. Stasiun Tandurusa dan Papusungan dicirikan oleh parameter kekeruhan, hal tersebut diduga bahwa pada lokasi tersebut telah terjadi masukan zat-zatbahan-bahan yang dapat menurunkan kualitas perairan. Namun demikian kadar kekeruhan tersebut masih di bawah baku mutu yang ditetapkan oleh Kepmen KLH512004 yakni 5 ntu. Menurut Monoarfa 2002, BOD adalah jumlah oksigen yang digunakan untuk mendegrdasi bahan organik secara biokimia, juga dapat diartikan sebagai ukuran bahan yang dapat dioksidasi melalui proses biokimia. Oleh karena itu, tujuan pemeriksaan BOD adalah untuk menentukan pencemaran air akibat limbah domestik atau limbah industri. Kandungan BOD 5 memperlihatkan nilai yang cukup bervariasi selama pengamatan, nilainya berkisar antara 1,10 – 3,80 mgl Lampiran 4. Lokasistasiun Tandurusa memiliki kandungan BOD 5 sebesar 2,52 mgl dan Papusungan 3,80 mgl. Menurut Effendi 2000, Nitrogen di dalam perairan dapat berupa nitrogen anorganik maupun organik. Nirogen organik terdiri dari bentuk ammonia NH 3 , ammonium NH 4 , nitrit NO 2 , nitrat NO 3 serta molekul- molekul nitrogen N 2 berupa gas. Sementara itu nitrogen organik adalah berupa protein, asam amino dan urea. Di dalam perairan, bentuk-bentuk tersebut akan selalu mengalami perubahan bentuk atau dikenal dengan siklus nitrogen. Nitrat merupakan komponen nitrogen yang sangat penting bagi proses-proses biologis di laut antara lain dalam fotosintesis organisme autotrof. Kandungan nitrat diperairan dapat dijadikan sebagai indikator tingkat kesuburan perairan. Menurut Wetzel 1975, perairan dikatakan dalam kondisi oligotrofik bila kandungan nitratnya antara 0 – 1 mgl, mesotrofik antara 1 – 5 mgl, dan eutrofik berkisar antara 5 – 50 mgl. Hasil pengukuran terhadap kandungan nitrat di lokasi penelitian memperlihatkan nilai yang cukup bervariasi antar stasiun, yaitu berkisar antara 0,011 – 0,078 mgl. Stasiun Tandurusa memiliki nilai 0,078 mgl dan Papusungan dengan nilai 0,042 mgl. Stasiun Pasir Panjang, Paudean, Tanjung Merah, Batulubang, Makawidey, Kareko, dan Mawali dicirikan oleh parameter substrat, salinitas, ammonia, dan kecepatan arus yang tinggi. Menurut Brower dan Zar 1997, tekstur substrat terdiri atas campuran pasir, lumpur dan liat. Tidak ada substrat yang terdiri atas satu fraksi saja. Menurut Blott dan Pye 2001, berdasarkan diameter butirannya, maka sedimen dibagi atas beberapa kelas yaitu batuan besar boulder, kerikil gravel, pasir sand, lumpur silt dan liat clay. Hasil pengamatan substrat di lokasi penelitian bervariasi, yaitu Pasir berlumpur; karang berpasir dan pasir. Lebih lanjut Blott dan Pye 2001, menyatakan bahwa perbedaan dalam komposisi sedimen dan distribusi butirannya disebabkan oleh perbedaan energi gelombang dan arus yang terjadi antar lokasi penelitian, selain sumber sedimennya. Hasil pengamatan substrat di Selat Lembeh menunjukkan bahwa stasiun bagian utara dan selatan memiliki substrat lebih kasar dibandingkan dengan stasiun di bagian tengah Selat Lembeh, hal ini disebabkan oleh lebih besarnya energi gelombang dan kecepatan arus-nya. Hasil pengukuran salinitas di lokasi tersebut adalah masing-masing berkisar 32,6 00 , 32,6 00 , 32,5 00 , 32,6 00 , 32,4 00 , 32,4 00 , 32,6 00 , 32,4 00 , dan 32,5 00 . Menurut Hutabarat dan Evans 1986, salinitas akan turun secara tajam akibat oleh besarnya curah hujan. Lebih lanjut Nontji 2003, salinitas di lautan pada umumnya berkisar antara 33 00 – 37 00 . Untuk daerah pesisir salinitas berkisar antara 32-34 00 Romimohtarto dan Juwana, 1999, sedangkan untuk laut terbuka umumnya salinitas berkisar antara 33-37 00 dengan rata-rata 35 00 . Salinitas ini juga masih baik untuk kehidupan organisme laut, khususnya ikan. Ammonia NH3-N merupakan senyawa nitrogen yang pada kadar tinggi bersifat racun terhadap organisme perairan. Sumber ammonia pada air permukaan adalah air seni dan tinja, dan juga hasil oksidasi senyawa organik secara mikrobiologis, yang berasal dari air alam atau limbah industri dan domestik. Kadar ammonia yang tinggi dapat menimbulkan pencemaran dan membahayakan kehidupan biota laut. Hasil pengukuran kadar ammonia di stasiun Pasir Panjang, Paudean, Tanjung Merah, Batulubang, Makawidey, Kareko, dan Mawali, masing-masing 0,042 mgl, 0,025 mgl, 0,062 mgl, 0,041 mgl, 0,054 mgl, 0,045 mgl, 0,052 mgl, 0,032 mgl,, dan 0,047 mgl. Kadar ini lebih rendah dari Nilai Ambang Batas NAB yang ditetapkan oleh KMNLH 2004 untuk biota laut yakni sebesar 0,3 mgl. Stasiun Kasawari, Lirang, Binuang, Nusu, Pintu Kota, dan Batuwoka dicirikan oleh parameter suhu, kecerahan, dan kedalaman yang tinggi, sedangkan lokasi Aertembaga dan Manembo-Nembo dicirikan oleh parameter COD dan fosfat yang tinggi. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa lokasi studi yang menerima limpahan air dari aliran sungai dan menerima limbah dari aktifitas industri dan pelabuhan sangat mempengaruhi parameter karakteristik lingkungan perairan. BPS Kota Bitung 2005, melaporkan bahwa terdapat 5 lima buah sungai utama yang bermuara ke Selat Lembeh, yaitu Sungai Girian, Sagerat, Tanjung Merah, Tewaan dan Rinondoran. Sungai-sungai ini mengalir sepanjang tahun, anak sungai yang berada disekitarnya bersifat sungai tadah hujan. Pengukuran kondisi perairan Selat Lembeh yang dilakukan oleh Manengkey et al., 2005, menyimpulkan bahwa kondisi perairan wilayah Bitung Timur lebih banyak mendapat tekanan dari aktifitas industri dan aktifitas pelabuhan sehingga menyebabkan beberapa parameter seperti DO, TDS dan TSS cukup tinggi, namun demikian kondisi tersebut masih di bawah baku mutu. Pada dasarnya baku mutu air laut sesuai dengan peruntukannya, yakni: kategori air laut untuk wisata mandi, renang dan selam, untuk budidaya laut, untuk konservasi, untuk bahan baku industri, dan untuk keperluan umum. Hasil pengukuran suhu diperairan Selat Lembeh berkisar antara 27,5 C - 28,4 C Lampiran 4. Stasiun Kasawari memiliki suhu perairan sekitar 28,4 C , Lirang 28.1 C, Binuang 28.4 C, Nusu 27.9 C, Pintu Kota 27.9 C, dan Batuwoka dengan nilai suhu peraoran sekitar 28.3 C. Menurut Ilahude dan Liasaputra 1980, suhu dipermukaan laut yang normal berkisar antara 25,6-32,3 C dan antara 20-30 C Nybakken, 1988. Menurut Mulyanto 1992 suhu yang baik untuk kehidupan ikan di daerah tropis berkisar antara 25-32 C. Sebaran rata-rata salinitas permukaan untuk semua lokasistasiun pengamatan secara umum tidak menunjukkan perubahan yang besar. Sebaran salinitas berkisar antara 32,0-32,6 00 Lampiran 4. Cahaya dapat berubah dengan lintang dari variasi musiman terhadap panjang hari dan efek kisaran sudut jatuhnya cahaya terhadap karang dan simbionnya sebagaimanan ketergantungannya terhadap kedalaman perairan Campbell dan Aarup, 1989. Pengaruh keberadaan cahaya terhadap distribusi karang pada berbagai kedalaman dan lintang kemungkinan mempunyai perbedaan yang kecil pada kecerahan perairan, suhu, pertumbuhan musiman mikroalga, kebutuhan cahaya zooxanthellae dan mekanisme foto adaptasi. Di wilayah yang berbeda letak lintangnya, misalnya di Izu Jepang 35 LU dan Pulau Lord Howe 31,5 LS serta Kepulauan Houtman Abrolhos 28,5 LS, karang secara reguler ditemukan pada perairan jernih sampai kedalaman 30 m dan kadang juga ditemukan di kedalaman 40 m dimana suatu substrat horizontal yang sesuai tersedia. Hasil pengukuran rara-rata kedalaman di lokasi penelitian berkisar antara 10 – 15 meter. Tabel 9. Akar ciri dan persentase konstribusi setiap sumbu faktorial terhadap total variansi F1 F2 F3 Akar Ciri 6.442 2.097 1.701 variance 46.018 14.977 12.150 Cumulative 46.018 60.994 73.144 Variables axes F1 and F2: 60.99 Suhu Sal. pH DO B OD5 Keruh COD A mmo nia Fo sfat Nitrat Kecerahan Kedalaman A rus Substrat -1 -0.5 0.5 1 -1 -0.5 0.5 1 - - a xis F 1 4 6 .0 2 - - Observations axis F1 and F2: 60.99 Lirang Nusu Kareko B inuang P intu Ko ta B atuwo ka M awali P apusungan B atulubang P audean P asir panjang Kasawari M akawidey Tandurusa A ertembaga M anembo Tj.M erah -8 -6 -4 -2 2 4 6 8 -8 -6 -4 -2 2 4 6 8 - - a xis F 1 4 6 .0 2 - - Gambar 12. Grafik analisis komponen utama parameter fisika-kimia perairan antara komponen utama pertama F1 dengan komponen utama kedua F2: A : Lingkaran korelasi antar parameter, dan B : Penyebaran lokasi pengamatan Variables axes F1 and F3: 58.17 Suhu Sal. pH DO B OD5 Keruh COD A mmo nia Fo sfat Nitrat Kecerahan Kedalaman A rus Substrat -1 -0.5 0.5 1 -1 -0.5 0.5 1 - - a xis F 1 4 6 .0 2 - - Observations axis F1 and F3: 58.17 Tj.M erah M anembo A ertembaga Tandurusa M akawidey Kasawari P asir panjang P audean B atulubang P apusungan M awali B atuwo ka P intu Ko ta B inuang Kareko Nusu Lirang -8 -6 -4 -2 2 4 6 8 -8 -6 -4 -2 2 4 6 8 - - a xis F 1 4 6 .0 2 - - Gambar 13. Grafik analisis komponen utama parameter kondisi perairan antara komponen utama pertama F1 dengan komponen uatama kedua F3: A : Lingkaran korelasi antar parameter, dan B : Penyebaran lokasi pengamatan

4.3. Keterkaitan Karakteristik Lingkungan Perairan dengan Penutupan