Konservasi dan Pariwisata Bahari

meminimalkan abrasi, serta penghasil pasir putih bagi kawasan pantai yang berhadapan. Pemanfaatan terumbu karang dapat digolongkan ke dalam dua bagian, yaitu a pemanfaatan ekstratif meliputi kegunaan konsumtif, seperti penangkapan biota laut yang dijadikan konsumsi pangan maupun kegunaan ornamental, seperti penangkapan ikan hias, kerang dan sebagainya, dan b pemanfaatan non ekstraktif meliputi pendayagunaan ekosistem terumbu untuk tujuan pariwisata, penelitian, pendidikan, dan sebagainya Baker dan Koeoniam, 1986. Nilai ekonomi pemanfaatan ekstratif dan non ekstraktif pada terumbu karang di Selat Lembeh dilaporkan oleh Parwinia 2006, yaitu nilai ekonomi ekstratif di kawasan Selat Lembeh dengan indikator total revenue dari perikanan berkisar antara Rp. 27 juta per vessel per tahun Kelurahan Aertembaga sampai Rp. 238 juta per vessel per tahun Kelurahan Makawidey. Nilai ekonomi non-ekstraktif merupakan nilai wisata dan ekosistem, meliputi kegiatan diving, transportasi dan taxi air. Kegiatan diving memberikan manfaat ekonomi tertinggi sekitar Rp. 300 juta per tahun, taxi air Rp. 90 juta per tahun dan nilai ekonomi dari sewa kapal sebesar Rp. 25 juta per tahun.

2.6. Konservasi dan Pariwisata Bahari

Konservasi dan pariwisata bahari merupakan kegiatan yang saling menunjang, sehingga dari segi ruang dan waktu dapat dipadukan. Pariwisata bahari memerlukan keaslian dan keindahan flora dan fauna yang sebagian berasal dari kawasan konservasi, sebaliknya kawasan konservasi terlindungi apabila masuk dalam kawasan pariwisata. Menurut Halim 1998, pengelolaan kawasan konservasi laut diperlukan zona tertentu untuk menunjang mata pencaharian masyarakat pesisir, maupun kegiatan lainnya sesuai dengan azas kelestarian. Selanjutnya pengelolaan tersebut disadari tiga aspek konservasi : 1 perlindungan ekosistem penyangga kehidupan 2 pengawetan plasma nutfah, dan 3 pelestarian pemanfaatan. Kawasan Konservasi Laut telah menunjukkan manfaat yang berarti berupa peningkatan biomas. Hasil studi Halpern 2003, menunjukkan bahwa secara rata- rata, kawasan konservasi telah meningkatkan kelimpahan abundance sebesar dua kali lipat, sementara biomas ikan dan keaneka ragaman hayati meningkat tiga kali lipat. Peningkatan kelimpahan dan biomass ini mengakibatkan pula peningkatan terhadap produksi perikanan jumlah tangkap dan rasio tangkap per unit upaya atau CPUE . Beberapa studi menunjukan bahwa kawasan konservasi telah meningkatkan rasio CPUE dalam kisaran 30 sampai 60 dari kondisi sebelum kawasan konservasi. Sementara itu dari sisi riil effort misalnya jumlah trip, studi seperti di Apo Island. Philippine dan George Bank di Amerika Serikat, telah menunjukan penurunan yang berarti. Terdapat bukti yang kuat dan meyakinkan bahwa melindungi daerah dari penangkapan ikan membuat bertambahnya jumlah, besarnya ukuran, dan biomasa dari jenis organisme yang dieksploitasi. Wilayah penyimpanan dan perlindungan laut sering dikatakan hanya berlaku untuk lingkungan terumbu karang. kenyataannya, metode ini sudah berhasil diterapkan pada berbagai habitat di dalam lingkungan dari kondisi tropis maupun sub-tropis. Penyimpanan dan perlindungan laut adalah suatu alat yang bersifat global Roberts dan Hawkins 2000.. Hasil studi yang dipublikasikan pada jurnal ilmiah tanggal 5 Juli 2002 menyatakan bahwa, perancangan kawasan laut “larang ambil” menjadi penting untuk menjamin hasil perikanan dalam jangka panjang karena penutupan tersebut mampu untuk melestarikan variasi genetis, dilihat dari parameter ukuran ikan dan tingkat pertumbuhan, ini disebabkan karena pada situasi dieksploitasi, nelayan secara selektif memilih ikan yang berukuran besar dan tidak memilih yang berukuran kecil dan tidak produktif MPA News, 2002. Dampak dari konservasi ini sangat jelas bagi pengelola, yaitu: 1 Kawasan Konservasi Laut menyediakan alasan ekonomi bagi perlindungan secara tegas terhadap tempat yang diketahui dan potensial sebagai tempat-tempat pemijahan, 2 Taman Nasional Komodo TNK misalnya, tempat-tempat pemijahan tersebut secara nyata mempunyai nilai ekonomi yang setara dengan nilai rekreasi dari fungsi taman nasional secara keseluruhan, dan 3 usaha-usaha perlindungan menyeluruh yang konsisten dengan melindungi daerah penangkapan ikan-ikan dasar, di mana sebagian besar rumah tangga tergantung pada wilayah di luar lokasi TNK Ruitenbeek, 2001. Keuntungan yang nyata telah dibuktikan di beberapa tempat dimana terumbu karang sudah dilindungi dengan baik, termasuk pada beberapa lokasi sebagai berikut: Netherlands Antilles Taman Nasional Laut Bonaire, dimana pariwisata selam meningkat; the Seychelles Taman Nasional Laut Ste. Anne, dimana taman nasional digunakan baik oleh turis maupun penduduk setempat untuk berenang, berlayar, snorkeling, selam, dan perjalanan perahu beralas kaca; Fiji Tai Island , dimana hasil tangkapan nelayan kecil meningkat, kegiatan pariwisata berkembang pesat, dan pemegang hak penangkapan tradisional eksklusif dilibatkan dalam pengelolaan resort dan penyewaan perahu; Cozumel Island Mexican Caribbean dimana terjadi peningkatan jumlah wisatawan lokal dan manca negara yang datang untuk menyaksikan melimpahnya ikan-ikan karang; dan Kenya Taman Nasional dan Cagar Alam MalindiWatamu, dimana pariwisata menghasilkan pendapatan melalui tiket masuk, biaya pemandu dan biaya kemping, penyewaan perahu dan peralatannya, serta hotel. Pada sisi lain, juga terjadi keuntungan tidak langsung dengan adanya permintaan terhadap lapangan pekerjaan di hotel-hotel, sebagai pemandu dan pengemudi perahu McNeely et al., 1994. Penurunan hasil tangkapan perikanan secara global dilaporkan oleh FAO 2002 , dimana sebesar 47 stok mengalami eksploitasi penuh, 15-18 stok telah mengalami over-eksploitasi, dan 9 stok telah terdeplesi. Gomez 1999 menyatakan bahwa di Asia tenggara, seluruh perairan pesisir sampai 15 km dari darat telah mengalami overfishing. Untuk wilayah Indonesia, studi dari Fauzi dan Anna 2002 menunjukkan bahwa sumberdaya ikan di perairan Pantai Utara Jawa telah terdepresiasi sebesar 20 milyar rupiah per tahun. Untuk terumbu karang, terutama untuk kawasan Indonesia menunjukkan bahwa proporsi yang terdegradasi meningkat dari 10-50 Hopley dan Suharsono, 2000. Walaupun terumbu karang di wilayah Indonesia Timur masih dalam kondisi lebih baik daripada di Indonesia Bagian Barat, namun kondisinya menurun dalam laju yang cukup tinggi. Berdasarkan studi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI, hanya 10 terumbu karang di wilayah timur Indonesia dalam kondisi sangat baik excellent tutupan lebih dari 50 terumbu karang hidup, sisanya 31,8 diklasifikasikan dalam kondisi buruk hanya terdiri dari 25 tutupan terumbu karang hidup, Hopley dan Suharsono, 2000. Prinsip dari konservasi adalah spill over effect Gambar 3 atau dampak limpahan dimana pada kawasan yang dilindungi, stok ikan akan tumbuh dengan baik dan limpahan dari pertumbuhan ini akan mengalir ke wilayah di luar kawasan yang kemudian dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan tanpa mengurangi sumber pertumbuhan di daerah yang dilindungi. Konservasi memiliki banyak manfaat yang signifikan yang akan membantu pengelolaan sumberdaya kelautan dalam jangka panjang. Li 2000 merinci manfaat kawasan konservasi laut sebagai berikut: manfaat biogeografi, keaneka ragaman hayati, perlindungan terhadap spesies endemic dan spesies langka, perlindungan terhadap spesies yang rentan dalam masa pertumbuhan, pengurangan mortalitas akibat penangkapan, peningkatan produksi pada wilayah yang berdekatan, perlindungan pemijahan, manfaat penelitian, ekoturisme, pembatasan hasil samping ikan-ikan juvenil juvenile by catch, dan peningkatan produktifitas perairan productivity enchancement. Gambar 3. Prinsip spill over dari konservasi White,2000; Fauzi, 2005 Gambar 4. Peta lokasi penelitian 32

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Selat Lembeh Kota Bitung Provinsi Sulawesi Utara yang secara geografis berada pada posisi 0 30 ’ – 0 ’ LU dan 121 0’ – 127 0’ BT. Lokasi penelitian dibatasi pada 17 kelurahan di Selat Lembeh, yang terbagi atas 2 kawasan yaitu Pulau Lembeh dan pesisir Bitung. Kawasan Pulau Lembeh meliputi 11 kelurahan, yaitu Kelurahan Lirang, Nusu, Kareko, Binuang, Pintu Kota, Batuwoka, Mawali, Papusungan, Batulubang, Paudean dan Pasir Panjang sedangkan kawasan pesisir Bitung meliputi 6 kelurahan, yaitu Kelurahan Kasawari, Makawidey, Tandurusa, Aertembaga, Manembo-nembo dan Tanjung Merah Gambar 4. Pengambilan data primer dilakukan di dua kawasan yaitu Pulau Lembeh dan Pesisir Bitung. Penelitian ini dilaksanakan sejak April 2005 sampai dengan bulan Mei 2006.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui survei lapangan, wawancara dengan menggunakan kuesioner terhadap stakeholders di Selat Lembeh dalam pemanfaatan terumbu karang. Data sekunder diperoleh melalui studi literatur dari laporan-laporan dan dokumen-dokumen yang berasal dari berbagai instansi yang terkait dengan topik penelitian. Secara rinci jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.