Jejaring Sosial AT dan AP

110 tidak ada dirinya di sana membuat AP lebih leluasa memanfaatkan waktu untuk kepentingan ekonomis lainnya. Padahal bagi warga ketidak-inginan aparatus kampung untuk mengundang AP dalam rangka sosialisasi pembangunan kampung karena dikhawatirkan AP dapat membongkar „permainan‟ yang dilakukan aparatus kampung yang dianggarkan melalui dana APBD itu. Peluang mark up sangat mungkin terjadi.

3. Jejaring Sosial AT dan AP

AT maupun AP dalam jejaring sosial mereka dipertambangan timah memiliki beberapa persamaan dan ada pula yang beda. Perbedaan itu menunjuk pada keluasan jaringan keduanya. Pada dasarnya jejaring sosial menggambarkan keterlibatan aktor dengan pihak eksternalnya dan jejaring sosial tersebut dapat dimaknai sebagai peta kualitas aktor yang bersangkutan.

3.1. Jejaring Sosial AT

Gambar 6.1 menjelaskan jejaring sosial yang dibangun AT terkait dengan tambang. Relasi AT memang cukup luas. Beragam orang memiliki jejaring sosial dengan AT. Berdasarkan analisis jaringan AT dapat mengumpulkan beragam jaringan, mulai dari: politik, sosial, ekonomi, kultural dan spiritual. Bahkan ada jaringan baru terbentuk sama sekali terkait perubahan peta politik pertambangan dengan munculnya Pemda kabupaten, di samping jejaring yang sudah lama tidak pernah berkomunikasi adalah bekas teman-teman kerjadi perusahaanTambang Korporasi. AT berjejaring dengan Kolektor IPN 63 thn dan GRS 35 thn. Jejaring sosial AT dengan kolektor adalah jejaring sosial yang sangat kuat dan bernuansa historis. Kekuatan hubungan tersebut terletak pada jaringan hubungan yang sebelumnya sudah lama terbina. Bahkan sebelum timah boleh ditambang secara „bebas‟ hubungan AT dan IPN sudah terjalin. Mereka berkenalan sejak masih bersama-sama di Tambang Korporasi tahun 1975. Tepatnya sebagai karyawan di kapal keruk “Rambat”. Tetapi karena adanya kebijakan pending 5 dari perusahaan menyebabkan mereka terpisah dan bekerja sesuai dengan keinginan dan ketrampilan masing-masing. AT memilih pekerjaan sebagai 5 Rasionalisasi karyawan Tambang Korporasi ketika korporasi itu mengalami penurunan produksi sehingga kesulitan membayar gaji karyawan. Rasionalisasi itu berlangsung awal tahun 1990-an. 111 pekebunladang sementara IPN masih sebagai pekerja-lepas 6 di perusahaan tambang korporasi. Mereka bertemu kembali setelah adanya kebijakan di mana masyarakat boleh menambang. Dalam praktik AT sebagai penambang yang dikenal dengan Tambang Inkonvensional TI, sementara IPN ditunjuk Tambang Korporasi sebagai kolektor 7 . Berdasarkan penjelasan di atas bahwa hubungan antara AT dengan IPN memang sangat dekat. Kedekatan ini menyebabkan tidak mungkin AT menjual timahnya kepada kolektor lain yang mungkin juga dikenalnya. Sudah lebih dari dua tahun terakhir AT tidak lagi berhubungan langsung dengan IPN jika ingin menjualkan timahnya karena seluruh pekerjaan yang dilakukan AT sekarang ini sudah dapat digantikan oleh cucunya ANN. Memang untuk mengenalkan ANN kepada IPN tidak sekali jadi. Mulanya AT mengajak ANN untuk mengikutinya dalam bertransaksi dengan IPN hingga lama kelamaan terjalin hubungan IPN dengan ANN. Jadi untuk waktu seterusnya jika bertransaksi dengan IPN, AT selalu mengutus ANN, tetapi dengan terlebih dahulu AT menelpon IPN. Peralihan dari AT ke ANN karena AT merasa dirinya sudah tua maka sudah selayaknya diganti oleh yang lebih muda dan selanjutnya AT lebih menekuni agama dan kegiatan sosial lainnya. ANN sebagai „cucu‟ dan sudah pengganti tentulah orang yang sangat dipercayai mengingat AT sama sekali tidak memiliki anak kandung. Meski AT berjejaring dengan IPN dan sudah lama berhubungan, tetapi adakalanya cadangan stock timah yang dimiliki melimpah sehingga IPN meski menyetorkan perusahaan tambang itu sudah diatur tetap saja melimpah maka IPN merekomendasi ke GRS untuk menampung timah dari ATANN. Meski cara ini jarang sekali. GRS adalah kolektor tambang juga dan kerjanya seperti yang dilakukan IPN. GRS masih muda dan sebagai pemain baru sebagai kolektor sehingga GRS pun memerlukan jaringan tambahan untuk mempertahankan cadangan timah yang dibeli agar tetap menenuhi persyaratan quota. Tentu pihak korporasi tidak serta merta memberikan persyaratan dengan jumlah hingga 6 Pekerja-lepas dimaksud adalah pekerjaan yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan produksi timah. Pekerjaan Ip awalnya serabutan tetapi berjejaring dengan Tambang Korporasi. Misalnya, penyediaan catering buat karyawan timah, pembelian Alat Tulis Kantor ATK. 7 Hampir semua kolektor timah disebut bos. Jika mereka tinggal di kecamatan pun sudah disebut bos. Bahkan istilah bos ini sudah merasuk dalam pergaulan anak-anak muda di Bangka jika ada diantara mereka membayar gratis teman-temannya. Tidak harus banyak uang. Jadi andaikan seseorang banyak uang tetapi tidak pernah membayar makan dan minumnya secara gratis, tidak disebut bos. “Bos Besar” adalah mereka sebagai kolektor timah sekaligus pemilik smelter atau jika tidak pun, adalah bos diantara bos yang ada di tingkat kabupatenkota 112 di atas 100 ton per minggu. Jejaring baru terkait kolektor paling banyak sekitar 50 ton per minggu. Jumlah tersebut bertahan hingga satu samai dua tahun dan setelah itu dievaluasi untuk ditingkatkan atau diberi peringatan. Dalam posisi inilah GRS harus membuka jaringan dengan kolektor lain yang lebih besar 8 . Gambar 6.1 Jejaring Sosial AT Keterangan: : hubungan langsung : hubungan tidak langsung 8 Dalam permainan di timah ini juga tidak mudah. Kolektor harus membangun jaringan ke berbagai arah terutama dengan pihak penambang. Kesulitan utama mereka sebagai kolektor adalah memenuhi standarjumlah yang tetap sebagai persyaratan mereka dengan perusahaan tambang itu. Sementara sebagaimana digambarkan dalam kasus GRS dengan IPN itu sangat jarang terjadi hubungan semacam itu jika dibalik itu tidak ada hubungan yang istimewa misalnya ada hubungan saudara, famili dan bentuk-bentuk hubungan lainnya. Antar-kolektor pun jika memungkinkan tidak akan menambah saingan sesama mereka. AT AHK 2006-12 JON UND BAM 1999-01 IPN 1975-12 ANN 2000-12 AKN 1970-12 Ketertiban dan keamanan Kedekatan moral politik Tidak terjadi transaksi kepentingan politik Membeli timah AT Kepentingan ekonomi Orang suruhan Bertolakbela- kang dalam hal gagasan pragmatisme AT Kedekatan moral agama THA 1970-12 GRS 2000-12 TAMBANG KORPORASI PEMDA 1998-12 11111200 Sebagai karyawan dulu Warga Mendapat izin usaha Kedekatan kultural dan sosial Patron MIA AID 1980-12 Kedekatan pengetahuan 113 AT berjejaring politik dengan Provinsi AHK, 45 thn. Jejaring politik AT di tingkat provinsi diketahui setelah kedatangan AHK ke rumah AT di kampung Mayang sekitar tahun 2006. AHK adalah tokoh politik lokal. Kedatangan AHK ke AT tentu ada hubungannya dengan pencalonan dirinya merebut jabatan BN 1. Banyaknya tamu yang berdatangan ke rumah AT adalah karena sifat AT sendiri yang tidak banyak berharap. AT memang suka membantu dan banyak bercerita terutama tentang tanam menanam sehingga banyak tertarik. Dengan sifat yang seperti inilah AT dimanfaatkan tokoh politik lokal AHK untuk meraih dukungan dari kampung Mayang. AT begitu bangga sambil memamerkan foto dirinya sedang bergandeng dengan AHK di depan rumahnya. Saat itu menjelang pemilihan gubernur Babel tahun 2007. AHK masih menjabat bupati di Belitung, sampai harus mampir ke kampung Mayang untuk menemui AT Tidak ada yang meminta seorang AHK untuk datang ke rumah AT, tetapi warga Mayang tanpa diperintah dengan serta merta menunjuk kepada tim sukses AHK untuk menemui AT. AT sendiri pun tidak mengetahui dengan alasan apa warga menunjuk AT untuk berbicara dengan AHK. Padahal ada aparat kampung tentu yang paling mungkin memberikan informasi tentang kampung Mayang. Padahal secara struktural AT bukanlah pejabat kampung. AT sendiri sebenarnya merasa bingung dengan alasan apa seorang AHK dapat berkunjung ke rumahnya di Mayang. AHK itu tinggal di Belitung Timur sementara Mayang tempat tinggal AT di ujung Barat pulau Bangka. AT berjejaring dengan pihak ketertiban JON, 45 thn dan UND, 40 thn dan keamanan BAM, 46 thn tingkat provinsi. Sebenarnya hanya seorang saja yang dikenal AT dengan pihak ketertiban di provinsi yaitu JON sekitar tahun 1999. Mulanya hanya kepentingan institusi untuk mendapatkan data yang lebih akurat tentang sejumlah TI yang beroperasi di wilayah Mayang. Pihak aparat nampak mengalami kesulitan untuk mengidentifikasi berapa banyak TI yang beroperasi jika tanpa adanya bantuan dari orang Mayang sendiri. AT semula tidak terlalu tahu persis untuk kepentingan apa pihak aparat mendata sejumlah TI yang ada di Mayang. Tetapi menurut perkiraan AT bahwa masa itu ada hubungannya dengan Pilkada Gubernur dan bisa jadi aparat ketertiban ini adalah bagian dari salah satu tim dalam Pilgub itu. 114 Setelah pertemuan secara fisik itu AT diberikan nomor telepon genggam berikut diselipkan foto sang perwira. AT dipesan oleh perwira itu bahwa jika ada apa-apa, maksudnya gangguan dengan dan atas nama „keamanan‟ terhadap TInya maka AT dapat mengontak dirinya. Dalam jejaring ini JON menawarkan keamanan atau transaksi perlindungan terhadap AT. Meski hingga kini belum terealisasi tetapi dapat dijadikan sebagai garansi dalam jejaringan tersebut. AT sendiri tidak terlalu tahu siapa nama sang perwira kecuali dengan menyebut nama “JON” yang menurut AT adalah nama panggilan. Pasalnya saat berkunjung ke kediaman AT, perwira itu tidak mengenakan pakaian dinas kecuali mobil dinas dengan logo bintang berwarna kuning keemasan. Bersama JON, AT berkenalan dengan teman JON yang bernama UND. AT mengetahui nama UND setelah mereka saling bersalaman. Kelihatannya menurut AT keduanya memiliki pangkat yang sama. Sampai hari ini AT pun tidak mengetahui untuk kepentingan apa JON dan UND mampir di Mayang. Memang menurut AT sesekali JON itu mengontak AT dan biasanya menanyakan kabar dan kesehatan. Pertemuan dengan perwira menengah dari keamanan di provinsi juga dalam agenda acara yang tidak diketahui AT. Bahkan perwira ini, yang belakangan dikenal dengan nama BAM dan sangat jelas mengenakan pakaian berwana hijau dengan nama tersandang di atas kantong depan saat berkunjung ke rumah AT. Juga tidak diketahui apa pula yang diinginkan. BAM dalam pertemuan itu saling bertukar pikiran tentang apa saja sehingga AT sendiri tidak dapat menyimpulkan apa yang diinginkan BAM atas kunjungannya ke rumah AT. Meski dalam pembicaraan menyentuh soal tanaman karet dan sawit tetapi apa mungkin BAM hendak berusaha di bidang perkebunan di Mayang. Sama seperti kedua aparat ketertiban tadi bahwa jika ada “apa-apa” terkait tambang yang dilakukan AT maka AT dapat menghubungi BAM. Tetapi terpenting dalam hubungan ini bahwa jaringan keamanan dan ketertiban sudah dipegang AT meski AT sendiri tidak pernah memanfaatkan tawaran „perlindungan keamanan‟ yang diberikan ketiga aktor itu. Kebetulan persoalan yang berkaitan dengan tambangnya tidak ada persoalan, kecuali izin usaha tambangnya yang sudah habis masa berlakunya. AT sendiri merasa bahwa untuk urusan perizinan tidak perlu minta bantuan kepada mereka. AT sudah membayangkan untuk urusan perizinan, terlalu tinggi sampai harus minta 115 bantuan kepada mereka. Selain juga, aparat keamanan itu berdinas diibukota provinsi sehingga seluk beluk perizinan tentu saja tidak diketahui. AT berjejaring dengan Pemda. AT sebenarnya sudah tahu betapa tidak mudahnya mendapat perpanjangan izin usaha penambangan setelah akhir-akhir ini kerusakan lingkungan makin parah akibat eksplolarasi TI. Kesan seperti berbelit-belit sebagaimana dipaparkan AT setelah mendapatkan informasi dari Dinas Perindustrian dan Pemda serta ESDM di kabupaten bahwa persoalan koordinasi dan pertanggung jawaban dari masing-masing instansi belum ditemukan kata sepakat. Selain AT sendiri memiliki beberapa teman semasa kecil yang anak-anak mereka bekerja di Pemda; juga AT memiliki ponakan yang bekerja di Pemda meski berbeda bidang yaitu di Dinas Pertanian, AMN, 29 thn lulusan S2 di Bogor sehingga tahu betul bahwa persoalan perizinan usaha penambangan tidak mudah. Prosedur sudah diikuti dan ada sebagaimana dijelaskan lampiran 3 tetapi dalam praktiknya di lapangan masih tersendat-sendat. Memang ada sebagian yang diloloskan dan sebagian lagi masuk dalam daftar tunggu, bahkan tidak jarang ada di antara mereka yang ditolak sama sekali 9 . Menyadari itulah kemudian AT sendiri dengan hanya berbekal pernyataan lisan saja sudah cukup baginya untuk menjalankan TI-nya. AT meski sebagai orang yang patuh dan taat tetapi tetap saja masih belum mantap jika izin belum dikeluarkan. Tindakan yang dilakukan AT tidak lain adalah desakan bahwa buruhnya yang didatangakn dari Jawa Tengah 10 dan satu lain dari Lampung terpaksa nganggur, menjadi tanggungan AT secara moral. AT merasa tidak nyaman. Gelar haji yang disandang AT mendorong pada dirinya untuk berbuat lebih dan berbeda dengan pemilik TI yang ada di wilayahnya. 9 Bagi beberapa pengusaha tambang memang cukup risau dengan perizinan ini. Jika dicermati justru kesulitanagak lama turun izin itu datang dari mereka yang memiliki tambang yang sudah lamaterlebih, sementara mereka yang baru saja ingin berusaha justru banyak yang lolos. Perbedaan inilah yang menyebabkan „kecemburuan‟. Bagi peneliti penyebabnya terletak pada tidak adanya lampiran target dan arela yang mau ditambang serta rencana reklamasi yang tidak ada dari penambang lama. 10 Peneliti pernah bertanya asal WGN 35-an thn ini tetapi tidak terlalu jelas menyebutkan secara tepat daerah asalnya, kecuali Jawa Tengah. WGN hanya menjelaskan sekitar Banyumas utara. TON usia lebih muda, 26 tahun juga tidak terlalu menjelaskan secara tepat di Lampung mana. Ketika hal ini peneliti konfirmasikan ke AT, AT tidak terlalu perduli soal asal keduanya. Bagi AT sejauh keduanya bekerja baik, itu sudah cukup. Referensinya hanya mengandalkan tenaga kerja yang mengikutinya lebih dari 10 tahun, SAM 44 thn dan pengawas internal yaitu anak-mantunya AGS maka AT merasa sudah cukup. SAM sendiri meski berasal dari suku Jawa tetapi sudah lama berada di Mayang hanya lebaran saja kembali ke Jawa di desa kecil di Tegal dan SAM memang dipercaya untuk mengelola TI milik AT ini. 116 AT Berjejaring dengan MIA 58 thn dan AID 56 thn. Jejaring MIA dan AID dengan AT adalah seputar kegiatan tanam menanam. Pada dasarnya ketiga orang ini sudah saling kenal baik sejak tahun 1980-an. Meski, sejak meningkatnya intensitas tambang AID dan MIA menurun karena keduanya lebih berkonsentrasi dengan timah tetapi keterikatan dan ketertarikan keduanya dengan tanaman perkebunan tidak bisa hilang. Sebagai warga kampung yang dahulunya moda produksi perkebunan jadi andalan maka tanaman perkebunan masih juga mereka perhatikan. Itulah sebabnya ketika melihat AT berhasil dengan banyak jenis tanaman yang diuji-cobakan maka keduanya ingin mencontoh. Beberapa kali AID dan MIA berdiskusi dengan AT mengenai beragam jenis tanaman dan kecocokan dengan tanah di Mayang serta aspek pemupukan. AT dengan tangan-terbuka mempersilahkan keduanya bertanya hingga akhirnya MIA dan AID mencoba. Persoalan muncul. Pada saat tanaman jeruk yang menjadi andalan dan kemudian ditanam MIA dan AID di kebun mereka ternyata khusus AID rasanya masam setelah tiga tahun kemudian. MIA lumayan manis. Padahal kedua jenis diambil dari bibit yang sama dengan pemupukan tidak berbeda. AT menjelaskan bahwa cara atau teknik menanam yang dilakukan AID ternyata tidak tepat. AT mengatakan bahwa anjuran yang disarankan kepada keduanya hanya MIA yang melakukan, itupun dilakukan sebagian; dan sisanya juga terasa masam. Proporsi AID jauh lebih banyak jika tidak ingin dikatakan semua. Tetapi karena sebagai uji-coba baik MIA dan AID tidak menanam dalam jumlah yang besar, MIA sekitar 25 pohon dan AID hanya 15 pohon. Penyebabnya sederhana. AT mengatakan bahwa keduanya tidak mengikuti anjurannya, yaitu ketika menanam tidak menghadapkan pokok yang ditanam ke arah matahari. Jika cara ini tidak dilakukan maka tentu saja hasil akhirnya berbeda. Padahal dengan cara yang sama pun tidak semua terasa manis. Peneliti pun pernah pula mencoba dan rasanya bahwa ada beberapa jenis jeruknya lebih tepat dibuat sirop daripada sebagai jeruk manis yang dapat langsung dimakan begitu saja. 3.2. Jejaring Sosial AP Membandingkan jejaring sosial AP dan AT di mana keduanya sama-sama memiliki jaringan hingga provinsi. Bahkan AP melampaui hingga aparat keamanan di Jakarta. Sementara AT cukup sampai tingkat provinsi. Perbedaannya bahwa AT lebih banyak dikunjungi oleh aktor tingkat provinsi yaitu 117 selain karena keaktoran adalah juga karena letak kampung Mayang cukup strategis. Berdasarkan lokasi, AP dengan kampung Airputih memang terbatas ke „dunia‟ luar. Posisi kampung yang berada diujung barat-utara Bangka Barat menghadap laut Natuna membuat kampung ini tidak mudah mendapatkan akses ke luar. Jalan satu-satunya hanya mengharapkan jalan yang langsung menuju ke Muntok. AP berjejaring dengan SWT 54 thn, NAD 56 thn dan ANG 53 thn serta DHN53 thn. AP berjejaring dengan SWT, NAD dan ANG karena teman semasa di STM. Sebagai alumni dari STM “Bina Karya” Muntok hubungan sosial mereka terus dibina. Dalam praktik sosial memang tidak ada transaksi ekonomi. Mereka hadir bersama dalam memupuk sikap bersama dan identitas bahwa mereka adalah satu sekolah dan satu kelas. Berdasarkan kontak pribadi satu dengan yang lain yang akhirnya membentuk jaringan dan terhubung antar-mereka di berbagai kota. Berdasarkan hubungan itulah mereka bertemu dan sepakat untuk mengadakan reuni, setelah sebelumnya terpisah lebih dari 25 tahun. Dalam jejaring hubungan teridentifikasi bahwa lebih dari separoh teman- teman AP tidak berada dalam kota yang sama Muntok. Mereka tersebar di berbagai kota. Ada yang melintas kabupaten SWT dan NAD, Sungailiat hingga provinsi dan di Jakarta DHN dan ANG. Jejaring hubungan yang dibangun tidak berkaitan dengan pemupukan modal melainkan kepentingan dan kepuasan spiritual. Berkenaan dengan teman-teman sekolah memang tidak terjadi transaksi ekonomi di antara mereka tetapi potensi untuk masuk ke arah transaksi ekonomi mulai terlihat. Gejala tersebut terlihat jika menilik sebagian dari teman- teman AP adalah juga pengusaha. Bahkan ANG bisnisnya hingga ke Asia. Jejaring AP membentuk solidaritas dan menuju ekonomi. AP berjejaring dengan Kolektor YEP 54 thn, BUN 55 thn, JIT 54 thn dan ALU 54 thn. Jejaring sosial tambang AP lebih luas dibandingkan dengan AT jika melihat dari jumlah kolektor yang dimiliki yaitu YEP, BUN, JIT dan ALU. Kesamaan kedua aktor dalam hubungannya dengan kolektor adalah hubungan pertemanan yang cukup lama dan intensif. Basis pertemanan ini membentuk kepentingan yang sama yaitu ekonomi. Jika AT dengan teman kerja sementara AP teman bermain masa kecil tetapi bergerak dipertambangan sejak 1996. Perbedaan lain antara AP dan AT adalah, dalam hubungan dengan tambang bahwa AP dengan sistem jaminan, yaitu dengan meminjam uang dan setelah itu 118 baru mengerjakan pekerjaan tambang, sedangkan AT semua itu dilakukan dengan modal sendiri. Sederhananya AT dengan modal sendiri AP dengan pinjaman dari teman-temannya. Persamaannya bahwa keduanya sudah mengenal kolektor sejak lama. Lamanya perkenalan mereka dijadikan jaminan dalam usaha bersama bisnis timah. Persamaan lain bahwa lamanya hubungan mereka itu melahirkan kepercayaan trust. Gambar 6.2 Jejaring Sosial AP Keterangan: : hubungan langsung : hubungan tidak langsung AP ANG 1975-12 IWN 2002-12 HAN 2005-12 DHN 1975-12 Ketertiban dan keamanan Kedekatan sosial dan kebersamaansolidaritas Tidak terjadi transaksi ekonomi Kolektor pembeli timah AT Kepentingan ekonomi Orang suruhan Bertolak bela- kang karenaAP rasional Membentuk kepentingan ekonomi tapi gagal HER 1975-12 APARAT KP 1996-2012 Warga Kedekatan sosial YEP 1996-05 BUN 1995-05 JIT 1995-05 ALU 1995-05 SWT 1975-12 NAD 1975-12 Membentuk kepentingan ekonomi, 119 AP dalam jejaring dengan teman kolektor itu diikat oleh adanya rasa kepercayaan dan melalui dasar kepercayaan ini melahirkan jaminan kerja. Meski sebenarnya AP dapat saja membiayai usaha tambangnya sendiri. Dengan adanya jaminan sebenarnya AP menghindari pajak dan bunga jika harus melalui perbankan, dan hubungan dengan pihak bank selalu menuntut adanya izin usaha TI. Padahal AP tidak memiiki izin usaha pertambangan. Faktor inilah salah satu penyebab keengganan AP untuk meminjam uang di bank. Juga dengan adanya jaminan dari kolektor ini modal yang dimiliki AP dapat digunakan untuk aktivitas ekonomi lainnya. Ada banyak usaha yang dibuka AP. Dalam pengertian ini pilihan sikap AP memang sangat rasional. Bergerak ditambang itu sebenarnya resikonya besar. Tidak selamanya mereka yang bergerak ditambang selalu untung besar. Itulah sebabnya pilihan AP ketika ada tawaran dari kolektor yang juga teman-temannya itu tidak ditampik. Jika demikian, bagaimana pula kolektor mau meminjamkan uangmodalnya diputar untuk kepentingan pertambangan yang penuh resiko? Dari pengamatan sementara bahwa selain teman dekat juga modal dasar yang dimiliki AP sendiri. Modal dasar itu tidak saja sebatas modal ekonomi seperti, katakanlah jika usaha itu bangkrut maka sedikit banyak AP mampu mengembalikannya, tetapi juga modal sosial. Modal sosial ini meski nampak tidak kelihatan tetapi memiliki pengaruh yang cukup bersar, yaitu sebagai bekas Kepala Kampung. Modal sosial inilah yang „dipertaruhkan‟ sesungguhnya. Tentu sebagai mantan Kepala Kampung tentu AP akan bekerja sungguh-sungguh dan apabila ada tanda-tanda bakal tersendat usaha tambangnya itu tentu sudah diperhitungkan nama baiknya di kampung Airputih. Dari keempat kolektor itu hanya seorang yang beretnis Melayu YEP, sisanya Tionghoa. YEP tinggal di kampung Tanjung-Muntok, sama seperti ketiga lainnya. Kecuali JIT yang senang menyendiri dan dengan kesukaannya itu JIT saat ini memiliki kebun cukup luas di kampung Airputih. JIT tinggal bersama dengan anjing dan beberapa binatang peliharaannya. Istri JIT bersama anak- anak tinggal di Muntok. Tetapi perbedaan etnis tidak terlalu berpengaruh hubungannya dengan kolektor timah. artinya, kepada siapapun di antara 120 keempatnya, yangg pernah meminjamkan unagnya kepada SP, tetap saja hitung-hitungannya sesuai standar 11 dari harga pasar timah yang berlaku saat itu. AP berjejaring dengan Transtip IWN, 45 thn. Hubungan AP dengan aparat keamanan sebenarnya bukanlah sekali jadi. Sebenarnya aparat yang dikenal sebagai IWN itu adalah aparat Palembang yang bertugas di Bangka Barat. Sebagai perwira lulusan akademi di Sukabumi IWN sangat mempertimbangkan karir di instansi kerjanya. Berdasarkan itu maka IWN sangat tidak ingin terlibat dalam urusan tambang apalagi berkaitan dengan suap menyuap. IWN hanya mau menyelesaikan persoalan sesuai kapasitasnya tanpa perlu adanya imbalan. Itulah sebabnya ketika IWN bertugas di Bangka Barat dan mengatasi kerusuhan antara aparat-laut dengan masyarakat tambang tentang besaran upeti yang harus disetorkan ke aparat-laut sehingga menyebabkan ko nflik. Masyarakat keberatan dengan besaran upeti untuk “satu bendera” yang saat itu dikenakan Rp 3500 per kilo timah. Masyarakat tambang menghendaki Rp 1500 per kilo timah. Tarik menarik itulah yang menyebabkan IWN turun tangan dan AP juga hadir di sana sebagai penengah. Dari sinilah AP berkenalan dengan IWN untuk tujuan yan sama, yaitu sama-sama menyelesaikan konflik. Jejaring mereka berlanjut. Meski IWN telah pindah tugas di ibukota provinsi Pangkalpinang dan kemudian pindah lagi setelah dua tahun sekitar tahun 2004- 06 ke kantor pusat mereka di Jakarta tetapi hubungan mereka tetap berlanjut. Bahkan IWN sendiri selalu menawarkan kepada AP untuk membuka apa saja yang dapat mendatangkan uang serta membantu masyarakat; dan manakala mendapatkan gangguan dalam usahanya dapat menghubungi IWN. Artinya IWN menawarkan jaminan keamanan kepada AP tanpa perlu adanya transaksi ekonomi di dalamnya. Dasar kepercayaan dan sikap yang sama menolak terhadap berbagai penyimpangan dan membantu masyarakat atau berbuat baik terhadap sesama menyebabkan hubungan mereka terjalin dengan sangat baik. Meski hingga saat ini AP sendiri tidak pernah memanfaatkan jejaring antara mereka berkaitan dengan kepentingan yang ditawarkan itu. Jejaring AP dengan HAN 25 thn. Pada dasarnya hubungan AP dengan HAN adalah hubungan bapak-anak. AP menghendaki agar pekerjaan yang 11 Dimaksud dengan harga „standar‟ adalah harga dari kolektor dengan jaminan dengan harga „pasar‟ yang berlaku saat itu. intinya, harga jual yang ditawarkan AP dan uang yang diterimanya berkirang sekitar 10 dari harga pasar itu. 121 dilakukan selama ini mulai dapat digantikan oleh anaknya HAN. Upaya tersebut mulai dilakukan sejak tahun 2005 hingga sekarang. Mirip dengan AT sebagai orang suruhan adalah cucunya ANN tetapi untuk AP adalah anak laki-lakinya langsung. Cara atau pembelajaran adalah sama, yaitu menyertakan mereka dalam setiap aktivitas yang dilakukan AP maupun AT. Jadi hampir semua terkait tambang maupun bukan dikenalkan dengan jejaring yang mereka miliki. Nampak sebagai strategi untuk memupuk kepercayaan dan kepercayaan ini sebagai dasar untuk beraktivitas lebih lanjut. Dalam praktik tidak semua dapat menerima itu. Ada empat kolektor teman AP hanya tiga saja yang cukup baik dengan HAN dan justru ketiganya beretnis Tionghoa, sementara YEP yang tinggal di kampung Tanjung di Muntok tidak terlalu baik. Gejalanya terlihat ketika HAN diminta untuk mengantarkan timah atau meminjamkan uang tambahan untuk operasi TI ayahnya, HAN sering menolak dengan berbagai alasan. Tetapi untuk ketiga teman ayahnya yang kebetulan berentis Tinghoa itu tidak ada masalah. Jejaring AP dengan Aparat Kampung FER, 35 thn dan TIH, 46 thn. Jejaring AP dengan aparat kampung tidak cukup baik. Sejak purna-bakti tahun 1996 lalu hubungan AP dengan pihak aparat seperti tersekat. Setelah tidak lagi sebagai Kepala Kampung AP banyak berkiprah di masyarakat sehingga memang banyak yang berkaitan dengan pembangunan kampung warga yang mengeluh kepada AP. Sebagai orang yang pernah duduk di birokrasi tentu tahu tindakan apa yang harus dilakukan terkait keluhan warga itu. Di sinilah benturan itu terjadi. Aparat merasa bahwa sebaiknya warga mengeluh kepada mereka dan di selesaikan di kantor tetapi sebaliknya warga sudah melapor namun hasilnya tidak memuaskan maka pindah ke AP. Sebagai contoh, meski keluarga miskin berdasar data BPS, 2010 tidak banyak di Airputih tetapi tidak ada salahnya di data ada berapa banyak. Selanjutnya bentuk kompensasi terserah pemerintah kabupaten. Data sudah diberikan tetapi aparat kampung melalui FER sebagai Kepala Kampung pengganti tidak bersikap. Ketika persoalan itu diserahkan ke AP segera diambil tindakan oleh AP dan membawa persoalan itu ke kabupaten. Terlepas dari kompensasi dapat cepat atau lambat sesungguhnya tidak terlalu dipersoalkan warga tetapi bentuk perhatian aparat terhadap warga itulah yang diutamakan. Dengan kata lain, bahwa aparat bertolak belakang dengan AP hanya karena sikap mereka saja 122 yang tidak sesuai dengan pekerjaan yang seharusnya diemban. Tidak jauh berbeda dengan TIH sebagai Kepala Dusun Kadus sebagai pimpinan dusun di wilayah AP tinggal. Terlepas dari persoalan bahwa usia TIH lebih muda tetapi konflik kepentingan dengan warga menjadi tinggi terkait timah. TIH memposisikan diri sebagai pengambil fee dari setiap warga yang mendulang timah dengan alasan kerusakan lingkungan. Dalam hubungan ini TIH bekerja sama dengan aparat di laut. Padahal aparat itu tidak ada hubunganya dengan urusan timah di pesisir pantai. TIH membutuhkan jaminan keamanan dan jaminan itu sebagai penguat legitimasi TIH untuk menarik fee tadi. AP berjejaring dengan Her 55 thn. Dengan HER, AP berteman. Hubungan mereka sudah terbentuk jauh sebelum maraknya timah. HER tinggal di Jebus. Kota ini banyak diisi oleh etnis Tionghoa sehingga dinamika ekonominya cukup tinggi. Ketika pemekaran terjadi dan Bangka Barat membentuk kabupaten sendiri, Jebus sempat dijadikan alternatif sebagai ibukota kabupaten. Tarik menarik itu cukup kuat. Elite di Jebus dan Muntok sampai harus rapat beberapa kali hingga akhirnya diputuskan bahwa Muntok sebagai ibukota kabupaten dengan alasan kesejarahan. Berkenaan dengan jejaring AP dengan HER di kota Jebus ini adalah kepentingan AP sendiri untuk membuka usaha sebagai kolektor tambang. AP berharap dengan bantuan HER sudah lama sebagai kolektor di Jebus dapat mempermudah dirinya mendapatkan izin usaha sebagai kolektor. Tetapi korporasi tambang menolak dengan alasan wilayah kerja. Pengalaman tersebut mendorong AP untuk tidak sepaham dengan korporasi tambang dan akhirnya sebagai anti-tambang.

4. Simpul-simpul Jaringan Kepentingan Aktor Petambang