139
BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
1. Kesimpulan
Dengan merujuk rumusan pertanyaan yang tertuang dalam Bab 1 penelitian memiliki dua simpulan, yaitu simpulan pertama dengan menjawab pertanyaan:
bagaimana dinamika kontestasi yang terjadi dan pada simpul-simpul kepentingan para aktor tambang yang saling berhadapan? Ruang tarung
sosial dalam kontestasi perebutan sumberdaya timah menunjuk pada dinamikanya. Dinamika dalam ruang tambang terbentuk karena adanya
keterlibatan kepentingan aktor di dalamnya. Aktor yang terdiri dari Aktor Pembaru AP dan Aktor Transisi AT memiliki beragam kepentingan yang diformulasikan
sebagai kepentingan utama dan kepentingan alternatif. AP menempatkan sumberdaya timah sebagai kepentingan utama dan difokuskan bagi kemandirian
ekonomi rumah tangga, akumulasi kapital dan survival. Di samping kepentingan utama AP juga mempunyai 3 kepentingan alternatif lain sebagai pendukung,
yaitu: 1 sebagai KK; 2 berkebun dan toko kelontong; dan 3 tambak ikan, generatorgenset, perahu dan dua bagan serta ojek laut.
Aktor Transisi AT pun tidak jauh berbeda. AT juga menempatkan timah sebagai sumberdaya utama yang difokuskan bagi kemandirian ekonomi rumah
tangga, ekonomi berbagi dan survival. Di samping kepentingan utama tadi AT juga mempunyai kepentingan alternatif yaitu berkebun, berladang dan toko
kelontong. Kepentingan alternatif AT memang tidak sebanyak yang dimiliki AP tetapi tidak berarti ketika kepentingan utama timah sama sekali mandeg AT
akan kesulitan pemasukan ekonomi rumaah tangganya. Kepentingan ekonomi rumah tangga AT meski ketika timah lagi booming saat ini tidak terlalu terganggu
dan AT masih memiliki waktu yang cukup merawat serta melakukan inovasi- inovasi baru. Hubungannya dengan keamanan pangan keluarga AT justru
ditopang oleh kepentingan alternatif tersebut dan alternatif itu telah dilakukan seumur hidupnya.
Baik AT maupun AP memiliki simpul-simpul kepentingan yang sangat kuat strong untuk kepentingan produksi timah dan kekerabatan. Kedua simpul-
simpul kepentingan ini berada di atas segala-galanya. AT sendiri dengan mempercayakan jejaring produksi timahnya dengan sahabatnya waktu bekerja
140 bersama sebagai karyawan penambangan korporasi, sedangkan AP
mempercayakan jejaring kepentingan produksi timahnya kepada keempat teman masa kanak-kanak mereka. Masih dalam jejaring yang sama kepentingan
produksi timah, AT dan AP mempercayakan cucu untuk AT anak untuk AP. Dasar-dasar kepercayaan yang berlangsung ini memang masih bersifat
tradisional dan personal sehingga dalam jangka panjang tidak akan menjadi besar sebagai sebuah lembaga formal.
Simpul-simpul kepentingan AT dan AP yang paling lemah weak adalah yang tidak ada hubungannya dengan produksi timah, namun dengan kekecualian di
mana simpul-simpul kepentingan kultural yang dimiliki AT masih cukup kuat. AT meski zaman sudah berubah memasuki masyarakat modern tetapi kepercayaan
warga masyarakat atas AT terkait simpul kultural itu masih cukup kuat. Walau AT sendiri mengistilahkan sebagai syirik, setelah dirinya naik haji, tetapi tidak dapat
menolak jika ada warga meminta bantuan untuk mengatasi mereka yang terkena makhluk halus. AP sendiri yang tidak memiliki simpul-simpul itu tetapi cukup kuat
dengan simpul-simpul pengetahuan keteknikan. Simpul-simpul kepentingan AT dan AP juga sangat lemah dalam dukungan
politik bahkan terkesan anti-politik weak. Kedua aktor meski mereka aktor di kampungnya masing-masing tetapi terkait politik praktis mereka sangat lemah.
Bahkan AP karena ekologi kampung Airputih yang tidak memiliki akses dalam infrastruktur menyebabkan kampung terisolasi dari politik praktis. Sedangkan AT
dengan kampung Mayangnya meski dengan jejaring infrastruktur yang lebih baik tetapi tidak dapat diharapkan adanya dukungan politik dari kampung kepada
tokoh politik lokal. Berdasarkan catatan historis antar-aktor dalam kontestasinya memperebutkan
sumberdaya timah di Bangka maka melalui simpul-simpul kepentingan dan membandingkan simpul-simpul kepentingan AT dan AP secara keseluruhan
ternyata simpul-simpul kepentingan AT lebih berjejaring dan bernuasa politik serta bersifat terbuka. Simpul-simpul kepentingan jejaring AP dalam catatan
historisnya berjejaring dalam cakupan yang terbatas dan berorientasi ke masyarakat serta bersifat ke dalam.
Simpulan kedua menjawab pertanyaan, bagaimana arah transisi
konsolidasi demokrasi aktor terkait sumberdaya timah di Bangka?
Berdasarkan analisis lapangan membuktikan bahwa arah transisi konsolidasi
141 demokrasi terkait perebutan sumberdaya timah di Bangka menuju ke arah yang
tidak tepat alias terbelah. Di satu sisi demokrasi yang terjadi dimanipulasi untuk kepentingan aktor yang dikemas dengan dan atas nama rakyat. Jargon politik
yang mengetengah kan “timah untuk rakyat” sesungguhnya berhasil meracuni
masyarakat Bangka. Paling tidak terjadi dalam dua hal, yakni: pertama, kerusakan lingkungan semakin menjadi-jadi dan makin meluas; dan kedua,
masyarakat penambang sesungguhnya dibuai oleh kepentingan dan kenikmatan sesaat karena sesungguhnya, berdasarkan hasil lapangan membuktikan bahwa
masyarakat penambang tidak semakin kaya dan bertahan dengan kekayaannya itu tetapi yang terjadi adalah, sebaliknya, yaitu proses pemiskinan. Di sisi lain,
ada masyarakat yang sama sekali tidak tergerak dengan urusan timah tetapi tetap dapat bertahan hidup tanpa timah.
Berdasarkan kedua simpulan tersebut dapat dideskripsikan bahwa dalam kontestasi memperebutkan sumberdaya timah di Bangka memang problematik.
Berdasarkan teori strukturasi Giddens di mana struktur menentukan agensi maka dengan sangat jelas tergambar bahwa representasi kedua aktor AT dan AP
menunjuk perbedaan yang berarti di hulunya termasuk bentuk kontestasi yang diperankan keduanya. Dalam hubungannya dengan produksi timah mereka
nampak sepakat sewaktu AP masih aktif di tambang dan bersama warga menempatkan komoditas ini sebagai kepentingan utama. Dengan penetapan
pilihan ini maka hampir tidak mungkin struktur negara Pemda misalnya membingkainya melalui regulasi dengan beragam sanksi di dalamnya. Dalam
berbagai kasus lapangan dengan teknik semacam itu justru menumbuh-suburkan beragam penyimpangan baik di dalam struktur birokrasi maupun aparatus
keamanan di lapangan. Tanpa perlu menyebut berbagai bentuk penyimpangan tetapi pada dasarnya dapat merusak dan mengeropos sendi-sendi jejaringan
birokrasi tersebut. Selanjutnya, berkenaan dengan peranan dan kiprah yang dimainkan AT
maupun AP dalam berkotestasi memperebutkan sumberdaya timah di Bangka menunjukkan bahwa simpul-simpul kepentingan mereka, bagaimana mereka
beraksi maupun jejaring yang mereka ciptakan menjelaskan, inisial AT yang semula disandang sebagai istilah Aktor Transisi adalah lebih relevan jika
penamaannya disebut sebagai “Aktor Pragmatis”. AP melalui simpul-simpul
kepentingan maupun jejaring yang dibentuk AP maka istilah yang semula disebut
142 sebagai Aktor Pembaru dalam hubungannya dengan kontestasi tambang timah
di Bangka lebih tepat atau relevan jika disebut sebagai “Aktor Rasional”.
2. Rekomendasi Kebijakan