Aroma Uji Organoleptik Akhir

atau berada pada kisaran agak disukai. Sampel dengan nilai rata-rata terendah adalah sampel 3 yaitu 3.00 yang berarti panelis lebih menyukai warna dari sampel tersebut. Gambar 2. Histogram tata-rata skor hedonik warna Keterangan gambar : Formula terdiri dari sari belimbing : sari jahe : larutan gula : air Formula 1 = 50 : 8 : 25 : 17 Formula 2 = 50 : 8 : 30 : 12 Formula 3 = 50 : 8 : 35 : 7 Formula 4 = 50 : 8 : 40 : 2

b. Aroma

Aroma adalah bau yang ditimbulkan oleh rangsangan kimia yang tercium oleh syaraf-syaraf olfaktori yang berada dalam rongga hidung ketika makanan masuk ke dalam mulut. Rekapitulasi nilai hedonik untuk parameter aroma dapat dilihat pada Lampiran 7. Analisis varian ANOVA dapat dilihat pada Lampiran 9. Jahe yang dianggap berkontribusi pada aroma ditambahkan dalam jumlah yang sama. Dengan demikian perbedaan konsentrasi gula dan sinerginya dengan komponen lain diharapkan memberikan perbedaan aroma pada produk. 2,7 2,8 2,9 3 3,1 3,2 3,3 3,4 3,5 1 2 3 4 Formulasi R a ta -ra ta S k o r H e d o n ik Gambar 3. Histogram rata-rata skor hedonik aroma Keterangan gambar : Formula terdiri dari sari belimbing : sari jahe : larutan gula : air Formula 1 = 50 : 8 : 25 : 17 Formula 2 = 50 : 8 : 30 : 12 Formula 3 = 50 : 8 : 35 : 7 Formula 4 = 50 : 8 : 40 : 2 Hasil perhitungan terhadap rata-rata skor hedonik aroma menunjukkan bahwa sampel 1 memiliki skor rata sebesar 4.00 yang berada pada kisaran netral. Sampel 2 memiliki skor rata-rata sebesar 4.03 yang juga berada pada kisaran netral. Sampel 3 dan 4 masing-masing memiliki skor rata- rata 3.83 dan 3.40 yang berada pada kisaran agak disukai hingga netral. Hasil analisis varian menunjukkan bahwa variasi formulasi memberikan pengaruh nyata p = 0.05 pada penerimaan panelis terhadap parameter aroma. Dari hasil uji lanjut Duncan diperoleh bahwa formulasi 3 dan 4 adalah formulasi yang paling disukai aromanya oleh panelis. Terlihat pula bahwa perbedaan formulasi kedua jenis formula tersebut tidak mempengaruhi tingkat kesukaan panelis.

c. Rasa

Rasa merupakan parameter yang digunakan untuk menilai cita rasa dari suatu produk pangan. Rekapitulasi nilai hedonik untuk rasa dapat dilihat pada Lampiran 7. Analisis varian ANOVA dapat dilihat pada Lampiran 10. 3 3,2 3,4 3,6 3,8 4 4,2 1 2 3 4 Formulasi R a ta -r at a S k or H e do ni k Gambar 4. Histogram rata-rata skor hedonik rasa Keterangan gambar : Formula terdiri dari sari belimbing : sari jahe : larutan gula : air Formula 1 = 50 : 8 : 25 : 17 Formula 2 = 50 : 8 : 30 : 12 Formula 3 = 50 : 8 : 35 : 7 Formula 4 = 50 : 8 : 40 : 2 Hasil perhitungan terhadap rata-rata skor hedonik rasa menunjukkan bahwa sampel 1 memiliki skor rata sebesar 4.77 yang berada pada kisaran netral hingga agak tidak disukai. Sampel 2 memiliki skor rata-rata sebesar 4.40 yang juga berada pada kisaran netral. Sampel 3 memiliki skor rata- rata sebesar 4.07 yang berada pada kisaran netral dan sampel 4 yang memiliki skor rata-rata 3.50 yang berada pada kisaran agak disukai . Berdasarkan analisis varian terlihat bahwa variasi sampel memberikan pengaruh nyata p = 0.05 terhadap penerimaan panelis. Dengan uji lanjut Duncan dapat diketahui bahwa formula 3 dan 4 adalah formula yang paling disukai rasanya oleh panelis. Tingkat penerimaan kedua formula tersebut tidak berbeda yang artinya perbedaan formulasi tidak mempengaruhi tingkat penerimaan panelis terhadap kedua sampel tersebut. Dari hasil uji organoleptik di atas selanjutnya akan ditentukan formulasi yang paling disukai dengan mempertimbangkan parameter rasa dan aroma. Parameter warna tidak dipertimbangkan karena parameter tersebut tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kesukaan panelis. Artinya formulasi 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 Formulasi R a ta -r a ta S k o r H e d o n ik manapun yang terpilih memiliki kisaran nilai kesukaan yang sama dengan formulasi yang memiliki nilai kesukaan tertinggi. Berdasarkan pertimbangan parameter rasa dan aroma, sampel 4 dipilih untuk diteliti lebih lanjut. Sampel ini terpilih karena berdasarkan skor aroma sampel ini tersebut memiliki nilai rata-rata terkecil yaitu 3.40 yang berada pada kisaran agak disukai, sedangkan berdasarkan skor rasa sampel tersebut juga memiliki skor rata-rata terendah yaitu, sebesar 3.50 yang berada pada kisaran agak disukai hingga netral.

2. Uji Kimia Formulasi Terpilih

Uji kimia formulasi terpilih dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui karakteristik kimia formulasi meliputi pH, total asam tertirasi TAT, kadar vitamin C, total padatan terlarut TPT, dan aktivitas antioksidan. Formulasi yang terpilih adalah formulasi dengan persentase sari belimbing wuluh 50, sari jahe 8, larutan gula 40, dan air 2. Hasil analisis karakteristik kimia formulasi dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Karakteristik kimia formulasi terpilih Parameter Jumlah pH 2.54 TAT ml 100 g sampel 12.78 Vitamin C mg 100 g sampel 18.69 TPT 14.92 Aktivitas antioksidan 3.30 Dari tabel terlihat bahwa produk minuman belimbing wuluh-jahe dapat dikategorikan sebagai pangan berasam rendah yang diharapkan memiliki ketahanan cukup tinggi terhadap kerusakan mikrobiologis. Kandungan vitamin yang cukup tinggi diharapkan dapat membantu memenuhi kebutuhan vitamin C sehari-hari. Kebutuhan vitamin C berbeda-beda untuk setiap orang berdasarkan usia dan kondisi fisiologis tubuh. Kebutuhan vitamin C untuk pria dan wanita berumur 1-10 tahun sebesar 30 mg perhari, 11-14 tahun sebesar 35 mg perhari dan 40 mg perhari untuk usia 15-50 tahun Ball, 1994. Dengan mengkonsumsi sari buah belimbing wuluh jahe ini maka kebutuhan vitamin C yang terpenuhi adalah 62.30 untuk umur 1- 10 tahun, 53.40 untuk umur 11-14 tahun, dan 46.72 untuk umur 15-50 tahun.

4.4. Evaluasi Mutu Selama Penyimpanan 1. Pembuatan Ulang Produk

Pembuatan ulang produk dilakukan terhadap formulasi terpilih dengan komposisi 50 sari belimbing wuluh, 8 sari jahe, 40 larutan gula dan 2 air. Formulasi ini dimasak di atas kompor pada suhu 70 C selama menit. Produk diisikan ke dalam wadah plastik cup dalam keadaan panas hot filling. Kemasan kemudian diseal dengan tutup plastik dengan sealer lampiran 4. Produk kemas selanjutnya dipasteurisasi pada dua perlakuan suhu dan waktu yang berbeda. Tujuan proses pemanasan yang dilakukan pada produk buah adalah inaktivasi mikroba pembusuk seperti kapang, khamir, bakteri asam laktat dan juga enzim yang dapat menyebabkan kerusakan selama proses dan penyimpanan. Tidak seperti produk susu, tidak ada pengaturan perlakuan yang harus dipatuhi dan kondisi yang biasa dilakukan secara komersial tidak selalu diterapkan. Perlakuan pasteurisasi juga akan meminimalkan perubahan karakteristik sensori dan nilai nutrisi Fellows, 2000. Pasteurisasi dilakukan pada suhu 70 C selama 15 menit dan 80 C selama 10 menit. Selanjutnya produk disimpan pada dua suhu yang berbeda pula yaitu suhu ruang dan suhu refrigerator.

2. Nilai pH

Nilai pH merupakan salah satu parameter yang penting untuk diukur jika dihubungkan dengan perubahan kualitas suatu produk pangan yang disimpan. Perubahan nilai pH yang signifikan dapat mengubah rasa dari suatu produk makanan. Produk dengan keasaman rendah umumnya cenderung lebih awet karena mikroba akan sulit tumbuh pada media dengan keasaman tinggi. Pengamatan terhadap nilai pH dilakukan selama delapan minggu dengan interval pengukuran dua minggu sekali. Hasil pengamatan menunjukkan fluktuasi perubahan nilai pH. Secara keseluruhan grafik linear pH memperlihatkan bahwa nilai pH semakin menurun selama penyimpanan Gambar 5 dan 6, yang berarti produk menjadi semakin asam. Penurunan pH yang dialami produk dapat dikatakan cukup ekstrim. Nilai pH pada awal penyimpanan berada pada kisaran 2.52 dan 2.57, sedangkan pada akhir penyimpanan minggu delapan berada pada kisaran 1.9 hingga 1.6. Hasil pengukuran selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 11. Gambar 5. Nilai pH produk pasteurisasi 70 C Penurunan nilai pH disebabkan oleh terbentuknya asam pada produk yang dihasilkan oleh aktivitas mikroba. Mikroba yang sering dikaitkan dengan kerusakan minuman sari buah adalah khamir, bakteri asam laktat, beberapa bakteri tidak tahan asam, dan beberapa jenis kapang. Namun penyebab kerusakan utama biasanya adalah khamir Davenport, 1998. Selain itu juga dapat disebabkan oleh adanya kandungan pati atau gula dalam bahan. Menurut Banks dan Greenwood 1975 yang dikutip oleh Sugani 1981, molekul pati cenderung menarik partikel bermuatan negatif. Sifat pati ini dimiliki juga oleh gula karena sifat tersebut terutama disebabkan oleh gugus-gugus hidroksilnya. Penarikan ion OH- kesekitar molekul gula akan mengakibatkan konsentrasi efektif ion H+ ke dalam larutan meningkat sehingga pH akan turun. 0.5 1 1.5 2 2.5 3 2 4 6 8 Waktu simpan minggu pH suhu ruang suhu refri Linear suhu refri Linear suhu ruang Gambar 6. Nilai pH produk pasteurisasi 80 C Analisa keragaman ANOVA menunjukkan adanya perbedaan nyata pH produk yang disimpan pada suhu ruang maupun suhu refrigerator setiap minggunya selama penyimpanan Tabel 7 dan 8. Analisis ini dipertegas dengan uji lanjut Duncan Lampiran 12. Tabel 7. Rataan pH produk pasteurisasi 70 C Minggu Penyimpanan Suhu Ruang Penyimpanan Suhu Refrigerator A B A B 0 2.52 a 2.52 a 2 2.77 b +10.20 2.70 b +7.14 4 1.95 c -22.42 1.92 c -23.60 6 1.81 d -28.17 1.84 c -26.98 8 1.64 e a -34.70 1.95 c a -22.62 Rataan 2.14±0.48 2.19±0.39 Keterangan : Rataan untuk n = 5 Huruf yang menyatakan tidak berbeda nyata pada alpha 0.05 = hasil uji t-Test, huruf yang sama menyatakan tidak berbeda nyata α=0.05 A = perubahan nilai pH setiap minggu B = Persentase perubahan nilai pH pada minggu N terhadap minggu 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 2 4 6 8 Waktu simpan minggu pH suhu ruang suhu refri Linear suhu ruang Linear suhu refri Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa pH minuman yang dipasteurisasi suhu 70 C dan disimpan di suhu ruang berbeda nyata setiap minggunya ditunjukkan dengan tidak adanya huruf yang sama. Hal ini berarti pula bahwa penambahan ion H + yang berkontribusi pada tingkat keasaman semakin meningkat dengan semakin meningkatnya umur simpan. Untuk produk yang disimpan pada suhu refrigerator perbedaan nyata terlihat pada minggu 0 dan 2, sedangkan minggu selanjutnya nilai pH tidak berbeda nyata. Uji t-Test dilakukan pada produk dengan kondisi penyimpanan yang berbeda untuk mengetahui pengaruh suhu penyimpanan terhadap pH produk yang dipasteurisasi suhu 70 C. Uji ini dilakukan dengan membandingkan skor rata-rata pengukuran minggu kedelapan. Hal ini dikarenakan standar deviasi yang dimiliki oleh rata-rata dari delapan minggu penyimpanan terlalu besar sehingga mengurangi ketepatan pengukuran. Selain itu umur simpan yang diharapkan dimiliki oleh produk adalah delapan minggu. Hasil uji menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan nyata pH produk yang disimpan pada suhu ruang dan suhu refrigerator. Dapat disimpulkan bahwa untuk produk yang dipasteurisasi 70 C dapat disimpan pada suhu ruang maupun refrigerator karena pengaruh yang ditimbulkan terhadap perubahan pH adalah sama. Persentase perubahan nilai pH diukur dengan dua jenis perbandingan, yaitu perbandingan angka setiap minggu dan perbandingan angka pada minggu tertentu dengan minggu ke-0. Hasil pada tabel menunjukkan bahwa secara umum penurunan pH terbesar terjadi pada produk yang disimpan pada suhu ruang. Dengan demikian untuk memperkecil kerusakan produk karena penurunan pH, produk dapat disimpan pada suhu refrigerator. Tabel 8. Rataan pH produk pasteurisasi 80 C Minggu Penyimpanan Suhu Ruang Penyimpanan Suhu Refrigerator A B A B 0 2.57 a 2.57 a 2 2.62 a +3.96 2.77 b +7.78 4 1.96 b -223.73 1.96 c -23.54 6 1.81 c -29.57 1.8 d -29.96 8 1.66 d a -35.20 1.87 d a -28.40 Rataan 2.12±0.44 2.19±0.44 Keterangan : Rataan untuk n = 5 Huruf yang menyatakan tidak berbeda nyata pada alpha 0.05 = hasil uji t-Test, huruf yang sama menyatakan tidak berbeda nyata α=0.05 A = perubahan nilai pH setiap minggu B = Persentase perubahan nilai pH pada minggu N terhadap minggu 0 Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa pH produk yang dipasteurisasi suhu 80 C dan disimpan di suhu ruang tidak berbeda nyata pada minggu 0 dan 2, dan berbeda nyata pada minggu-minggu berikutnya. Untuk produk yang disimpan pada suhu refrigerator menunjukkan perbedaan nyata pH pada minggu 0, 2, 4 dan tidak berbeda nyata pada dua minggu terakhir. Hasil uji t-Test untuk dua produk yang disimpan pada suhu berbeda menunjukkan tidak ada pengaruh nyata suhu penyimpanan yang berbeda terhadap nilai pH. Dengan demikian untuk produk yang dipasteurisasi suhu 80 C dapat disimpan di kedua jenis suhu penyimpanan tersebut karena perbedaan suhu penyimpanan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap perubahan nilai pH selama penyimpanan. Berdasarkan perlakuan suhu penyimpanan, penyimpanan pada suhu refrigerator relatif lebih kuat menahan perubahan nilai pH. Penurunannya lebih kecil jika dibandingkan dengan produk yang disimpan pada suhu ruang. Hasil perhitungan terhadap persentase penurunan nilai pH menunjukkan fakta tersebut.

3. Total Asam Teritrasi TAT

Pengamatan terhadap total asam tertitrasi dilakukan setiap dua minggu sekali selama delapan minggu penyimpanan. Hasil pengamatan terhadap total asam tertitrasi TAT menunjukkan hasil yang cukup bervariasi. Hasil linearisasi data menunjukkan nilai total asam cenderung mengalami peningkatan hingga minggu akhir penyimpanan Gambar 7 dan 8 pada produk yang dipasteurisasi 70 C dan 80 C dan disimpan di kedua suhu, ruang dan refrigerator. Total asam tertitasi diukur berdasarkan netralisasi ekstrak buah dengan basa kuat. Saat netralisasi, fenol, asam askorbat, dan asam amino bereaksi pula dengan basa. Oleh karena itu total asam tertitrasi tidak menyatakan asam bebas yang sebenarnya terdapat dalam buah Ranggana, 1977. Gambar 7. Nilai TAT produk pasteurisasi 70 C Peningkatan yang sangat tinggi terjadi pada produk yang disimpan pada suhu ruang. Pada akhir penyimpanan nilai total asam produk yang dipasteurisasi suhu 70 C sebesar 22.7150 ml NaOH 100 g sampel, sedangkan untuk produk yang dipasteurisasi suhu 80 C nilai total asam adalah sebesar 23. 1150 ml NaOH 100 g sampel. 5 10 15 20 25 2 4 6 8 Waktu simpan minggu TA T suhu ruang suhu refri Linear suhu ruang Linear suhu refri Gambar 8. Nilai TAT produk pasteurisasi 80 C Analisa keragaman ANOVA menunjukkan adanya perbedaan nyata nilai total asam pada produk yang dipasteurisasi 70 C dan 80 C yang disimpan baik pada suhu ruang dan refrigerasi berdasarkan periode waktu Tabel 9 dan 10. Tabel 9. Rataan nilai TAT produk pasteurisasi 70 C Minggu Penyimpanan Suhu Ruang Penyimpanan Suhu Refrigerator A B A B 0 13.59 a 13.59 a 2 10.75 c -20.89 10.55 b -22.36 4 10.16 c -25.23 10.28 b -24.35 6 10.75 c -20.89 18.15 c +33.55 8 22.71 d a +67.14 17.24 c b +31.34 Rataan 13.13±5.67 Keterangan : Rataan untuk n = 5 Huruf yang menyatakan tidak berbeda nyata pada alpha 0.05 = hasil uji t-Test, huruf yang sama menyatakan tidak berbeda nyata α=0.05 A = perubahan nilai TAT setiap minggu B = Persentase perubahan nilai TAT pada minggu N terhadap minggu 0 5 10 15 20 25 2 4 6 8 Waktu simpan minggu TA T suhu ruang suhu refri Linear suhu ruang Linear suhu refri Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa perbedaan nilai total asam produk yang disimpan pada suhu ruang terjadi pada minggu kedua dan keempat, serta stabil tidak berbeda pada minggu keempat dan keenam. Perbedaan mulai muncul kembali pada minggu kedelapan penyimpanan. Untuk produk yang disimpan pada suhu refrigerator, perubahan tidak terlalu dapat didefinisikan dengan jelas karena penurunan terjadi pada antara minggu kedua dan keempat serta antara minggu keenam dan delapan. Hasil uji t-Test untuk produk yang dipasteurisasi suhu 70 C menunjukkan bahwa perlakuan perbedaan suhu penyimpanan memberikan pengaruh nyata terhadap peningkatan nilai total asam tertitrasi produk. Hasil perhitungan terhadap persentase peningkatan nilai total asam tertitrasi memperlihatkan bahwa produk yang disimpan pada suhu ruang memberikan peningkatan yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan awal penyimpanan yaitu sebesar 67.14. Peningkatan nilai TAT tersebut dapat dihubungkan dengan penurunan nilai pH dimana nilai pH yang semakin asam dapat meningkatkan konsentrasi ion H + untuk dinetralkan oleh ion OH - dari basa kuat. Dengan demikian untuk produk dengan perlakuan pasteurisasi 70 C penyimpanan lebih baik dilakukan pada suhu refrigerator. Tabel 10. Rataan nilai TAT produk pasteurisasi 80 C Minggu Penyimpanan Suhu Ruang Penyimpanan Suhu Refrigerator A B A B 0 12.778 a 12.78 a 2 10.55 a +17.45 10.24 a -19.87 4 10.14 a -20.65 11.15 a -12.71 6 12.27 a -3.39 11.90 a -6.84 8 23.11 b a +80.86 17.64 b b +18.07 Rataan 13.24±5.67 12.72±2.91 Keterangan : Rataan untuk n = 5 Huruf yang menyatakan tidak berbeda nyata pada alpha 0.05 = hasil uji t-Test, huruf yang sama menyatakan tidak berbeda nyata α=0.05 A = perubahan nilai TAT setiap minggu B = Persentase perubahan nilai TAT pada minggu N terhadap minggu 0 Uji lanjut Duncan menunjukkan perbedaan nilai total asam terjadi pada minggu terakhir penyimpanan. Hal yang sama terjadi pula pada produk yang disimpan pada suhu refrigerator. Pada minggu-minggu awal penyimpanan hingga minggunya yang keenam, nilai total asam cenderung tidak berbeda nyata. Hasil uji t-Test menunjukkan adanya pengaruh nyata perbedaan kondisi penyimpanan terhadap nilai total asam produk. Seperti perlakuan sebelumnya, terlihat bahwa persentase peningkatan tertinggi terjadi jika produk disimpan pada suhu ruang. Dengan demikian, produk yang dipasteurisasi suhu 80 C lebih baik disimpan paada suhu refrigerator untuk lebih meminimalkan kerusakan akibat peningkatan total asam tertitrasi.

4. Kadar Vitamin C

Vitamin C merupakan vitamin yang bersifat tidak stabil dan mudah mengalami kerusakan. Pengukuran vitamin C sering digunakan sebagai parameter penurunan mutu produk selain hidrolisis gula, hilangnya SO 2 bebas, dan oksidasi flavor Beal, 1998. Minuman kesehatan belimbing wuluh-jahe mengandung vitamin C sebesar 18.69 mg asam askorbat 100 g sampel. Kadar ini menurun setelah produk mengalami proses pasteurisasi menjadi 16.99 mg asam askorbat 100 g sampel pada produk yang dipasteurisasi suhu 80 C, dan tetap untuk produk yang dipasteurisasi 70 C. Menurut Ottaway 1993, kerusakan vitamin C pada proses pasteurisasi bisa mencapai 25 dari jumlah awalnya. Hasil pengamatan terhadap kadar vitamin C produk, Vitamin C cendrung menurun selama penyimpanan. Grafik linear antara kadar vitamin C dan waktu penyimpanan menunjukkan fakta tersebut. Gambar 9. Nilai kadar vitamin C produk pasteurisasi 70 C Stabilitas vitamin C dalam produk dapat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Di samping sangat larut air, vitamin C mudah teroksidasi dan proses tersebut dipercepat oleh panas, sinar, alkali, enzim, oksidator serta katalis tembaga dan besi Winarno, 1997. Gambar 10. Nilai kadar vitamin C produk pasteurisasi 80 C Analisis keragaman ANOVA menunjukkan adanya perbedaan nyata nilai kadar vitamin C produk pasteurisasi 70 C dan 80 C yang disimpan 5 10 15 20 2 4 6 8 Waktu simpan minggu Ka d a r v it a m in C suhu ruang suhu refri Linear suhu ruang Linear suhu refri 5 10 15 20 2 4 6 8 Waktu simpan minggu K a dar vi ta m in C suhu ruang suhu refri Linear suhu ruang Linear suhu refri pada suhu ruang dan refrigerator Tabel 11 dan 12 berdasarkan periode waktu. Tabel 11. Rataan nilai kadar vitamin C produk pasteurisasi 70 C Minggu Penyimpanan Suhu Ruang Penyimpanan Suhu Refrigerator A B A B 0 18.69 a 18.69 a 2 13.59 ab -37.52 16.14 a -13.64 4 7.65 bc -59.06 13.59 a -27.29 6 10.20 bc -45.42 13.56 a -27.26 8 6.70 c a -63.67 6.80 b a -63.62 Rataan 11.38±4.86 13.76±4.43 Keterangan : Rataan untuk n = 5 Huruf yang menyatakan tidak berbeda nyata pada alpha 0.05 = hasil uji t-Test, huruf yang sama menyatakan tidak berbeda nyata α=0.05 A = perubahan nilai vitamin C setiap minggu B = Persentase perubahan nilai vitamin C pada minggu N terhadap minggu 0 Uji lanjut Duncan menunjukkan adanya perbedaan nilai kadar vitamin C pada minggu kedua dan minggu terakhir produk yang disimpan di suhu runag. Untuk produk yang disimpan pada suhu refrigerator, produk cenderung konstan hingga minggu keenam dan perubahan terjadi pada minggu kedelapan penyimpanan. Hasil uji t-Test menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan nyata nilai kadar vitamin C produk yang disimpan pada suhu ruang dan suhu refrigerator. Dengan mempertimbangkan persentase penurunan kadar vitamin C di akhir penyimpanan dibandingkan dengan minggu ke-0, produk dapat disimpan pada suhu refrigerator untuk meminimalisasi penurunan vitamin C. Hal ini terlihat dari lebih tingginya penurunan kadar vitamin untuk produk yang disimpan pada suhu ruang. Tabel 12. Rataan nilai kadar vitamin C produk pasteurisasi 80 C Minggu Penyimpanan Suhu Ruang Penyimpanan Suhu Refrigerator A B A B 0 16.99 a 16.99 a 2 15.29 ab -10.01 16.99 a 4 10.19 bc -39.99 11.89 b -29.98 6 8.50 c -49.97 9.20 bc -45.85 8 5.10 c a -69.98 6.80 c a -59.98 Rataan 11.21±4.89 12.37±4.58 Keterangan : Rataan untuk n = 5 Huruf yang menyatakan tidak berbeda nyata pada alpha 0.05 = hasil uji t-Test, huruf yang sama menyatakan tidak berbeda nyata α=0.05 A = perubahan nilai vitamin C setiap minggu B = Persentase perubahan nilai vitamin C pada minggu N terhadap minggu 0 Uji lanjut Duncan menunjukkan adanya perbedaan nilai kadar vitamin C pada minggu keempat dan keenam pada produk yang yang disimpan di suhu ruang. Untuk produk yang disimpan di suhu refrigerator perbedaan terjadi pada minggu antara minggu kedua dan keempat dan antara minggu keenam dan kedelapan. Hasil uji t-Test menunjukkan tidak adanya perbedaan nyata pengaruh suhu penyimpanan terhadap nilai kadar vitamin C selama penyimpanan. Perhitungan terhadap persentase penurunan kadar vitamin C memperlihatkan bahwa produk yang disimpan pada suhu ruang cenderung mengalami penurunan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan produk yang disimpak pada suhu refrigerator. Dengan demikian produk dengan perlakuan pasteurisasi suhu 80 C lebih baik disimpan pada suhu refri, walaupun hasil uji t-Test menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Secara keseluruhan terlihat bahwa produk yang disimpan pada suhu refrigerator cenderung mengalami perubahan yang tidak terlalu besar pada setiap minggunya dan nilai akhir kadar vitamin C juga lebih besar daripada produk yang disimpan pada suhu ruang. Menurut Ball 1994, vitamin C cencerung lebih stabil jika disimpan pada suhu rendah. Oleh karena itu, untuk penyimpanan produk disarankan pada suhu rendah untuk meminimalisasi penurunan kadar vitamin C. Suhu pasteurisasi yang berbeda memang berpengaruh terhadap perbedaan nilai vitamin C. Semakin tinggi suhu pasteurisasi yang diberikan maka nilai kadar vitamin C yang dikandung juga akan semakin rendah mengingat bahwa vitamin C akan tidak tahan terhadap suhu tinggi. Suhu penyimpanan juga berpengaruh terhadap penurunan viatamin C mengingat suhu rendah lebih dapat menahan laju dari sebagian besar reaksi. Namun, penurunan kadar vitamin C yang terjadi pada produk tidak mutlak hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut. Oksidasi oleh oksigen merupakan faktor paling penting yang berpengaruh terhadap kerusakan vitamin C. Oksidasi asam askorbat akan menghasilkan asam dehidroaskorbat yang sedikit memiliki aktivitas vitamin C. Oksidasi lebih lanjut dari asam ini akan menghasilkan 2,3-diketogulonic acid yang sama sekali tidak memiliki aktivitas vitamin C Gregory,1996.

5. Total Padatan Terlarut TPT

Total padatan terlarut menunjukkan kandungan bahan-bahan yang terlarut dalam larutan.Menurut Susanto 1986 yang dikutip oleh Yusuf 2002, sebagian besar perubahan total padatan pada minuman ringan adalah gula, sehingga adanya perubahan total gula menyebabkan perubahan total padatan terlarut. Total padatan terlarut pada percobaan ini diukur dengan metode AOAC menggunakan oven. Hasil pengukuran terhadap total padatan menunjukkan hasil yang fluktuatif untuk setiap produk. Hasil regresi terhadap hasil pengukuran menunjukkan trend yang cenderung konstan Gambar 11 dan 12. Gambar 11. Nilai TPT produk pasteurisasi 70 C Peningkatan cenderung terjadi pada akhir penyimpanan. Menurut Hart 1990, hidrolisis disakarida dapat terjadi pada pH asam dan membentuk monosakarida. Suasana larutan yang semakin asam akan memudahkan terjadinya proses hidrolisis sehingga nilai TPT akan semakin meningkat. Gambar 12. Nilai TPT produk pasteurisasi 80 C Perubahan total padatan juga dipengaruhi jumlah mikroba yang terdapat pada produk. Nilai TPT yang cenderung konstan selama penyimpanan menunjukkan sedikitnya gula yang digunakan oleh mikroba dan mengindikasikan sedikitnya total mikroba pada minuman Agustina, 2004. 5 10 15 20 2 4 6 8 Waktu simpan minggu Tot a l p a dat a n t e rl ar ut suhu ruang suhu refri Linear suhu ruang Linear suhu refri 5 10 15 20 2 4 6 8 Waktu simpan minggu To ta l pa da ta n t e rl a ru t suhu kamar suhu refri Linear suhu kamar Linear suhu refri Hal ini ditunjukkan dengan hasil uji total mikroba yang menunjukkan jumlah pada akhir penyimpanan lebih kecil dari 3.0 × 10 2 koloni ml. Analisis keragaman ANOVA menunjukkan adanya perbedaan nyata nilai TPT pada produk yang dipasteurisasi suhu 70 C dan 80 C yang, baik yang disimpan di suhu ruang maupun suhu refrigerator Tabel 13 dan 14. Tabel 13. Rataan nilai TPT produk pasteurisasi 70 C Minggu Penyimpanan Suhu Ruang Penyimpanan Suhu Refrigerator A B A B 0 14.72 a 14.72 a 2 13.64 a -7.31 13.19 a -10.36 4 15.10 a +2.58 6.83 b -58.60 6 14.80 a +0.58 14.54 a -1.22 8 14.78 a a +0.44 12.50 a a -15.04 Rataan 14.61±0.56 12.35±35 Keterangan : Rataan untuk n = 5 Huruf yang menyatakan tidak berbeda nyata pada alpha 0.05 = hasil uji t-Test, huruf yang sama menyatakan tidak berbeda nyata α=0.05 A = perubahan nilai TPT setiap minggu B = Persentase perubahan nilai TPT pada minggu N terhadap minggu 0 Uji lanjut Duncan menunjukkan tidak adanya perbedaan nyata nilai TPT produk yang disimpan pada suhu ruang setiap periode pengamatan. Untuk produk yang disimpan pada suhu refrigerator perbedaan terjadi pada minggu ke 4 dan tidak berbeda nyata untuk minggu-minggu selanjutnya. Hasil uji t-Test untuk rataan masing-masing produk menunjukkan bahwa perbedaan perlakuan suhu penyimpanan yang diberikan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai TPT produk. Perhitungan terhadap persentase peningkatan total padatan terlihat bahwa produk yang disimpan pada suhu ruang cenderung meningkat diakhir penyimpanan dibandingkan dengan produk yang disimpan pada suhu refrigerator. Maka untuk produk yang dipasteurisasi suhu 70 C lebih baik disimpan pada suhu refrigerator. Tabel 14. Rataan nilai TPT produk pasteurisasi 80 C Minggu Penyimpanan Suhu Ruang Penyimpanan Suhu Refrigerator A B A B 0 14.72 ab 14.93 a 2 13.77 a -6.45 12.70 ab -13.67 4 13.67 a -7.13 10.87 b -27.19 6 14.98 b +1.80 14.13 a -5.32 8 15.00 b a +1.90 13.59 a b -8.32 Rataan 14.47±0.69 13.25±1.56 Keterangan : Rataan untuk n = 5 Huruf yang menyatakan tidak berbeda nyata pada alpha 0.05 = hasil uji t-Test, huruf yang sama menyatakan tidak berbeda nyata α=0.05 A = perubahan nilai TPT setiap minggu B = Persentase perubahan nilai TPT pada minggu N terhadap minggu 0 Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa nilai TPT produk yang disimpan pada suhu ruang menunjukkan beda nyata pada minggu antara 4 dan 6. Selanjutnya tidak ada beda nyata nilai TPT pada minggu 6 dan 8. Untuk produk yang disimpan pada suhu refrigerator perubahan juga cenderung terjadi antara minggu 4 dan 6, sedangkan nilai TPT tidak berbeda nyata pada minggu 6 dan 8. Hasil uji t-Test menunjukkan bahwa suhu penyimpanan yang berbeda berpengaruh nyata terhadap nilai TPT produk yang dipasteurisasi suhu 80 C. Produk ini lebih baik disimpan pada suhu refri karena berdasarkan hasil perhitungan persentase peningkatan total padatan, penyimpanan pasa suhu ruang memberikan peningkatan nilai total padatan produk.

6. Total Mikroba TPC

Total mikroba yang dikandung oleh suatu produk pangan dapat mengindikasikan tingkat keamanan dan kerusakan produk. Mikroba tidak diinginkan yang tumbuh dalam produk menunjukkan adanya kontaminasi dari luar atau ketidaksempurnaan proses pengolahan. Pertumbuhan mikroba pada makanan dapat menyebabkan kerusakan dan kebusukan makanan Fardiaz, 1998. Produk minuman belimbing wuluh-jahe tidak mengalami penambahan bahan pengawet. Bahan pengawet ditambahkan untuk melindungi produk dari pertumbuhan mikroba dengan menciptakan suasana lingkungan yang tidak mendukung pertumbuhannya. Proses pasteurisasi yang dilakukan diharapkan dapat mengurangi jumlah mikroba dalam produk. Pasteurisasi adalah suatu proses pemanasan yang dapat membunuh atau memusnahkan sebagian tetapi tidak semua mikroba yang ada dalam bahan dan biasanya menggunakan suhu di bawah 100 C. Pasteurisasi membunuh semua mikroorganisme mesofilik dan sebagian yang bersifat termofilik Winarno, 1993. Mikroba yang tergolong tergolong mesofilik dan termofilik adalah kapang dan khamir. Mikroba utama yang menjadi masalah pada industri minuman buah adalah beberapa jenis khamir, bakteri asam laktat, beberapa bakteri yang toleran terhadap asam, dan beberapa jenis kapang Davenport, 1998. Hasil pengamatan selama delapan minggu penyimpanan menunjukkan peningkatan jumlah total mikroba yang tidak berarti. Hasil tersebut tidak berarti bahwa tidak ada mikroba yang tumbuh selama penyimpanan. Bakteri asam laktat dapat tumbuh pada media yang sangat asam dan untuk mendeteksi bakteri tersebut dibutuhkan media khusus. Terdapatnya pertumbuhan mikroba tersebut dimungkinkan terjadi jika dilihat dari penurunan nilai pH yang cukup tinggi selama penyimpanan yang diikuti dengan meningkatnya nilai total asam tertitrasi. Hasil pengamatan terhadap total mikroba selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 20.

7. Aktivitas Antioksidan

Pengujian aktivitas antioksidan dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode ransimat. Pada metode ini digunakan minyak kedelai murni sebagai media oksidasi karena banyak mengandung asam lemak tidak jenuh yang mudah dioksidasi. Prinsip pengujian dalam metode ransimat yaitu, minyak kedelai dioksidasi menggunakan udara dan panas dengan suhu 100 C sehingga terbentuk produk-produk samping berupa oksidan-oksidan yang menjadi volatil dan ion-ion. Ion-ion tersebut umumnya hidroperoksida yang kemudian terdekomposisi menjadi asam format. Terbentuknya oksidan- oksidan tersebut terdeteksi oleh konduktor. Reaksi tersebut dikenal dengan autoksidasi. Autooksidasi menurut Jadhav 1996, yaitu reaksi spontan molekul lipid dengan molekul oksigen yang menghasilkan rantai radikal bebas. Dalam autooksidasi diketahui pula bahwa masing-masing asam lemak tidak jenuh mempunyai laju teroksidasi yang berbeda-beda tergantung dari banyaknya jumlah ikatan rangkap pada asam lemaknya Hamilton, 1989. Menurut Belitz et al. 1992, laju autooksidasi ditentukan oleh komposisi asam lemak jenuh, jumlah ikatan rangkap, keberadaan pro dan antioksidan, tekanan parsial dari oksigen, banyaknya oksigen dan kondisi penyimpanan. Reaksi autooksidasi tersebut dalam metode ransimat dapat dideteksi oleh konduksi dengan adanya senyawa hidroperoksida, asam format, maupun lebih umum lagi pembentukan komponen-komponen organik. Oksidan dan ion tersebut agar terdeteksi oleh konduktor terlebih dahulu dialirkan ke dalam air bebas ion. Keuntungan metode ini yaitu, mudah dan evaluasi produk oksidan diproleh secara otomatis Lolinger, 1989. Selain digunakan minyak kedelai murni sebagai media dan kontrol digunakan pula antioksidan sintetik sebagai kontrol yaitu BHT. BHT digunakan karena merupakan antioksidan sintetik yang mengandung monohidrik fenolik dan mudah larut dalam minyak Shahidi, 1995. Data yang diperoleh berupa periode induksi. Periode induksi menurut Belitz et al. 1992, yaitu waktu yang dibutuhkan oleh senyawa antioksidan untuk mencegah terjadinya peristiwa oksidasi lipida. Periode induksi tersebut kemudian dikonversi dengan membandingkan antara periode induksi sampel dan periode induksi kontrol. Aktivitas antioksidan diukur hanya pada awal dan akhir penyimpanan. Hasil pengukuran terhadap aktivitas antioksidan produk dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Hasil pengukuran aktivitas antioksidan produk Sampel Periode Induksi Jam Aktivitas Antioksidan Minyak kedelai murni 3.35 - Minyak + BHT 4.44 0.24 Produk pasteurisasi 70 C sebelum disimpan 6.84 3.20 Produk pasteurisasi 80 C sebelum disimpan 6.80 3.16 Produk pasteurisasi 70 C setelah disimpan di suhu ruang 5.15 1.62 Produk pasteurisasi 70 C setelah disimpan di suhu refri 5.55 2.02 Produk pasteurisasi 80 C setelah disimpan di suhu ruang 5.37 1.85 Produk pasteurisasi 80 C setelah disimpan di suhu refri 5.77 2.22 Secara umum aktivitas antioksidan minuman belimbing wuluh-jahe mengalami penurunan selama penyimpanan. Aktivitas antioksidan yang semakin menurun diduga akibat perubahan kandungan komponen bioaktif dan nutrisi dari belimbing wuluh dan jahe. Kandungan senyawa aktif yang terdapat pada jahe sebagian besar adalah gingerol yang selama penyimpanan dapat terdehidrasi menjadi shogaol Koswara, 1995. Shogaol dapat mengalami reaksi pemecahan menjadi retroladol dan terbentuk senyawa zingerone dan hexanal. Berubahnya komponen aktif jahe menjadi turunannya dapat menyebabkan turunnya aktivitas antioksidan selama penyimpanan. Penurunan aktivitas antioksidan juga diduga akibat menurunnya aktivitas vitamin C. Asam askorbat sangat mudah teroksidasi secara reversibel menjadi L-dehidroaskorbat. Asam L-dehidroaskorbat secara kimia sangat tidak stabil dan dapat mengalami perubahan lebih lanjut menjadi asam L- diketogulonat yang tidak lagi memiliki keaktifan sebagai vitamin C Winarno, 1997.

8. Korelasi Faktor-faktor Yang Berpengaruh Selama Penyimpanan

Analisis korelasi dilakukan untuk mengetahui hubungan antar parameter-parameter yang diukur selama penyimpanan. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan program SPSS Uji Korelasi Bivariate Pearson. Hasil analisi terhadap produk pasteurisasi suhu 70 C dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Hasil uji korelasi parameter-parameter produk pasteurisasi 70 C Parameter Penyimpanan suhu ruang Penyimpanan suhu refrigerator pH TAT TPT Vitamin C pH TAT TPT Vitamin C pH 1 -0.567 -0.751 0.800 1 -0.522 0.349 0.736 TAT -0.567 1 0.343 -0.336 -0.522 1 -0.698 -0.508 TPT -0.751 0.343 1 -0.385 0.349 -0.698 1 0.231 Vitamin C 0.800 -0.336 -0.385 1 0.736 -0.508 0.231 1 Keterangan : Korelasi = 1 : korelasi positif sempurna -1 : korelasi negatif sempurna : tidak ada korelasi Berdasarkan hasil analisis, untuk produk pasteurisasi 70 C dan disimpan di suhu ruang, pH dan TAT memiliki korelasi yang cukup kuat dengan arah korelasi negatif yang artinya semakin rendah nilai pH selama penyimpanan akan diikuti oleh semakin meningkatnya total asam tertitrasi. Hal yang sama juga berlaku untuk korelasi antara pH dengan TPT dimana semakin rendah pH selama penyimpanan, maka nilai total padatan akan semakin meningkat. Antara pH dan vitamin C terdapat korelasi yang cukup tinggi dengan arah positif yang artinya semakin rendah pH produk selama penyimpanan, nilai kadar vitamin C juga akan cenderung menurun. Produk pasteurisasi 70 C yang disimpan pada suhu refrigerator menunjukkan korelasi yang cukup tinggi antara pH dan TAT dengan arah korelasi negatif. Korelasi yang lemah dan positif terjadi antara pH dan TAT, sedangkan untuk pH dan vitamin C korelasi bersifat kuat dan positif. Produk yang dipasteurisasi suhu 80 C dan disimpan disuhu ruang menunjukkan korelasi yang lemah dan negatif antara pH dan TAT. Hal yang sama juga terjadi antara pH dan TPT. Korelasi antara pH dan vitamin C cukup tinggi dengan arah yang positif. Produk yang disimpan pada suhu refrigerator juga menunjukkan korelasi lemah dan negatif antara pH dan TAT. Korelasi lemah dan positif terjadi antara pH dan TAT. Untuk pH dan vitamin C korelasi yang cukup tinggi terjadi dengan arah yang positif. Tabel 17. Hasil uji korelasi parameter-parameter produk pasteurisasi 80 C Parameter Penyimpanan suhu ruang Penyimpanan suhu refrigerator pH TAT TPT Vitamin C pH TAT TPT Vitamin C pH 1 -0.444 -0.342 0.974 1 -0.435 0.147 0.929 TAT -0.444 1 0.485 -0.522 -0.435 1 0.361 -0.653 TPT -0.342 0.485 1 -0.299 0.147 0.361 1 0.058 Vitamin C 0.974 -0.552 -0.299 1 0.929 -0.653 0.058 1 Keterangan : Korelasi = 1 : korelasi positif sempurna -1 : korelasi negatif sempurna : tidak ada korelasi : korelasi signifikan pada alpha 0.05 : korelasi signifikan pada alpha 0.01 Dari beberapa korelasi yang terlihat pada kedua tabel di atas, korelasi yang paling nyata atau signifikan terjadi antara pH dan vitamin C untuk produk yang dipasteurisasi suhu 80 C dan disimpan di kedua suhu penyimpanan yang diujikan. Parameter-parameter yang lain dapat dikatakan cenderung untuk berkorelasi, akan tetapi hasil yang diperoleh kurang cukup untuk membuktikan bahwa parameter-parameter tersebut memang nyata berkorelasi hasil tidak signifikan untuk dua taraf alpha pH dan vitamin C memiliki korelasi positif yang berarti semakin rendah nilai pH maka nikai kadar vitamin C juga mengalami penurunan selama penyimpanan. Oksidasi vitamin C bisa terjadi secara aerobik dan anerobik yang keduanya dipengaruhi oleh pH. Oksidasi aerobik terjadi jika asam askorbat berintegrasi dengan oksigen. Konsentrasi ion hidrogen yang semakin meningkat akan menekan ionisasi asam askorbat, sedangkan molekul yang terprotonasi penuh cenderung lambat diserang oleh oksigen. Dengan demikian laju oksidasi asam askorbat akan semakin meningkat jika keasaman semakin rendah Ball, 1994. Oksidasi anaerobik terjadi pada produk tanpa bantuan oksigen. Pemutusan langsung ikatan 1,4- lactone berperan aktif dalam oksidasi ini. Tidak seperti oksidasi aerobik, degradasi anaerobik terjadi pada rentang pH kurang dari 3-4. Hal ini menunjukkan pengaruh pH terhadap pembukaan cincin lactone dan konsentrasi monoanion askorbat Gregory, 1996.

4.5. Uji Organoleptik Akhir

Uji organoleptik akhir dilakukan untuk mengetahui tingkat penerimaan konsumen terhadap produk setelah delapan minggu penyimpanan. Uji yang dilakukan adalah uji hedonik terhadap empat produk dan satu sampel kontrol yang belum mengalami penyimpanan dengan skala penilaian 1 sangat suka hingga 7 sangat tidak suka. Hasil rekapitulasi data untuk skor hedonik selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 22. Hasil uji terhadap parameter warna, aroma dan rasa menunjukkan hasil yang berbeda nyata antara sampel yang diujikan Lampiran 23, 24, 25. Hal ini berarti perlakuan suhu pasteurisasi dan suhu penyimpanan memberikan pengaruh nyata kepada penerimaan panelis terhadap produk setelah 8 minggu penyimpanan. Warna yang dimiliki oleh produk yang disimpan pada suhu ruang cenderung lebih gelap daripada produk yang disimpan di suhu refrigerator. Hal ini kemungkinan disebabkan karena suhu yang lebih rendah cenderung lebih dapat mengurangi degradasi warna produk daripada suhu ruang yang lebih tinggi. Gambar 13. Histogram rata-rata hedonik warna Keterangan : 287 = Sampel pasteurisasi 70 C disimpan di suhu ruang 459 = Sampel pasteurisasi 70 C disimpan di suhu refrigerator 612 = Sampel pasteurisasi 80 C disimpan di suhu ruang 519 = Sampel pasteurisasi 80 C disimpan di suhu refrigerator 764 = Sampel tanpa pasteurisasi dan penyimpanan Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa tidak satu pun sampel dengan perlakuan yang tidak berbeda nyata dengan sampel kontrol. Sampel kontrol memiliki skor rata-rata sebesar 2.48 atau berada pada kisaran disukai. Sampel dengan perlakuan yang nilai skor rata-ratanya mendekati sampel kontrol adalah sampel 519 dan 612 dengan nilai skor rata-rata masing-masing 3.68 dan 3.96 atau berada pada kisaran agak disukai hingga netral. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa warna sampel tidak lagi disukai oleh panelis setelah delapan minggu penyimpanan. 1 2 3 4 5 6 287 459 612 519 764 Kode Sampel R a ta a n S k or H e doni k War n a Gambar 14. Histogram rata-rata hedonik aroma Keterangan : 287 = Sampel pasteurisasi 70 C disimpan di suhu ruang 459 = Sampel pasteurisasi 70 C disimpan di suhu refrigerator 612 = Sampel pasteurisasi 80 C disimpan di suhu ruang 519 = Sampel pasteurisasi 80 C disimpan di suhu refrigerator 764 = Sampel tanpa pasteurisasi dan penyimpanan Berdasarkan nilai rata-rata hedonik skor aroma, sampel dengan nilai rata- rata terendah adalah sampel tanpa perlakuan yaitu sebesar 2.72 yang berada pada kisaran disukai hingga agak disukai. Berdasarkan uji lanjut Duncan dapat diketahui bahwa keempat sampel dengan perlakuan berbeda nyata dengan sampel kontrol. Keempat sampel tersebut memiliki nilai rata-rata yang jauh sekali dengan skor rata-rata kontrol yaitu, 5.2 hingga 6.8 yang berarti ada pada kisaran agak tidak disukai hingga sangat tidak suka. Dengan demikian aroma yang dimiliki produk yang telah disimpan sudah tidak disukai oleh panelis. Berdasarkan komentar yang diberikan panelis melalui kuisioner, aroma yang dominan adalah asam. Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan terhadap parameter pH dan total asam yang mengalami peningkatan sehingga mempengaruhi atribut sensori. 1 2 3 4 5 6 7 8 287 459 612 519 764 Kode Sampel R a ta a n S k or H e doni k Ar o m a Gambar 15. Histogram rata-rata hedonik rasa Keterangan : 287 = Sampel pasteurisasi 70 C disimpan di suhu ruang 459 = Sampel pasteurisasi 70 C disimpan di suhu refrigerator 612 = Sampel pasteurisasi 80 C disimpan di suhu ruang 519 = Sampel pasteurisasi 80 C disimpan di suhu refrigerator 764 = Sampel tanpa pasteurisasi dan penyimpanan Atribut rasa berdasarkan uji lanjut Duncan memberikan hasil yang tidak jauh berbeda dengan penilaian atribut aroma. Nilai rata-rata terkecil dimiliki oleh sampel 764. Rata-rata yang dimiliki oleh empat sampel berada pada kisaran yang sangat jauh dari sampel kontrol yaitu 5.2 hingga 6.7 atau berada pada kisaran agak tidak suka hingga tidak suka. Dengan demikian, rasa yang dimiliki oleh produk yang telah disimpan dapat dikatakan tidak lagi layak. Berdasarkan kuisioner yang diberikan sebagian besar panelis memberikan komentar bahwa rasa produk untuk sampel yang telah mengalami perlakuan adalah asam. Hal ini sesuai dengan analisis pengukuran pH dan total asam dimana pH semakin rendah dan total asam tertitrasi semakin tinggi. Kedua parameter tersebut mempengaruhi atribut rasa dengan dominan. 1 2 3 4 5 6 7 287 459 612 519 764 Kode Sampel R a taan S k o r H e d o n ik R asa BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan