jumlah cukup tinggi juga terkandung dalam ekstrak rempah-rempah Shculer, 1990.
2.5. Vitamin C
Vitamin C asam askorbat merupakan vitamin yang larut air. Vitamin C dapat berbentuk asam L-askorbat dan asam L-dehidroaskorbat, keduanya
mempunyai keaktifan sebagai vitamin C. Asam askorbat sangat mudah teroksidasi secara reversibel menjadi L-dehidroaskorbat. Asam L-dehidroaskorbat secara
kimia sangat tidak stabil dan dapat mengalami perubahan lebih lanjut menjadi asam L-diketoglukonat yang tidak lagi memiliki keaktifan sebagai vitamin C
Winarno, 1997. Vitamin C merupakan vitamin yang sangat mudah rusak bila dibandingkan
dengan vitamin lainnya. Disamping sangat larut air, vitamin C mudah dioksidasi dan proses tersebut dipercepat oleh panas, sinar, alkali, enzim, oksidator, serta
oleh katalis tembaga dan besi Winarno,1997. Sifat larut air dari vitamin C menyebabkan vitamin tersebut dapat menangkap radikal bebas yang merupakan
hasil samping proses oksidasi sehingga kerusakan jaringan dapat dicegah Linder, 1992.
Sebagai antioksidan, vitamin C bekerja di dalam dan di luar sel dalam mereduksi radikal bebas, Vitamin C sebagai donor elektron kepada radikal bebas
yang memliki elektron tidak berpasangan kemudian melemahkan kereaktifannya Ames et al., 1993. Vitamin E yang juga merupakan antioksidan dapat
diregenerasi dengan adanya glutation GSH dan Vitamin C Nabet, 1996. Kebutuhan vitamin C berbeda-beda untuk setiap orang berdasarkan usia
dan kondisi fisiologis tubuh. Kebutuhan vitamin C untuk pria dan wanita berumur 1-10 tahun sebesar 30 mg perhari, 11-14 tahun sebesar 35 mg perhari dan 40 mg
perhari untuk usia 15-50 tahun. Defisiensi vitamin C dapat menyebabkan sariawan, gejala-gejala hemoragik pada kulit, tulang serta ketidaksempurnaan
penyembuhan luka Ball, 1994.
2.6. Pengemasan dan Pasteurisasi
Pengemasan disebut juga pembungkusan, pewadahan, atau pengepakan, memegang peranan penting dalam pengawetan bahan hasil pertanian. Adanya
wadah atau pembungkus dapat membantu mengurangi kerusakan, melindungi bahan pangan yang ada di dalamnya, melindungi dari pencemaran serta gangguan
fisik gesekan benturan, getaran. Disamping itu, pengemasan berfungsi untuk menempatkan suatu hasil olahan atau produk industri agar mempunyai bentuk-
bentuk yang memudahkan dalam penyimpanan, pengangkutan dan distribusi Syarief et al., 1989.
Plastik merupakan bahan pengemas yang berkembang pesat pada saat ini. Plastik digunakan untuk mengemas berbagai jenis makanan. Jenis plastik
bermacam-macam dan dapat dibedakan berdasarkan senyawa-senyawa penyusunnya. Plastik memiliki berbagai keunggulan, yakni fleksibel dapat
mengikuti bentuk produk, transparan, tidak mudah pecah, bentuk laminasi dapat dikombinsaikan dengan kemasan lain, tidak korosif dan harganya relatif murah.
Disamping memiliki berbagai kelebihan yang tidak dimiliki oleh bahan lainnnya, plastik juga mempunyai kelemahan yakni, tidak tahan panas, dapat mencemari
produk migrasi komponen monomer sehingga mengandung resiko keamanan dan kesehatan konsumen, dan plastik termasuk bahan yang tidak dapat
dihancurkan dengan cepat dan alami Latief, 2000. Pasteurisasi adalah suatu proses pemanasan yang dapat membunuh atau
memusnahkan sebagian tetapi tidak semua mikroba yang ada dalam bahan dan biasanya menggunakana suhu di bawah 100
C. Pasteurisasi membunuh semua mikroorganisme mesofilik dan sebagian yang bersifat termofilik Winarno, 1993.
Penerapan pateurisasi pada makanan berasam rendah pH 4.5, misalnya susu dilakukan untuk meminimalkan gangguan kesehatan yang diakibatkan
mikroorganisme patogen dan dapat memperpanjang umur simpan produk hingga beberapa hari. Pada produk berasam tinggi pH 4.5, misalnya buah yang
dikemas kaleng, pasteurisasi dilakukan untuk memperpanjang umur simpan hingga beberapa bulan dan menghindari kerusakan oleh mikroorganisme
pembusuk kapang atau khamir dan inaktivasi enzim. Perlakuan pasteurisasi
pada kedua produk tersebut juga akan meminimalkan perubahan karakteristik sensori dan nilai nutrisi Fellows, 2000.
Munurut Winarno 1993, pasteurisasi dilakukan apabila : komoditi yang akan dipasteurisasi tidak tahan terhadap panas untuk membunuh bakteri patogen
atau bakteri saingan yang kemungkinan hidup untuk produk yang mengandung mikroba yang diinginkan, seperti minuman probiotik. Jika mikroba pembusuk
yang ada dalam produk diperkirakan tidak terlalu tahan panas atau jika proses pengawetan lain diterapkan maka proses ini juga dilakukan.
2.7. Penyimpanan Tingkat penerimaan konsumen terhadap beberapa produk pangan tertentu
dipengaruhi oleh kualitas dan nilai nutrisi yang konsisten mulai saat produksi, distribusi, penyimpanan, hingga saat produk siap dikonsumsi oleh konsumen.
Untuk mempertahankan penerimaan konsumen terhadap produk, perlu dilakukan evaluasi kestabilan produk Bell, 2001.
Menurut Bell 2001, rentang waktu setelah proses produksi dimana produk masih diterima oleh konsumen baik dari segi kualitas maupun keamanan,
disebut umur simpan produk. Produk bisa kehilangan ketahanannya dengan beberapa cara. Pertumbuhan mikroba dapat menyebabkan turunnya nilai sensori
produk dan dapat mengganggu kesehatan. Perubahan fisik dapat pula terjadi, seperti pengerasan pada produk kering, berkurangnya kerenyahan produk, dan
mekanisme lainnya. Akhirnya kerusakan akibat reaksi kimia bisa muncul selama proses dan penyimpanan yang mengakibatkan perubahan kualitas seperti,
berkurangnya penerimaan terhadap warna, kehilangan nutrisi, dan modifikasi rasa. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi umur simpan produk kemasan
antara lain adalah keadaan alamiah bahan, ukuran kemasan hubungannya dengan volume, kondisi atmosfir terutama suhu dan kelembaban agar kemasan dapat
bertahan selama transit dan sebelum digunakan, ketahanan seluruh kemasan terhadap keluar masuknya air, gas, bau, termasuk dari perekatan, penutupan dan
bagian-bagian lain yang terlibat Winarno, 1994.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian yang dilakukan terbagi atas beberapa tahap. Tahap awal adalah analisis proksimat buah belimbing wuluh yang meliputi kadar air, kadar abu,
kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat, dan kadar vitamin C. Persiapan bahan dilakukan sebelum tahap pembuatan formulasi. Persiapan bahan tersebut
meliputi pembuatan sari buah belimbing wuluh yang terdiri dari dua cara, pembuatan sari jahe dan pembuatan larutan gula. Setelah tahap persiapan selesai,
formulasi dibuat untuk kemudian diujikan dan dipilih formulasi terbaik. Formulasi terbaik akan dianalisis secara kimia parameter pH, total asam
tertitrasi, kadar vitamin C, total padatan terlarut, dan aktivitas antioksidan dan dibuat ulang untuk tahap penyimpanan. Pada pembuatan ulang produk, formulasi
terpilih akan dipasteurisasi pada dua suhu, yaitu 70 C selama 15 menit dan 80
C selama 10 menit. Produk ini kemudian disimpan di dua suhu yang berbeda yaitu
suhu ruang dan suhu refrigerator selama 8 minggu. Selama penyimpanan akan dilakukan pengukuran terhadap parameter pH, total asam tertitrasi TAT, kadar
vitamin C, total padatan terlarut TPT, setiap dua minggu sekali. Di akhir penyimpanan dilakukan uji aktivitas antioksidan dan uji sensori untuk mengetahui
tingkat penerimaan produk setelah penyimpanan. Secara garis besar tahapan penelitian dapat dilihat pada gambar 1.
3.1. Bahan dan Alat