Kondisi Tata Guna Lahan di Wilayah Perbatasan.

71 tetangga. Kondisi ini memicu munculnya kegiatan-kegiatan ilegal di sektor perdagangan yang merugikan negara dari sisi pemasukan retribusi jasa dan cukai barang masuk. Ketersediaan fasilitas infrastruktur perdagangan di wilayah perbatasan Serawak seperti pasar dan Gudang di Tebedu, Lubok hantu, dan Biawak, telah menjadi pintu perdagangan berbagai komoditas dari wilayah perbatasan Kalimantan Barat seperti kayu, rotan, dan ikan segar. Komoditas tersebut setelah melalui proses pengelolahan lebih lanjut di Serawak Malaysia kemudian diekspor ke Singapura, Hongkong, dan Korea, sedangkan komoditas yang masuk ke wilayah perbatasan dari Serawak Malaysia antara lain gula, pupuk, produk pertanian tanaman pangan dan holtikultura, baju bekas, biskuit, elektronik dan lain-lain. Hal ini antara lain disebabkan harga lebih murah dan suplay dalam negeri tidak memenuhi kebutuhan masyarakat. Mata uang yang dipergunakan dalam transaksi perdagangan di wilayah perbatasan hampir seluruhnya adalah mata uang Ringgit Malaysia. Keuntungan dipergunakannnya mata uang Ringgit oleh masyarakat di wilayah perbatasan adalah nilai kurs yang cukup tinggi dan relatif stabil relatif tidak berfluktuasi terhadap dolar Amerika Serikat USD. Berdasarkan Rancangan KEPPRES tentang RTRKP KASABA Rencana Tata Ruang Kawasan Perbatasan Kalimantan – Sarawak – Sabah, direncanakan terdapat 5 lima Kabupaten di sepanjang perbatasan Kalimantan Barat sebagai Pusat Kegiatan Nasional PKN yang memiliki Pos Pemeriksaan Lintas Batas PLB, yakni Aruk di Kabupaten Sambas, Jagoi Babang di Kabupaten Bengkayang, Jasa di kabupaten Sintang, Entikong di kabupaten Sanggau, dan Nanga badau di Kabupaten Kapuas Hulu.

4.4. Kondisi Tata Guna Lahan di Wilayah Perbatasan.

Kondisi lahan di wilayah perbatasan hampir sama dengan kondisi lahan di daerah pedalaman Kalimantan pada umumnya, yaitu berupa hutan belantara. Hampir 50 lebih wilayah perbatasan berupa hutan, baik hutan negara maupun hutan rakyat. Kabupaten Kapuas Hulu merupakan salah satu kabupaten yang berbatasan langsung dengan negara tetangga Serawak-Malaysia, memiliki potensi hutan paling luas dibandingkan dengan lima kabupaten lainnya di wilayah perbatasan Kalimantan Barat, yaitu sekitar 687. 000 hektar Bappeda dan BPS Kalimantan Barat, 2004. Lahan sawah di wilayah perbatasan hanya sekitar 14.425 hektar atau sekitar 0,71 dari luas wilayah perbatasan secara keseluruahn 2.490.491 Ha. 72 Dari luas tersebut hanya 3.210 hektar yang memiliki sarana irigasi semi teknis, sederhana, dan irigasi desa, sedangkan 11.215 hektar masih mengandalkan curah hujan sebagai sumber airnya. Sawah yang memiliki sarana irigasi belum dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat. Data statistik menunjukkan bahwa hanya 46,39 persen dari lahan sawah beririgasi yang dimanfaatkan untuk kegiatan usahatani padi dan palawija. Belum optimalnya pemanfaatan lahan di wilayah perbatasan juga tercermin dari luasnya lahan yang belum dimanfaatkan oleh masyarakat lahan tidur. Dari 2.490.491 hektar luas lahan di wilayah perbatasan, ada sekitar 402 hektar 19,75 berupa lahan tidur, yang terdiri atas 6.000 hektar lahan sawah dan 396.000 hektar bukan lahan sawah BPS Kalimantan Barat, 2004. Masih luasnya lahan produktif yang belum dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kegiatan usahatani menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah daerah di masing-masing kabupaten di wilayah perbatasan. Dampak dari rendahnya produktivitas lahan akan bermuara pada rendahnya tingkat pendapatan masyarakat. Masyarakat yang berpenghasilan rendah dan tidak memiliki kegiatan usahatani tetap akan memiliki kecenderungan untuk mencari sumber penghasilan dari sumberdaya hutan terutama kayu secara ilegal.

4.5. Kondisi Kawasan Hutan di Wilayah Perbatasan.