66
• Ditemukan 291 jenis burung dari 39 famili, dengan 20 jenis endemic dan 17
jenis migran, yang mewakili ±
70 avifauna hutan dataran rendah Kalimantan.
• Terdapat 41 jenis tumbuhan obat-obatan, 144 jenis tumbuhan yang
menghasilkan bahan makanan, 38 jenis tumbuhan untuk upacara, 30 jenis tumbuhan untuk bahan bangunan dan 60 jenis tumbuhan untuk berbagai
macam bangunan. •
Ditemukan tumbuhan Hornstedtia spp yang digunakan untuk indikator bahwa areal bekas perladangan sudah bisa ditanami kembali.
4.2 Kondisi Permasalahan Pengelolaan Wilayah Perbatasan.
Selama beberapa puluh tahun ke belakang, masalah perbatasan masih belum mendapat perhatian yang cukup dari pemerintah. Hal ini tercermin dari
kebijakan pembangunan yang kurang memperhatikan wilayah perbatasan. Pembangunan lebih mengarah kepada wilayah-wilayah yang padat penduduk,
aksesnya mudah dan potensial. Kebijakan pembangunan di wilayah perbatasan masih belum diprioritaskan. Sampai saat ini belum ada aturan yang jelas yang
dapat dijadikan acuan dalam pengelolaan wilayah perbatasan secara komprehensif dan terpadu. Kondisi tersebut mengakibatkan antara lain;
terjadinya kesenjangan pembangunan di wilayah perbatasan, rendahnya ketersediaan sarana dan prasarana, tingg inya angka kemiskinan, rendahnya
aksesbilitas menuju wilayah perbatasan, dan rendahnya kualitas SDM,
4.3. Kondisi Sosial, Ekonomi, dan Budaya di wilayah Perbatasan
Paradigma pengelolaan kawasan perbatasan di masa lampau sebagai ”halaman belakang” wilayah NKRI membawa implikasi terhadap kondisi wilayah
perbatasan saat ini yang terisolir dan tertinggal dari sisi sosial dan ekonomi. Munculnya paradigma ini disebabkan oleh sistem politik di masa lampau yang
sentralistik dan menekankan pada stabilitas keamanan. Konsekwensinya, persepsi penanganqan wilayah perbatasan lebih didominasi pandangan untuk
mengamankan perbatasan terhadap potensi ancaman dari luar external threat dan cenderung memposisikan kawasan perbatasan beserta potensinya sebagai
sabuk keamanan security belt. Hal ini telah mengakibatkan kurangnya pengelolaan wilayah perbatasan dengan pendekatan kesejahteraan melalui
optimalisasi potensi sumberdaya alam khususnya sumberdaya hutan, khususnya yang dilakukan oleh investor.
67
Kehidupan masyarakat di wilayah perbatasan relatif miskin. Kurangnya infrastruktur menyebabkan masyarakat tidak memiliki aksesibilitas yang baik.
Tingginya angka kemiskinan dan jumlah keluarga pra-sejahtera, rendahnya mutu sumberdaya manusia serta belum optimalnya pemanfaatan sumberdaya alam
mendorong masyarakat terlibat dalam kegiatan ekonomi illegal guna pemenuhan kebutuhan hidupnya. Di samping itu, kehidupan sosial ekonomi masyarakat pada
umumnya berkiblat ke wilayah negara tetangga, karena ketersediaan fasilitas infrastruktur ya ng lebih baik serta pengaruh sosial ekonomi yang lebih kuat dari
wilayah tetangga. Dari aspek budaya, terdapat kesamaan adat istiadat dan keturunan suku
melayu dan dayak di wilayah perbatasan Kalimantan Barat., Sebagian besar masyarakat yang tinggal di wilayah perbatasan adalah Suku Dayak. Secara
umum, suku dayak yang tinggal di kawasan ini memiliki kaitan historiskekerabatan dengan suku dayak di Serawak. Bahkan pada beberapa sub
suku, batas negara ternyata tidak memisahkan sistem kekerabatanadat. Pang lima yang tinggal di wilayah Serawak memiliki daerah kekuasaan sampai
negara Indonesia, demikian juga sebaliknya. Sebagian besar 96 mata pencaharian penduduknya adalah petani tradisional peladang atau pekebun,
sedangkan sisanya berada pada sektor jasaperdagangan. Ketersediaan fasilitas infrastruktur dan sarana prasarana perekonomian
yang lebih baik serta kuatnya pengaruh sosial ekonomi negara tetangga mengakibatkan kehidupan sosial ekonomi masyarakat pada umumnya berkiblat
ke wilayah negara tetangga. Tabel.8. Beberapa perbedaan keadaan antara
wilayah Kalimantan Barat – Serawak Malaysia Indikator
Indonesia Kalimantan Barat
Malaysia Serawak
• Luas wilayah
• Jumlah Penduduk
• PDB
• Upah rata -rata buruh
• Kondisi infrastruktur
jalan. •
Energi tenaga Listrik
• Harga kayu
• Jarak perbatasan
dari ibu kota Provinsi 146.897 Km²
3,9 Juta US 856
RM 36 Rp.100.000 Jelek
Besar Rendah
Jauh 124.449 Km²
2,01 juta US 4.135
Rm 200 Baik
Kecil Tinggi
Dekat
68
Kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat di wilayah perbatasan berbeda dengan kondisi di wilayah perkotaan Kota Pontianak. Rendahnya
aksesibilitas dari dan keluar wilayah perbatasan menuju pusat-pusat pertumbuhan memunculkan kecenderungan masyarakat untuk berinteraksi
dengan masyarakat di wilayah Serawak. Secara lebih rinci kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat di wilayah perbatasan dijelaskan sebagai
berikut. a. Kependudukan.
Kepadatan penduduk antar kecamatan di wilayah perbatasan terlihat cukup bervariasi. Kepadatan penduduk tertinggi te rdapat di Kecamatan
Sekayam, Kabupaten Sanggau yaitu sekitar 28,31 jiwa per Km
2
, sedangkan kepadatan terendah terdapat di Kecamatan Embaloh Hulu, Kabupaten Kapuas
Hulu yaitu hanya 1,30 jiwa per Km
2
. Secara keseluruhan kepadatan penduduk di tiap kecamatan di wilayah perbatasan masih sangat jarang penduduknya jika
dibandingkan dengan rata-rata kepadatan penduduk di Provinsi Kalimantan Barat yang mencapai 25,43 per Km
2
, sedangkan di wilayah perbatasan hanya mencapai 7,88 jiwa per Km
2
Kalimantan Barat Dalam Angka Tahun 2002. Rincian jumlah penduduk dan luas wilayah tiap kecamatan di wilayah
perbatasan dapat dilihat pada Tabel 9 Tabel 9. Jumlah penduduk wilayah perbatasan Indonesia–Malaysia Tahun 2002
No Kabupaten
Kecamatan Jumlah
Desa Jumlah
Penduduk Luas
Ha Paloh
6 20.409
78.670 1.
Sambas Sajingan Besar
5 7.525
61.978 Jagoi Babang
5 19.177
50.525 2.
Bengkayang Seluas
6 13.369
57.000 Sekayam
10 44.318
59.233 3.
Sanggau Entikong
5 12.337
60.000 Ketungau
Tengah 13
23.894 221.500
4. Sintang
Ketungau Hulu 9
17.595 189.000
Putussibau 8
31.026 418.423
Embaloh Hulu 8
4.668 147.559
Batang Lupar 7
4.375 147.276
Empanang 5
2.575 41.769
Badau 6
4.686 68.334
Puring Kencana 5
2.991 30.000
5. Kapuas Hulu
Kedamin 13
2.012 613.011
J U M L A H 97
210.957 2.244.278
Sumber : Kalimantan Barat Dalam Angka, 2004.
69
b. Institusi Sosial Kemasyarakatan. Sebagai pendukung aktivitas pemerintahan, di masing-masing desa di
wilayah perbatasan terdapat beberapa jenis kelembagaan sosial kemasyarakatan seperti Karang Taruna, organisasi PKK, arisan keluarga atau
desa, dan kelompok adat. Berbagai aktivitas organisasi sosial kemasyarakatan tersebut dapat dijadikan wadah bagi pengembangan kualitas sumberdaya
manusia dalam rangka dan mempererat hubungan sosial antar sesama warga masyarakat. Bukti yang menunjukkan masih begitu kuatnya hubungan sosial
kemasayarakatan di wilayah perbatasan adalah kegiatan gotong -royong yang dilakukan oleh masyarakat untuk berbagai kegiatan. Dari 98 desa, sebanyak 86
desa 87,76 masih melakukan gotong-royong dalam berbagai kegiatan. c. Ketenagakerjaan.
Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2000, jumlah penduduk usia kerja 15 tahun yang tersebar di 14 kecamatan diperkirakan sebanyak
102.157 jiwa dengan rincian 85.897 jiwa termasuk kategori angkatan kerja. Dengan demikian Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja TPAK di wilayah
perbatasan sebesar 84,08 persen. Jumlah ini relatif lebih besar jika dibandingkan dengan TPAK di Provinsi Kalimantan Barat 75,92. Kondisi ini menjadi
tan tangan bagi masing-masing pemerintah kabupaten di wilayah perbatasan untuk dapat menyalurkan tenaga kerja yang tersedia atau penciptaan lapangan
kerja baru sehingga terjadi peningkatan dinamika ekonomi di wilayah perbatasan. Sektor pertanian masih mendominasi sebagai mata pencaharian
sebagian besar penduduk di wilayah perbatasan. Hampir 80 persen usia kerja, bekerja pada sektor pertanian, khususnya sub sektor tanaman pangan yang
mencapai 53,08 persen. Kegiatan usaha tani yang dilakukan oleh masyarakat di wilayah perbatasan masih berorientasi pada pemenuhan kebutuhan masing-
masing keluarga petani itu sendiri Bappeda dan BPS Kalimantan Barat, 2004. d. Pendidikan.
Sarana dan prasarana pendidikan di wilayah perbatasan masih relatif minim. Fasilitas pendidikan formal berupa bangunan gedung sekolah untuk
tingkat Sekolah Dasar SD memang sudah tersebar pada setiap desa, namun untuk jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama SMP dan Sekolah
Menengah Atas SMA apalagi Peruguruan Tinggi PT, akses penduduk usia sekolah terhadap fasilitas pendidikan formal masih cukup sulit.
70
Rendahnya tingkat partisipasi sekolah masyarakat di wilayah perbatasan dipicu oleh peluang pekerjaan dari negara tetangga Malaysia sebagai buruh tani,
buruh kasar atau pembantu rumah tangga. Dengan pekerjaan tersebut diperoleh penghasilan berkisar antara 150 – 400 Ringgit Malaysia atau setara dengan
Rp. 350.000-, - Rp. 950.000 -, per bulan. Gaji yang cukup besar tersebut menjadi daya tarik bagi anak usia sekolah lebih memilih bekerja dari pada melanjutkan
sekolah ke jenjang yang lebih tinggi, karena kondisi ekonomi keluarga yang tidak memungkinkan untuk membiayai pendidikan. Di beberapa desa seperti Desa
Jagoibabang, Pala Pisang, dan Bengkarung, terdapat orangtua yang menyekolahkan anaknya ke Malaysia. Alasan orang tua menyekolahkan anaknya
ke Malaysia karena akses yang lebih mudah ke Malaysia dari pada ke daerah lain di dalam negeri, ada keluarga yang sudah menetap di Malaysia, dan
masyarakat beranggapan kualitas pendidikan di Malaysia lebih baik dari pada dalam negeri.
e. Pariwisata.
Sektor pariwisata memiliki potensi besar untuk dikembangkan di wilayah perbatasan. Jumlah wisatawan terus meningkat dari tahun ke tahun yang
berkunjung ke Pontianak melalui Pos Lintas Batas PLB Entikong. Ada beberapa objek pariwisata di wilayah perbatasan seperti sumber air panas di Jagoibabang,
air terjun di Semanget, dan Sungai Seria, serta wisata pegunungan di Desa Janting. Namun kondisi objek pariwisata tersebut masih relatif minim fasilitasnya
dan akses jalan untuk menuju lokasi wisata juga relatif sulit. Di Negara Malaysia, sebagai contoh kawasan perbatasan Lubuk Antu yang berjarak sekitar sembilan
kilometer dari Kecamatan Badau Kabupaten Kapuas Hulu, sudah memiliki hotel yang menyediakan air panas dan dingin untuk mandi serta pesawat televisi.
Bahkan sekitar 30 kilometer dari Kabupaten Kapuas Hulu di Desa Batang Ai terdapat sebuah hotel berbintang lima yang dibangun menyerupai “Rumah
Betang” atau rumah panjang suku Dayak. Obyek wisata yang ditawarkan adalah sumberdaya hutan baik hutan alam dan konservasi yang disulap menjadi hutan
wisata, selain tradisi dan kebudayaan suku dayak Bappeda dan BPS Kalimantan Barat, 2004.
f. Perdagangan. Minimnya infrastruktur perdagangan di wilayah perbatasan antara lain
sarana transportasi dan pasar mengakibatkan orientasi ekonomi dan perdagangan masyarakat cenderung terfokus ke daerah terdekat di Negara
71
tetangga. Kondisi ini memicu munculnya kegiatan-kegiatan ilegal di sektor perdagangan yang merugikan negara dari sisi pemasukan retribusi jasa dan
cukai barang masuk. Ketersediaan fasilitas infrastruktur perdagangan di wilayah perbatasan Serawak seperti pasar dan Gudang di Tebedu, Lubok hantu, dan
Biawak, telah menjadi pintu perdagangan berbagai komoditas dari wilayah perbatasan Kalimantan Barat seperti kayu, rotan, dan ikan segar. Komoditas
tersebut setelah melalui proses pengelolahan lebih lanjut di Serawak Malaysia kemudian diekspor ke Singapura, Hongkong, dan Korea, sedangkan komoditas
yang masuk ke wilayah perbatasan dari Serawak Malaysia antara lain gula, pupuk, produk pertanian tanaman pangan dan holtikultura, baju bekas, biskuit,
elektronik dan lain-lain. Hal ini antara lain disebabkan harga lebih murah dan suplay dalam negeri tidak memenuhi kebutuhan masyarakat.
Mata uang yang dipergunakan dalam transaksi perdagangan di wilayah perbatasan hampir seluruhnya adalah mata uang Ringgit Malaysia. Keuntungan
dipergunakannnya mata uang Ringgit oleh masyarakat di wilayah perbatasan adalah nilai kurs yang cukup tinggi dan relatif stabil relatif tidak berfluktuasi
terhadap dolar Amerika Serikat USD. Berdasarkan Rancangan KEPPRES tentang RTRKP KASABA Rencana
Tata Ruang Kawasan Perbatasan Kalimantan – Sarawak – Sabah, direncanakan terdapat 5 lima Kabupaten di sepanjang perbatasan Kalimantan
Barat sebagai Pusat Kegiatan Nasional PKN yang memiliki Pos Pemeriksaan Lintas Batas PLB, yakni Aruk di Kabupaten Sambas, Jagoi Babang di
Kabupaten Bengkayang, Jasa di kabupaten Sintang, Entikong di kabupaten Sanggau, dan Nanga badau di Kabupaten Kapuas Hulu.
4.4. Kondisi Tata Guna Lahan di Wilayah Perbatasan.