14
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sumberdaya Hutan
Menurut Undang -Undang Nomor 5 tahun 1967 tentang Ketentuan- Ketentuan Pokok Kehutanan disebutkan bahwa hutan adalah suatu lapangan
bertumbuhan pohon -pohonan yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya yang ditetapkan oleh pemerintah
sebagai hutan. Menurut Society of American Forester SAF hutan sebagai ekosistem dicirikan oleh adanya penutupan pohon yang cukup rapat dan luas,
biasanya dengan ciri-ciri beragam dalam komposisi jenis, struktur dan kelas umur yang membentuk suatu persekutuan. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu
yang ditunjukan dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.
Menurut Muntasib 1999, hutan memiliki manfaat langsung maupun tidak langsung bagi kehidupan manusia. Manfaat tersebut antara lain meliputi:
− Sebagai sumber kekayaan keanekaragaman hayati, plasma nutfah dan
genetik. −
Sebagai pelindung tanah dari erosi dan pengatur tata air −
Sebagai penyerap karbondioksida dan memprodukdi oksigen −
Sebagai penghasil produk hasil hutan untuk keperluan masyarakat, industri dan eksport.
− Sebagai sumber mata pencahariann dan tempat hidup sebagian masyarakat
− Sebagai pelindung suasana iklim dan membuat daya pengaruh yang baik
bagi mahluk hidup. −
Sebagai tempat pendidikan, pelatihan dan penelitian −
Sebagai tempat rekreasi. Menurut pasal 3 Undang-undang nomor 5 tahun 1967, hutan berdasarkan
fungsinya dibedakan dalam menjadi empat jenis hutan, yaitu: 1. Hutan lindung; yaitu kawasan hutan yang karena keadaan sifat alamnya
diperuntukan guna mengatur tata air, pencegahan bencana banjir dan erosi serta pemeliharaan kesuburan tanah.
2. Hutan produksi; yaitu kawasan hutan yang diperuntukan guna produksi hasil hutan untuk memenuhi keperluan ma syarakat pada umumnya dan
khususnya untuk pembangunan, industri dan eksport.
15
3. Hutan suaka alam; ialah kawasan hutan yang karena sifatnya khas diperuntukan secara khusus untuk perlindungan alam hayati dan manfaat
lainya. 4. Hutan Wisata; ialah kawasan hutan yang diperuntukan secara khusus untuk
dibina dan dipelihara guna kepentingan pariwisata dan atau wisata buru. Kehutanan menurut Undang -undang nomor 5 tahun 1967 adalah kegiatan
yang berkaitan dengan hutan dan pemanfaatannya, yakni suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan berdasarkan ilmu pengetahuan dan pengalaman. untuk
menjamin dan mempertinggi pemanfaatan hutan secara lestari. Ada beberapa konsep pengelolaan sumberdaya hutan yang sudah diterapkan di Indonesia,
yaitu: a. Social foresty
Social forestry adalah suatu sistem pengelolaan hutan dan lingkungan hidup dengan suatu tujuan sosial ekonomi tertentu Kartasubrata, 1988,
Haeruman 1985 dalam Kartasubrata 1988 menyamakan istilah social forestry dengan hutan kemasyarakatan, yang diartikan sebagai interaksi antara hutan
dengan masyarakat sekitarnya yang membentuk dan mengembangkan kedua- duanya secara mantap dan berkesinambungan.
b. Agroforestry Agroforestry adalah nama kolektif untuk sistem penggunaan lahan dan
teknologi di mana tanaman keras berkayu pohon -pohonan, perdu, jenis-jenis palem, bambu dan sebagainya ditanam bersamaan dengan tanaman pertanian
danhewan, dengan suatu tujuan tertentu dalam suatu bentuk pengaturan spasial atau urutan temporal, dan didalamnya terdapat interaksi ekologi dan ekonomi
diantara berbagai komponen yang bersangkutan Lundgren dan Rainteree,1982 dalam Nair, 1993. Kartasubrata 1988 menjelaskan bahwa agroforestry adalah
suatu sistem penggunaan lahan dengan suatu tujuan produktivitas tertentu, yang dalam jangka panjang dapat me ningkatkan kesejahteraan masyarakat yang
bersangkutan. c. Agroforest
Agroforest adalah ekosistem agroforestry serbaguna. Pepohonan ditanam secara rapat dalam suatu blok, dengan memperlihatkan derajat keanekaragaman
jenis,seperti pepohonan,tanaman pertanian dan hewan, dengan struktur tajuk yang multistrata dan dikelola oleh para petani. Repong damar dikenal sebagai
bentuk agroforest yang merupakan salah satu bentuk teknologi agroforestry.
16
Pengelolaan sumberdaya hutan menurut terminologi SAF adalah praktek penerapan prinsip -prinsip biologi, fisika, kimia, analisis kuantitatif, manajemen,
ekonomi, sosial, dan analisis kebijakan dalam mempermudahkan, membina, memanfaatkan, dan mengkonservasikan hutan untuk mencapai tujuan dan
sasaran -sasaran tertentu dengan tetap mempertaruhkan produktivitasnya. Dengan demikian, kegiatan pengelolaan sumberdaya hutan terkait dengan
pembangunan sektor kehutan, yaitu suatu upaya untuk memanfaatkan sumberdaya hutan bagi kepentingan ekonomi, ekologi, dan sosial secara
seimbang. Menu rut Arief 2001 pencapaian tujuan pembangunan kehutanan
dilakukan dengan cara membagi lahan hutan ke dalam tiga jenis pengelolaan, yaitu: 1. Pengelolaan sumberdaya hutan produksi yang berfungsi seimbang
antara kepentingan ekonomi dan ekologi: 2. Pengelolaan sumberdaya hutan konservasi yang berfungsi ekologi; dan 3. Pengelolaan sumberdaya hutan
konversi yang berfungsi ekonomi. Saat ini telah ditetapkan bahwa pembangunan kehutanan dititik beratkan pada pemanfaatan sumberdaya hutan untuk
kepentingan ekonomi, ekologi dan sosial secara seimbang. Jadi pengelolaan sumberdaya hutan bukan hanya sekedar menetapkan hutan sebagai
perlindungan tanah. Iklim, sumber air dan pemenuhan kebutuhan akan kayu dan produk lainya, tetapi pengelolaan sumberdaya hutan harus ditujukan untuk
mendaya gunakan semua lahan demi kepentingan keberlanjutan kehidupan masyarakat. Sehingga, secara utuh dan menyeluruh perlu diperhatikan kaitan
fungsi dan masalah yang satu terhadap fungsi dan masalah lainnya. Secara umum pengelolaan sumberdaya hutan adalah seseorang atau kelompok yang
bertanggung jawab atas berbagai kegiatan yang terkait dengan unit pengelolaan hutan CIFOR,1999.
Pengusahaan hutan produksi alam secara mekanis di Indonesia sudah dimulai sejak akhir tahun 1960 dan sejak saat itu berkembang secara pesat baik
jumlah perusahaan, luas areal kerja maupun distribusinya. Pengusahaan diberikan kepada swasta dalam bentuk Hak Pengusahaan Hutan HPH
Tinambunan, 2002. Pemanfaatan sumberdaya hutan di daerah tropik meningkat secara tajam sejak tahun 1970 -an. Hal ini disebabkan terjadinya
peningkatan populasi dunia, permintaan lahan untuk pertanian dan pemukiman serta permintaan kayu untuk bahan industri Pratiwi, 1996.
17
Memasuki milenium ketiga, sektor kehutanan Indonesia menghadapi tantangan yang sangat berat dan kompleks. Tantangan tersebut disebabkan
antara lain karena diterapkannya kebijakan otonomi daerah, khususnya otonomi pengelolaan sumberdaya hutan yang akan berdampak pada konstelasi peran
dan stabilitas interaksi para pihak di berbagai tingkatan. Selain itu, tuntutan pasar kayu dunia terhadap produk-produk hutan yang ramah lingkungan juga menjadi
salah satu faktor pembatasan dalam kancah perdagangan. Tantangan-tantangan di sektor kehutanan dewasa ini secara kongkrit telah menjelma menjadi berbagai
persoalan besar yang sangat mengancam kelestarian sumberdaya hutan. Elvida dan Sukadri 2002 mengatakan bahwa pasca Otonomi daerah
berbagai permasalahan muncul antara lain peraturan perundang -undangan yang ada merupakan aspek yang lemah untuk mendukung desentralisasi kehutanan,
sehingga muncul perda yang bermasalah dan saling tumpang tindih. Selain itu disinyalir adanya peningkatan deforestasi hutan karena Pemerintah daerah lebih
menitik beratkan pada peningkatan Pendapatan Asli Daerah dari pada keberlanjutan sumberdaya hutan.
Merebaknya konflik sosial sebagai akibat ketidak pastian status kawasan hutan, meningkatnya praktek penebangan liar, penyelundupan kayu,
ketidakpastian hukum dan lemahnya stabilitas keamanan telah menjadikan sektor kehutanan sebagai sektor yang kontradiktif. Disatu sisi, sektor kehutanan
secara makro masih dijadikan sebagai salah satu andalan dalam upaya pemulihan ekonomi nasional melalui aktifitas eksport, penyerapan tenaga kerja
dan penyediaan peluang usaha masyarakat. Di sisi lain realisasi iklim usaha di sektor kehutanan saat ini justru tidak memungkinkan setiap pelaku usaha
mewujudkan target-target sosial, ekonomi dan lingkungan berskala lokal, nasional maupun global Nugroho, 2001. Sebenarnya tujuan utama pengelolaan
hutan pada dasarnya adalah Sustainable Forest Management SFM yang memiliki tiga faktor utama yaitu ekonomi produksi, Ekologi dan sosial. Dewasa
ini pengelolaan sumberdaya hutan terkesan lebih mengutamakan kepentingan ekonomi dibandingkan dua kepentingan lainya yaitu ekologi dan sosial.
Elvida dan Sukadri, 2002. Sektor kehutanan yang pernah menjadi sumber devisa utama ini, di
tahun 2004 nafasnya agaknya tersengal-sengal Sudradjat, 2004. Ditahun ini dan tahun -tahun mendatang, kekurangan bahan baku tetap akan menjadi
momok bagi industri kehutanan. Belum adanya upaya yang mampu
18
membuahkan hasil untuk mengembangkan atau setidaknya mengurangi ketimpangan antara kapasitas industri dan ketersediaan bahan baku. Bahan
baku bagi industri kehutanan menjadi barang langka, sesuatu yang dulu dianggap mudah dan berlimpah.
Proses kerusakan sumberdaya hutan kini kian memuncak sejak lima tahun terakhir. Bahkan beberapa tahun terakhir ini setiap tahun telah
berlangsung pengrusakan hutan seluas 2,4 juta hektar. Kondisi sumberdaya hutan dinegara berkembang saat ini tidak memiliki kesempatan untuk bernapas.
Kesempatan sumberdaya hutan bisa bernapas hanya bisa terjadi dinegara maju Suryohadikusumo, 2003. Terhentinya kegiatan hutan produksi akan semakin
memperce pat terjadinya kerusakan. Dalam kondisi sumberdaya hutan yang kian berkurang, maka
restrukturisasi dan alternatif manajemen menjadi sebuah kebutuhan. Restrukturisasi kehutanan dapat diarahkan secara fisik untuk mengendalikan
kerusakan sumberdaya hutan dan memulihkan kondisi sumberdaya hutan yang telah rusak Kartodihardjo, 2003. Kondisi ini dapat tercapai apabila over cutting,
illegal logging dan perizinan dapat dikendalikan. Menurut Simon 2003, restrukturisasi merupakan keniscayaan dimana dibutuhkan perubahan sistem
dan tata nilai para pihak dalam mengelola hutan. Perubahan itu mencakup perubahan organisasi, sistem manajemen, sistem administrasi dan personalia.
Darusman 2002 menyatakan bahwa pencegahan kerusakan sumberdaya hutan akibat pemanfaatannya dapat tercapai apabila kegiatan
ekonomipemanfaatan itu bergerak dalam kerangka perilaku biologi biological behavior. dan dalam batas-batas daya dukung dari sumberdaya hutannya
sendiri. Jadi sebenarnya, kegiatan ekonomi pemanfaatan sumberdaya hutan harus bergerak pada rambu -rambu ekologibiologi sumberdaya hutannya sendiri.
Bergerak pada rambu-rambu ekologi tidak berarti mengebiri atau memperlambat kegiatan ekonomi, tetapi membuat kegiatan ekonomi dapat berjalan lancar, cepat
dan tanpa henti karena terhindar dari bahaya -bahaya yang diperingatkan oleh rambu-rambu tersebut.
Rukmana 2004 mengatakan bahwa dampak dari ketidak jelasan pemahaman persoalan kehutanan di antara para pihak terutama otoritas
pengelolaan sumberdaya hutan, persepsi terhadap pengelolaan sumberdaya hutan, bahkan ketidak jelasan harapan yang digantungkan kepada hutan
teraktualisasikan dilapangan dalam bentuk dampak yang sangat konkrit.
19
Sumberdaya hutan adalah faktor produksi dan konsumsi untuk kesejahteraan bangsa Indonesia khususnya dan umat manusia pada umumnya
Sumberdaya hutan dalam memberikan manfaat kesejahteraan kepada masyarakat mempunyai dimensi yang luas yakni bagi kelangsungan generasi
kini dan generasi yang akan datang maupun bagi keutuhan bumi sebagai tempat hidup seluruh bangsa di dunia. Darusman, 2002.
Sumberdaya hutan merupakan salah satu sumberdaya penting bagi Indonesia yang terletak di daerah tropika basah, oleh karena hutan mempunyai
nila ekologis yang strategis baik di tingkat lokal, regional maupun global. Sementara itu hutan juga mempunyai arti ekonomis, karena hasil hutan terutama
kayunya merupakan salah satu sumber devisa negara Pratiwi dan Mulyanto, 2002. Kerusakan ekosistem hutan dapat mengakibatkan masalah -masalah
lingkungan lokal maupun regional seperti erosi, banjir, pengeringan mata air, penurunan curah hujan, perubahan iklim, kehilangan keaneka ragaman hayati
dan sebagainya Hamilton, 1991. Kesalahan utama dalam pengelolaan sumberdaya hutan adalah ”market
failure ” dalam sistem produksi yang menganggap pollution adalah external cost. Dalam konteks pengelolaan sumberdaya hutan, perusak lingkungan ada tiga
yaitu; economics, engineer, lawyer, sedangkan penyelamat lingkungan juga ada tiga yaitu; economics, engineer, lawyer. Salim, 2004.
Elvida dan Sukadri 2002 mengatakan bahwa pengelolaan hutan tidak semata-mata untuk meningkatkan penerimaan daerah termasuk PAD, tetapi
dititik beratkan pada kewenangan daerah untuk mengelola hutan dengan arif dan bijaksana. Persepsi pengelolaan keberlanjutan sumberdaya hutan adalah: a
Hutan sebagai paru -paru dunia dan megadiversity aspek ekologi; b Hutan sebagai sumber produksi aspek Ekonomi; c Kedua hal tersebut harus
diarahkan demi peningkatan kesejahteraan rakyat aspek sosial. Kelestarian sumberdaya hutan sangat tergantung dari kebijakan
pengelolaanya. Kelestarian sumberdaya hutan hampir tidak mungkin ditemukan kalau hanya diukur dengan produksi kayu Poore et al, 1989. Hasil kayu bukan
merupakan indikator utama dari kesehatan ekosistem hutan forest ecosystem health Jhonshon dan Cabarle, 1993. Dengan demikian tidaklah memadai jika
mendefinisikan keberlanjutan sumberdaya hutan hanya dari aspek produktivitas walaupun mencakup hasil hutan kayu dan non kayu yang terus menerus
Jhonshon dan Cabarle, 1993. Pengertian keberlanjutan pengelolaan hutan lebih
20
bijaksana jika tidak hanya memperhatikan pada kelestarian hasil saja, tetapi perlu memperhatikan aspek ekologi dan sosial ekonomi.
Bruenig dan Poker 1989, mengatakan bahwa pemanfaatan sumberdaya hutan yang bijaksana untuk keuntungan ekonomi dan ekologi dalam jangka
waktu yang lama merupakan hal penting dalam keberlanjutan pengelolaan sumberdaya hutan. ITTO 1992 mendefinisikan pengelolaan sumberdaya hutan
adalah sebagai proses pengelolaan lahan hutan se cara permanen untuk mendapatkan satu atau lebih tujuan yang spesifik, dengan memperhatikan
produksi yang terus menerus dari suatu hasil hutan dan jasa yang diinginkan, tanpa mengakibatkan penurunan nilai-nilai dan produktivitasnya pada masa yang
akan datang, serta tanpa menyebabkan pengaruh fisik dan lingkungan sosial. Menurut Awang et al. 2001, secara umum permasalahan yang dihadapi
bidang kehutanan saat ini antara lain: 1. Arah dan sistem pengelolaan sumberdaya hutan tidak jelas.
2. Akibat arah dan sistem yang tidak jelas maka perlindungan terhadap sumberdaya hutan juga tidak jelas.
3. Adanya konflik-konflik pemanfaatan sumberdaya hutan didaerah-daerah karena politik OTDA untuk sumberdaya hutan disikapi secara berlainan.
4. Kepentingan masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya hutan belum mendapat dukungan penuh dari pemerintah.
Bruenig 1986 dalam Simon 1993 mengemukakan bahwa sifat-sifat ekosistem hutan meliputi stabilitas stability, fleksibilitas flexibility, mudah
disesuaikan adaptability, dan dapat diterima acceptability dari sudut pandang ekologi, ekonomi maupun sosial.
2.2. Pengelolaan Sumberdaya Hutan Berkelanjutan.