Peranan Sumberdaya Hutan Indoensia.

26 semua nasehat adalah analisis kebijakan, jadi untuk menentukan nasehat tersebut, perlu lebih spesifik dan terkait dengan kebijakan publik. Analisis kebijakan adalah sebagai ilmu seni dan keahlian. Keberhasilan analisis kebijakan harus dapat mempergunakan keahlian dasar kedalam perpektif yang realistik atas ketentuan -ketentuan dalam masyarakat. Analisis kebijakan pengelolaan sumberdaya hutan perlu didesain dalam proyeksi usaha dan investasi jangka panjang yang membutuhkan dukungan prakondisi yang sehat.Rukmana, 2004. Menurut Vining et al. 1998 ada lima hal yang perlu diperhatikan dalam persiapan analisis kebijakan yaitu : a Analis perlu tahu bagaimana mengumpulkan, mengorganisasi dan berkomunikasi dalam situasi di mana terdapat batasan waktu dan akses kepada orang -orang. b Analis perlu mempunyai prespektif untuk melihat masalah-masalah sosial dalam konteksnya. c Analis perlu memiliki kemampuan teknik agar dapat memprediksi dengan baik dan mengevaluasi alternatif kebijakan dengan percaya diri. d Analis perlu mempunyai pemahaman perilaku organisasi dan politik agar supaya dapat memprediksi kemungkinan pengaruh dan keberhasilan pelaksanaan kebijakan. e Analis perlu mempunya i rambu -rambu etika bahwa secara ekplisit bertanggungjawab kepada klien. Analisis kebijakan pengelolaan hutan memiliki dimensi penting yang perlu difahami oleh stakeholders kehutanan yaitu bahwa pengelolaan hutan merupakan manajemen proses terhadap ekosistem hutan yang memiliki dinamika siklus hidup yang unik. Ketidak pedulian terhadap instrumen manajemen merupakan fakta bahwa kebijakan pengelolaan hutan masih jauh dari profesional dan lebih cocok jika dikatakan konvensional yang didasarkan pada pemahaman bisnis kecil berjangka musiman Rukmana, 2004.

2.3.1. Peranan Sumberdaya Hutan Indoensia.

Indonesia dikaruniai hutan tropika basah terbesar kedua di dunia. Sekitar 78 persen dari luas daratan Indonesia tergolong sebagai kawasan hutan. Kawasan hutan tersebut terdiri atas 7 tujuh jenis wilayah biogeografi dengan keanekaragaman ekosistem mulai dari hutan pantai, hutan rawa, hutan mangrove, hutan dataran rendah, hutan savanna, hutan hujan pegunungan, dan hutan alpin. Dengan luasan yang hanya 1,3 persen dari to tal luas permukaan 27 bumi, Indonesia setidaknya memiliki 10 persen dari seluruh jenis tumbuhan di dunia, 12 persen dari seluruh jenis mamalia, 16 persen dari seluruh jenis reptil dan amphibi, dan 17 persen dari seluruh jenis burung. Indonesia termasuk sebagai salah satu dari keenam negara yang memiliki kekayaan sumberdaya keanekaragaman hayati tertinggi di dunia mega-biodiversyti countries World Bank , 2000. Kekayaan sumberdaya hutan yang demikian besar tersebut, memberikan peranan penting dalam pelaksaaan pembangunan baik dari aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan serta untuk masyarakat dunia dari fungsi hutan sebagai penyerap karbon carbon sink dan nilai keanekaragaman hayati. Pada tahun 1993, hasil hutan kayu menghasilkan devisa sebesar USD 3 milyar dan menempatkan hasil hutan kayu sebagai komoditi penting dari sumberdaya hutan. Dengan angka devisa sebesar itu, ekspor hasil hutan kayu menempati tempat kedua dalam menghasilkan devisa setelah minyak dan gas. Kondisi ini terus berlangsung, setidaknya sampai tahun 1994. Nilai devisa dari kayu mencapai angka USD 4,2 milyar. Peranan hasil hutan terhadap perekonomian dapat dilihat tidak hanya dari perolehan devisa saja, tapi juga dari penyediaan lapangan kerja dan menjadi pemicu pertumbuhan ekonomi di daerah terpencil. Menurut Departemen Kehutanan dan Perkebunan 1998 tenaga kerja yang terserap oleh sektor kehutanan mencapai sekitar 5,4 persen dari total tenaga kerja Idonesia. Sekalipun demikian, di balik peran sumberdaya hutan yang begitu besar, ada sejumlah masalah penting yang dihadapi dan bahkan sampai saat ini cenderung semakin kompleks. Tingkat kerusakan hutan baik dalam bentuk deforestasi dan degradasi hutan yang sudah berada pada tingkat yang memprihatinkan, karena paradigma pembangunan yang digariskan selama ini nyata -nyata lebih bertumpu pada pertumbuhan ekonomi. Disamping itu, penyebab kerusakan hutan alam adalah akibat kepentingan politis, ekonomis, dan sosial yang akhirnya menuntut dibukanya pengusahaan hutan komersial dalam skala besar terutama setelah tahun 1967, yang pada akhirnya menempatkan hutan Indonesia pada pengelolaan yang tidak lestari dan manfaat yang diperoleh dari petumbuhan ekonomi juga tidak merata World Bank , 2000. Bila ditelaah lebih jauh, berbagai kerusakan lingkun gan dan sumberdaya hutan terkait dengan a tidak berimbangnnya porsi kegiatan pemanfaatan dengan kegiatan rehabilitasi hutan dalam kebijakan pengelolaan hutan yang 28 digariskan pemerintah; dan b pemanfaatan yang lebih terkonsentrasi pada pemanfaatan hasil hutan kayu. Kebijakan pemerintah dalam pengelolaan hutan lebih menitikberatkan pada pemanfaatan kayu dibanding pemanfaatan lainnya sumber obat-obatan dan jasa lingkungan untuk ekowisata. Orientasi dan kebijakan pemerintah dalam pengelolaan sumberdaya hu tan selama ini sering dinilai sebagai ”hanya berorientasi kayu” timber oriented. Banyak manfaat lain dari sumberdaya hutan yang belum diperhitungkan secara maksimal termasuk dalam menentukan nilai akhir dari satu meter kubik kayu saat dipasarkan. Pasar kayu Indonesia telah gagal didalam menetapkan harga kayu. Harga kayu yang berlaku dipasaran tidak mencerminkan nilai kayu yang sesungguhnya. Keadaan ini menujukkan fakta empiris, bahwa telah terjadi kegagalan pasar untuk kayu Indonesia market failure yang menyebabkan komoditi kayu itu sendiri dihargai sedemikian rendah undervalued .

2.3.2. Kronologis Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Hutan