Dimensi ekonomi HASIL DAN PEMBAHASAN

90 Di wilayah perbatasan, terutama di Kabupaten Kapuas Hulu secara keseluruhan merupakan daerah yang telah mengalami pengikisan dan semakin tua, yang ditandai dengan gradient sungai yang kecil dan berkelok-kelok. Morfologi daerah berbentuk wajan kuali, terdiri dari dataran rendahcekung yang terendam air. Dengan morfologi daerah yang demikian, sumberdaya hutan di wilayah perbatasan merupakan sumberdaya hutan gambut dan sering terendam air. Hutan gambut yang sering tergenang air karena berada di daerah sekitar aliran sungai menjadi faktor penghambat terjadinya suksesi hutan apabila terjadi penebangan kayu dan pembukaan lahan untuk pertanian atau perkebunan. Proses suksesi hutan pada jenis tanah podsolik merah kuning PMK, brown forest litosol dan organosol, dan lahan gambut membutuhkan waktu yang relatif lebih lama jika d ibandingkan pada lahan podsolik hitam, lahan tidak bergambut, dan tidak tergenang air. Program penghijauan program reboisasi merupakan upaya yang perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah dalam rangka menanggulangi kerusakan hutan terutama di wila yah perbatasan. Pada tahun 2004, kegiatan reboisasi melalui Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan GNRHL di Provinsi Kalimantan Barat seluas 7.300 ha. Kegiatan reboisasi yang dilakukan banyak mengalami kegagalan karena kurang melibatkan masyarakat setempat dan kegiatan tersebut hanya berlangsung sesaat, sehingga lahan kritis sebagai akibat kebakaran hutan, penebangan liar, ladang berpindah, dan perambahan hutan di Kalimantan Barat mencapai luas 2.364.158 ha berada dalam kawasan hutan, dan se luas 2.973.873 hektar yang berada di luar kawasan hutan Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Barat, 2005.

b. Dimensi ekonomi

Realisasi penerimaan Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat dari iuran dana reboisasi DR pada tahun 2004 kurang dari 10 dari jumlah yang ditetapkan. Penerimaan iuran DR yang diterima pemerintah hanya sebesar 438.997,87 US dolar, sedangkan tunggakan DR mencapai 5.621.759,33 US dolar. Kondisi ini menggambarkan rendahnya komitmen dari HPH untuk secara bersama bertanggung jawab dalam memperbaiki sumberdaya hutan di wilayah Kalimantan Barat. Di wilayah perbatasan, kerusakan lingkungan ditandai dengan adanya kerusakan sumberdaya hutan yang diakibatkan pembakaran dan penebangan hutan terutama oleh HPH tanpa diikuti dengan kegiatan reboisasi. Hal ini 91 menyebabkan mulai punahnya beberapa unsur keanekaragaman hayati flora dan fauna. Kerusakan lingkungan di kawasan ini ternyata tidak terbatas pada kerusakan sumberdaya hutan saja, namun telah terjadi kerusakan lingkungan laut, udara, dan sungai terutama akibat adanya kegiatan industri pengolahan hasil hutan yang pada umumnya lokasinya berada di sepanjang sungai. Mata pencaharian masyarakat di wilayah perbatasan lebih dari 80 persen adalah bertani. Kegiatan pertanian yang dilakukan dengan cara membuka hutan secara berpindah-pindah merupakan budaya turun-temurun masyarakat tradsional di wilayah perbatasan. Kegiatan pembersihan lahan dengan cara dibakar menjadi salah satu faktor penyebab utama seringnya terjadi kebakaran hutan di wilayah perbatasan. Kegiatan ladang berpindah yang dilakukan masyarakat di wilayah perbatasan dan pembersihan lahan dengan cara dibakar tidak saja mengakibatkan kerusakan sumberdaya hutan berupa kayu dan hasil hutan lainnya, tetapi kegiatan ini juga akan mengganggu keseimbangan ekosistem hutan secara keseluruhan. Secara alamiah, hutan sebagai suatu ekosistem membentuk fungsi keseimbangan antar berbagai komponen hidup biotik dan komponen tidak hidup abiotik . Kegiatan ladang berpindah akan merusak keseimbangan ekosistem ini secara menyeluruh karena banyaknya komponen ekosistem yang rusak akibat kegiatan ladang berpindah. Distribusi persentase Pendapatan Domestik Regional Bruto PDRB yang memberikan gambaran struktur perekonomian di Provinsi Kalimantan Barat selama lima tahun terkahir dari tahun 1999 - 2004 dapat dikatakan tidak mengalami perubahan yang cukup berarti. Sektor pertanian masih tetap mejadi pemimpin leading sector dari sektor-sektor yang lainnya, dengan kontribusi rata-rata mencapai 50,08 persen. Peranan sektor pertanian yang dominan tersebut dalam struktur perkenomian Kalimantan Barat terutama didukung oleh sub sektor kehutanan yang memberikan kontribusi terbesar yaitu 24,18 persen; disusul oleh sub sektor tanaman pangan sebe sar 12,00 persen; diikuti oleh sub sektor perikanan yang memberikan kontribusi sebesar 7,24 persen. Untuk sub sektor tanaman perkebunan dan peternakan masing-masing hanya menyumbang sebesar 2,06 persen dan 2,26 persen terhadap sektor pertanian. Sektor kedua yang memberikan kontribusi besar terhadap PDRB tahun 2004 adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran dengan kontribusi sebesar 23,16 persen. Untuk sektor ini, penyumbang terbesar diberikan oleh 92 sub sektor perdagangan, yaitu sebesar 22,74 persen. Kontribusi terbesar ketiga diberikan oleh sektor jasa yaitu sebesar 8,99 persen, dengan peran terbesar diberikan oleh sub sektor pemerintahan umum, sedangkan untuk sektor-sektor yang lainnya hanya memberikan kontribusi kurang 8 persen. Ada tiga jenis produksi hasil sumberdaya hutan di wilayah Kalimantan Barat, yaitu kayu bulat, hasil hutan bukan kayu, dan kayu olahan. Pada tahun 2004, dihasilkan sebanyak 699.420,08 M 3 kayu bulat dari empat jenis perijinan yang dikeluarkan oleh pemerintah . Menurut laporan Departemen Kehutanan 2003, sampai tahun 1980-an produk hasil hutan didominasi oleh kayu bulat. Industri perkayuan ini bergeser dominasinya ke industri kayu lapis, sejalan dengan kebijakan peningkatan industri hilir di dalam negeri mela lui pengurangan ekspor kayu bulat, sampai akhirnya pelarangan secara penuh ekspor kayu bulat pada tahun 1985. Kondisi ini telah memberikan implikasi meningkatnya tekanan terhadap sumberdaya hutan yang dicerminkan oleh tingkat kerusakan dan degradasi hutan yang tinggi bervariasi antara 1,3 – 2,4 juta ha per tahun. Tingkat kerusakan dan degradasi sumberdaya hutan yang relatif tinggi sangat terkait dengan a tidak berimbangnya porsi kegiatan pemanfaatan dengan kegiatan rehabilitasi hutan dalam kebijakan pengelolaan sumberdaya hutan yang digariskan pemerintah; dan b pemanfaatan yang lebih terkonsentrasi pada pemanfaatan hasil hutan kayu. Dengan kata lain, kebijakan pemerintah dalam pengelolaan hutan lebih menitik beratkan pada pemanfaatan kayu dibanding pemanfaatan lainnya sumber obat-obatan dan jasa lingkungan untuk ekowisata. Orientasi dan kebijakan pemerintah dalam pengelolaan sumberdaya hutan selama ini sering dinilai sebagai ”hanya berorientasi kayu” timber oriented . Produksi hasil hutan bukan kayu di Kalimantan Barat yang sudah dimanfaatkan baru sebatas rotan, kayu gaharu ramin buaya, dan damar, sementara hasil hutan bukan kayu berupa obat-obatan dan jasa lingkungan masih belum mendapat perhatian dan belum didapat manfaat yang optimal. Pada Tabel 20 disajikan produksi hasil hutan bukan kayu di Kalimantan Barat pada tahun 2004. 93 Tabel 20. Produksi hasil hutan bukan kayu di Kalimantan Barat tahun 2004 No. Jenis Hasil Hutan Satuan Produksi 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Rotan Lacak Rotan Cacing Rotan Semambu Rotan Manau Rotan Getah Rotan Hitam Kulit Kayu Damar Batu Serpihan Kayu Ramin Ramin Buaya Ton Ton Batang Batang Ton Ton Ton Ton Kg Kg 25 24 40.275 212.858 15 4 31 80 114.120 4.400 Sumber: Dinas Kehutanan Kalimantan Barat 2005 Menurut data Dinas Perindustrian dan Perdagangan provinsi Kalimantan Barat 2005, terdapat banyak manfaat lain dari sumberdaya hutan yang belum diperhitungkan secara maksimal termasuk dalam menentukan nilai akhir dari satu meter kubik kayu saat dipasarkan. Pasar kayu Indonesia telah gagal dalam menetapkan harga kayu. Harga kayu yang berlaku di pasaran tidak mencerminkan nilai kayu yang sesungguhnya. Keadaan ini menujukkan fakta empiris, bahwa telah terjadi kegagalan pasar untuk kayu Indonesia market failure yang men yebabkan komoditi kayu itu sendiri dihargai sedemikian rendah undervalued. Hasil sumberdaya hutan berupa kayu di Provinsi Kalimantan Barat masih merupakan komoditas ekspor yang memberikan kontribusi terbesar terhadap komposisi nilai ekspor. Pada tahun 2004, nilai ekspor mencapai 259,781 juta US dolar. Negara tujuan ekspor adalah Jepang, China, Korea, Amerika Serikat, Singapura, Taiwan, dan Malaysia. Hal ini menunjukkan bahwa pasar komoditas hasil hutan kayu asal Kalimantan Barat sudah mencakup pasar internasional. Pada Tabel 21, Gambar 8 dan 9 dapat dilihat perkembangan dan komposisi nilai ekspor Kalimantan Barat pada tahun 2003 -2004. Tabel 21. Perkembangan nilai ekspor Kalimantan Barat tahun 2003 -2004. Nilai Ekspor US. Komoditas 2003 2004 Perkembangan Hasil hutan kayu 260,612 259,781 -0,32 Karet 126,821 163,354 28,81 Industri lain 1,848 3,848 108,22 Re-Ekspor 0,106 0,109 2,83 Hasil hutan ikutan 0,388 0,359 -7,47 Hasil perikanan 16,746 20,747 23,89 Non industri lain-lain 3,743 5,744 53,46 Jumlah 410,264 45,942 10,64 Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kalimantan Barat, 2005. 94 260,612 259,781 126,821 163,354 1,848 3,848 0 0 0 0 16,746 20,747 3,743 5,744 50,000 100,000 150,000 200,000 250,000 300,000 Juta US Hasil hutan kayu Karet Industri lain Re-ekspor Hasil hutan ikutan Hasil perikanan Non industri lain Komoditas 2003 2004 Gambar 8.. Perkembangan nilai ekspor Kalimantan Barat Tahun 2003 -2004 4 0.109 21 6 0.359 163 260 Hasil hutan kayu Karet Industri lain Re-ekspor Hasil hutan ikutan Hasil perikanan Non industri lain Gambar 9. Komposisi nilai ekspor Kalimantan Barat tahun 2004 dalam juta US . Nilai ekspor hasil hutan yang mendominasi komposisi nilai ekspor Kalimantan Barat ternyata belum memberikan manfaat secara signifikan terhadap peningkatan pendapatan masyarakat di sekitar hutan. Sektor pertanian 95 masih mendominasi sebagai mata pencaharian sebagian besar penduduk di wilayah perbatasan. Hampir 80 persen usia kerja bekerja pada sektor pertanian, khususnya sub sektor tanaman pangan yang mencapai 53,08 persen. Kegiatan usaha tani yang dilakukan oleh masyarakat di wilayah perbatasan masih berorientasi pada pemenuhan kebutuhan masing-masing keluarga petani itu sendiri Bappeda dan BPS Kalimantan Barat, 2004.

c. Dimensi sosial-budaya