151
2. Tingkat KabupatenKota
Pengelolaan sumberdaya air di tingkat kabupaten diatur dengan perda Pemerintah Daerah KabupatenKota. Sebagai contoh Pengelolaan Air bawah tanah
di Kabupaten Lombok Barat diatur dengan Perda no. 3 tahun 2003. Bupati sebagai pemegang wewenang dalam pengelolaan sumberdaya air menunjuk Kepala Dinas
Pertambangan dan Energi sebagai pelaksana wewenang dan tanggung jawab untuk pengaturan pengelolaan air bawah tanah. Wewenang dan tanggung jawab tersebut
meliputi inventarisasi air bawah tanah, evaluasi potensi, pemantauan terhadap muka air dan mutu, konservasi, pemberian ijin pemanfaatan, dan pemberian ijin usaha
pengeboran dan juru bor. Peruntukan dan pemanfaatan air bawah tanah untuk keperluan air minum
merupakan prioritas utama di atas segala keperluan lainnya, berturut-turut urutan prioritas peruntukan dan pemanfaatan adalah untuk kebutuhan rumah tangga, untuk
peternakan dan pertanian tradisional, untuk industri, untuk irigasi komersial pertanian modern, untuk pertambangan, untuk usaha perkotaan dan untuk
kepentingan lainnya. Urutan prioritas tersebut dapat diubah oleh Bupati dengan melihat kepentingan umum dan kondisi setempat.
Selain pajak pengambilan dan pemanfaatan air tanah yang dipungut oleh pemerintah propinsi, pemerintah kabupatenkota juga menarik retribusi berkaitan
dengan jasa pelayanan pemberian ijin, meliputi ijin eksplorasi air tanah, ijin usaha perusahaan pengeboran, ijin pengeboran, ijin pemanfaatan air tanah, ijin penurapan
mata air dan ijin pemanfaatan air. Besarnya pungutan retribusi adalah sebagai berikut:
1. Ijin eksplorasi air bawah tanah sebesar Rp 25 000. 2. Ijin usaha perusahaan pengeboran air bawh tanah sebesar Rp 150 000.
152
3. Pengeboran air bawah tanah untuk: a. Titik pertama sebesar Rp 50 000.
b. Titik kedua sebesar Rp 75 000. c. Titik ke tiga, ke empat, ke lima dan seterusnya, masing-masing sebesar
Rp 100 000, Rp 125 000, dan Rp 150 000. 4. Ijin pemanfaatan air bawah tanah
a. Titik pertama sebesar Rp 50 000. b. Titik ke dua sebesar Rp 75 000.
c. Titik ke tiga ke atas sebesar Rp 100 000. d. Perpanjangan ijin pemenfaatan air bawah tanah sebesar Rp 50 000.
5. Ijin penurapan mata air a. Titik pertama sebesasr Rp 30 000.
b. Titik ke dua sebesar Rp 40 000. c. Titik ke tiga, ke empat dan ke lima masing-masing sebesar Rp 50 000,
Rp 75 000, dan Rp100 000. 6. Ijin pemanfaatan mata air
a. Titik pertama sebesar Rp 75 000. b. Titik ke dua sebesar Rp 100 000.
c. Titik ke tiga, ke empat dan ke lima masing-masing sebesar Rp 120 000, Rp 150 000, dan Rp 175 000.
Kabupaten Lombok Tengah juga memiliki beberapa peraturan daerah yang mengatur pengelolaan Sumberdaya air, diantaranya Perda No. 6 tahun 1998 tentang
pajak pemanfaatan air bawah tanah. Perda ini mengatur mekanisme penetapan pajak dan pemungutan pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah, namun pada
tahun 2001 kebijakan perpajakan mengalami perubahan, dimana pajak pengambilan
153
dan pemanfaatan air tanah tidak lagi menjadi pajak kabupaten namun pajak propinsi, sehingga Perda no 6 tahun 1998 ini dianulir digantikan Perda Propinsi Nusa
tenggara Barat no. 6 tahun 2001. Untuk melindungi keamanan pangan konsumen, Pemerintah Daerah Lombok
Tengah juga menetapkan Perda no. 29 tahun 2002 tentang Pengawasan Kualitas Air. Perda ini terutama untuk mengawasi kualitas air bersih dan air minum baik yang
dihasilkan oleh PDAM maupun perusahaan air minum dalam kemasan, menetapkan parametersyarat-syarat kesehatan yang harus dipatuhi, dan menetapkan besarnya
retribusi pengawasan kualitas air. Seperti halnya Kabupaten lainnya, produk kebijakan Kabupaten Lombok
Timur yang berkaitan dengan air juga masih sangat terbatas. Pengelolaan sumberdaya air secara umum mengikuti aturan yang ditetapkan di tingkat nasional
dan propinsi. Perda yang ditetapkan Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok Timur diantaranya: 1 Perda No. 13 Tahun 2002 tentang Perlindungan Sumber Air Baku,
2 Perda No. 11 Tahun 2002 tentang Perubahan Atas Perda No 2 Tahun 1990 tentang Pendirian PDAM dan 3 Perda No. 8 Tahun 1990 tentang Pola Tanam dan
Tertib Tata Tanam. Perda Kabupaten Lombok Timur No. 13 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Sumber Air Baku mengatur kegiatan apa saja yang dilarang dilakukan di zona-zona perlindungan sumber air baku, sedangkan kewenangan pemberian izin dari kegiatan
yang tidak termasuk dalam larangan tersebut ada di tangan Bupati. Perda no 8 tahun 1990 menetapkan jenis tanaman yang ditanam di lokasi tertentu dengan tujuan
memudahkan pengaturan distribusi air irigasi, dan pengendalian hama dan penyakit, juga dalam kaitannya perencanaan pemenuhan kebutuhan pangan di tingkat lokal.
154
Proporsi kontribusi dari pemakai air ke desa dimana sumber air berada di wilayahnya tidak diatur dalam peraturan perundangan baik ditingkat nasional,
propinsi maupun kabupaten. Dalam UU No 34 Tahun 2000 tentang Pajak dan Retribusi Daerah tidak terdapat satu pasalpun yang memuat kontribusi dari
masyarakat pemakai air ke desa dimana sumber air berada di wilayahnya. Dalam prakteknya, dikenal adanya kontribusi dari PDAM kepada desa tertentu yang sumber
airnya dimanfaatkan oleh BUMD tersebut. Karena tidak diatur dalam peraturan perundangan, tidak setiap desa yang sumber airnya dimanfaatkan oleh swasta
ataupun BUMNBUMD mendapatkan kontribusi. Walaupun UU No 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air saat ini sedang
dalam proses judicial review di Mahkamah Konstitusi, namun perlu dipersiapkan langkah-langkah penyusunan perubahan terhadap produk kebijakan di daerah.
Karena terdapat beberapa substansi isi dari produk kebijakan daerah yang perlu disesuaikan dengan UU ini. Sebagai misal, dengan adanya Perda Provinsi NTB No.
6 Tahun 2001 tentang Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan, maka kewenangan pengambilan pajak daerahnya ada pada daerah
provinsi. Padahal pembagian wewenang dan tanggung-jawab pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupatenkota dan pemerintah desa dalam
pengelolaan sumber daya air, sebenarnya cukup jelas diatur dalam UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
Dalam pasal 14 sampai pasal 17 undang-undang ini, kewenangan pengelolaan dari:
1. Pemerintah Pusat pada wilayah sungai lintas negara dan wilayah sungai strategis nasional
2. Pemerintah Provinsi pada wilayah sungai lintas kabupatenkota
155
3. Pemerintah KabupatenKota pada wilayah sungai dalam satu kabupatenkota 4. Pemerintah Desa pada sumberdaya air di wilayah desa yang belum dilaksanakan
oleh masyarakat dan atau pemerintahan di atasnya Wewenang dan tanggung jawab pemerintah kabupatenkota pada wilayah sungai
dalam satu kabupatenkota dalam hal: 1. Penetapan kebijakan pengelolaan sumber daya air di wilayahnya berdasarkan
kebijakan nasional sumber daya air dan kebijakan pengelolaan sumber daya air provinsi dengan memperhatikan kepentingan kabupatenkota sekitarnya
2. Penetapan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu kabupatenkota
3. Penetapan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu kabupatenkota dengan memperhatikan kepentingan kabupatenkota sekitarnya
4. Penetapan dan pengelolaan kawasan lindung sumber air pada wilayah sungai dalam satu kabupatenkota
5. Pelaksanaan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu kabupatenkota dengan memperhatikan kepentingan kabupatenkota sekitarnya
6. Pengaturan, penetapan dan pemberian izin penyediaan, peruntukan, penggunaan, dan pengusahaan air tanah di wilayahnya serta sumber daya air pada wilayah
sungai dalam satu kabupatenkota 7. Pembentukan dewan sumber daya air atau dengan nama lain di tingkat
kabupatenkota dan atau wilayah sungai dalam satu kabupatenkota 8. Pemenuhan kebutuhan pokok minimal sehari-hari bagi masyarakat di
wilayahnya 9. Penjagaan efektivitas, efisiensi, kualitas dan ketertiban pelaksanaan pengelolaan
sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu kabupatenkota
156
Karena pengelolaan sumber daya air bersifat lintas sektoral dan wilayah dan memerlukan keterpaduan tindak agar kelangsungan fungsi, manfaat dan sumber
airnya terjaga, maka diperlukan wadah koordinasi yang bernama Dewan Sumber Daya Air beranggotakan unsur pemerintah dan non pemerintah secara seimbang
baik tingkat nasional, daerah provinsi maupun kabupaten. Tugas pokok Dewan Sumber Daya Air adalah menyusun dan merumuskan
kebijakan serta strategi pengelolaan sumber daya air. Hal ini berarti pemberian izin mengacu pada hasil rumusan kebijakan serta strategi pengelolaan sumber daya air
yang disusun oleh Dewan Sumber Daya Air ini. Implementasi UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air menjadi
pekerjaan rumah bagi daerah yang akan meninjau kembali atau menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah, seperti pembuatan rencana konservasi sumber daya air Pasal
20 ayat 3, dan Penetapan zona pemanfaatan sumber air Pasal 27 ayat 2.
Disamping itu diperlukan kelembagaan baru berupa pembentukan Dewan Sumberdaya Air
di kabupatenkota serta pembentukan UPT Unit Pelaksana
Teknis yang menyelenggarakan kegiatan sistem informasi sumberdaya air.
VI. MODEL ALOKASI SUMBERDAYA AIR
Untuk menganalisis permintaan air langsung dan air tak langsung telah dilakukan survey terhadap 110 rumahtangga dari ke empat wilayah SSWS di Pulau
Lombok. Identitas responden disajikan pada Tabel 34. Hampir seluruh responden yang merupakan kepala keluarga rumahtangga berada pada usia produktif dengan
umur rata-rata 42.5 tahun dan kisaran umur 25–76 tahun. Tabel 34. Distribusi Responden Menurut Umur, Pendidikan dan Pendapatan
N o
Umur Pendidikan
Pendapatan Pekerjaan
Kisaran Jumlah Kisaran Jumlah Kisaran
Jumlah Jenis
Jumlah 1
30 9
SD 39
Rp 1 juta 59
PNS 28
2
30 - 39 37
SLTP 14
Rp 1 - 1.9 juta 16
Karyawan swasta 5
3
40 - 49 40
SLTA 36
Rp 2 - 2.9 juta 18
wirausaha 30
4
50 - 59 18
DIPLOMA 3
Rp 3 - 3.9 juta 7
Petaniburuh tani 25
5
60 6
S1 S2 18
Rp 4 juta 10
Buruh non tani 22
Pendidikan responden terbanyak berada pada level pendidikan dasar 35, dan pendidikan menengah 46, sedang perguruan tinggi hanya mencapai 19.
Seiring dengan lebih banyaknya responden yang berada pada level pendidikan menengah ke bawah, tingkat pendapatan rata-rata terbesar 54 juga bereda pada
tingkatan terbawah, yakni lebih kecil dari Rp 1 000 000 per bulan. Hanya 14 rumahtangga memliki penghasilan di atas Rp. 3 juta. Demikian halnya dengan jenis
pekerjaan responden terbanyak adalah sebagai petani, buruh tani dan buruh non tani 47. Meskipun jumlah wirausahawan relatif besar 27 namun jenis usahanya
merupakan usaha kecil berupa industri rumahtangga yang mengolah hasil pertanian, dan industri kerajinan. Sangat sedikitnya industri sedang dan besar di Pulau Lombok
menyebabkan yang bekerja sebagai karyawan perusahaan swasta juga relatif kecil.