Model Empiris Alokasi Sumberdaya Air di Pulau Lombok .1 Fungsi Tujuan
175
untuk sektor industri adalah rumahtangga yang mengkonsumsi hasil produksi sektor industry. Dihitung dari jumlah penduduk dibagi dengan rata-rata jumlah anggota
rumahtangga. Pengguna air untuk Sektor Pariwisata adalah jumlah wisatawan yang menginap di hotel dan pengunjung restorant. Data diperoleh dari Dinas Pariwisata
Propinsi Nusa Tenggara Barat.
6.4 Model Empiris Alokasi Sumberdaya Air di Pulau Lombok 6.4.1 Fungsi Tujuan
Tujuan model optimasi dalam pengelolaan sumberdaya air di Pulau Lombok adalah memaksimum nilai kini total benefit sosial netto selama horizon waktu 2010-
2025. Perhitungan benefit sosial netto dalam penelitian ini menggunakan dua pendekatan yaitu i pendekatan consumer surplus dan producer surplus dan ii
pendekatan nilai produk marginal the Value of Marginal Product. Benefit sosial yang diperoleh konsumen ditunjukkan oleh besarnya consumer surplus, secara grafis
digambarkan oleh luas area di bawah kurva inverse demand function dikurangi besarnya pengeluaran expenditure, sedang benefit sosial yang diperoleh produsen
sebesar penerimaan harga dikalikan jumlah barang yang dijual dikurangi dengan total biaya yang dikeluarkan perusahaan. Karena pengeluaran rumahtangga
besarnya sama dengan penerimaan perusahaan, maka benefit bersih merupakan selisih antara besarnya area di bawah inverse demand function dan marginal cost
supply function. Inverse demand function
dari air dan barang-barang konsumsi dapat diturunkan dari fungsi permintaan. Karena selain variabel konsumsi air dan harga
adalah parameter, maka untuk tujuan penyederhanaan, nilainya diakumulasikan
176
dalam intercept, sehingga inverse demand function hanya merupakan hubungan antara harga dan jumlah barang yang diminta.
Tabel 43. Estimasi Koefisien Fungsi Benefit Marginal Untuk Seluruh Pengguna Air di Pulau Lombok, Tahun 2010
SEKTOR SUB-SEKTOR
SUB SATUAN WILAYAH SUNGAI DODOKAN
JELATENG MENANGA
PUTIH A
R
1ij1
A
R
2ij1
A
R
1ij2
A
R
2ij2
A
R
1ij3
A
R
2ij3
A
R
1ij4
A
R
2ij4
URBAN SERVICES
PDAM 4099.67
-0.0883 3734.96 -0.0948
3938.26 -0.0947
3984.09 -0.0813 SUMUR
2950.00 1.0000
2950.00 1.0000 2950.00
1.0000 2950.00 1.0000
AIR KEMASAN 421052.07
-0.1135 435158.92 -0.1107 415567.74 -0.1127 452498.28 -0.1592
INDUSTRI INDUSTRI PANGAN
9098.28 -0.2192
9098.28 -0.2192 9098.28
-0.2192 9098.28 -0.2192
IND. NON PANGAN 543.25
-0.7620 432.97 -0.5440
433.20 -0.623
464.23 -0.2533 PARIWISATA
PERHOTELAN 205498.26
-0.2792 180498.27 -0.2192 150498.23 -0.2192 190498.22 -0.2192
RESTORAN 25453.23
-0.2142 25243.25 -0.2534
26342.23 -0.423
24352.53 -0.3421
Keterangan: A1ijk = harga maksimum yang konsumen bayarkan untuk 1 unit pertama barang yang dikonsumsi.
A2ijk = elastisitas permintaan nilai parameter bukan dari hasil estimasi fungsi demand, nilai air
sumur yang sudah disamakan dengan harga rata-rata air PDAM, sehingga nilai marginalnya merupakan perkalian antara harga rata-
rata air PDAM dan kuantitas air sumur yang digunakan.
Tabel 43 menunjukkan hasil estimasi fungsi benefit sosial marginal dari masing-masing jenis permintaan air dan barang-barang konsumsi rumahtangga pada
setiap SSWS yang ada di Pulau Lombok. Nilai A
R
1ijk
R
nilai maksimum masing- masing barang dari fungsi permintaan barang yang dihasilkan oleh setiap sub
sektor relatif sama untuk keempat wilayah yang ada. Demikian juga dengan nilai inverse demand elastisity
A
R
2ijk
R
memiliki besaran yang hampir sama dan seluruhnya memiliki tanda negatif yang menunjukkan hubungan terbalik antara harga dan
jumlah barang yang diminta.
177
Untuk penggunaan air PDAM di SSWS Dodokan misalnya, fungsi marginal benefit dapat dirumuskan sebagai 4099.67SP1
P
-0.0883
P
, menunjukkan bahwa nilai maksimum willingness to pay konsumen akan satu unit pertama air PDAM adalah
sebesar Rp 4099.67, nilai tersebut terus mengalami penurunan sebesar 8.83 untuk setiap tambahan 1 unit konsumsi air berikutnya.
Untuk komoditas yang bukan berbasis air yaitu untuk komoditas hasil industri baik industri pangan maupun non pangan, dan jasa pariwisata yang berupa
jasa layanan penginapan perhotelan dan jasa kuliner rumah makan, fungsi permintaan akan barang dan jasa tersebut ditransformasikan menjadi permintaan air
dengan menerapkan konsep air maya, yaitu air yang diperlukan untuk menghasilkan satu satuan barang tersebut. Jumlah barang yang diminta sama dengan jumlah air
yang dibutuhkan untuk menghasilkan seluruh barang dibagi dengan besarnya air maya barang tersebut. Dari besarnya nilai intercept dapat dilihat bahwa di SSWS
Dodokan sebagai contoh air minum kemasan memiliki nilai willingness to pay maximum tertinggi Rp 421052.07 per m
P
3
P
, kemudian perhotelan Rp 205498.26 per m
P
3
P
pada urutan ke dua, dan rumah makan Rp 25453.23 per m
P
3
P
pada urutan ke tiga. Nilai willingness to pay konsumen terhadap barang hasil industri non pangan
adalah terendah Rp 543.25 per m
P
3
P
. Selain air sumur pasar tidak eksis, respon jumlah konsumsi terhadap
perubahan willingness to pay dilihat dari nilai slope dari variabel jumlah air yang dikonsumsi industri non pangan adalah tertinggi 76, perhotelan sebesar 27,
industri pangan sebesar 22 dan rumah makan sebesar 21. Respon jumlah konsumsi terhadap perubahan harga di SSWS lain juga memiliki kecenderungan
yang sama.
178
Marginal benefit dari penggunaan air pada sektor pertanian dihitung dengan pendekatan nilai produk marginalnya, yaitu merupakan hasil perkalian antara harga
barang yang dihasilkan dengan produk marginal. Produk marginal menggambarkan besarnya tambahan output akibat adanya penambahan satu satuan input ke dalam
proses produksi. Besarnya produk marginal diperoleh dari turunan pertama fungsi produksi. Dalam penelitian ini, bentuk fungsi produksi Cob-Douglas digunakan
untuk mengestimasi hubungan fisik antara input yang digunakan dengan output. Tabel 44 dn 45 menunjukkan hasil estimasi parameter penduga fungsi
produksi komoditas pertanian yang dominan dihasilkan di Pulau Lombok, yaitu padi, jagung, kedelai dan kacang tanah. Estimasi fungsi produksi padi dilakukan
untuk setiap SSWS, namun untuk komoditas lainnya, karena terbatasnya jumlah petani sampel yang menanam masing-masing komoditas tersebut, maka estimasi
fungsi produksi dilakukan untuk level Pulau Lombok, sehingga fungsi produksi untuk komoditas jagung, kedelai dan kacang tanah memiliki nilai parameter yang
sama untuk seluruh SSWS. Tabel 44. Nilai Estimasi Parameter Fungsi Produksi Padi di Pulau Lombok, Tahun
2010
SSWS Intercept
Koefisien Input Air
Bibit T. Kerja
Pupuk N Pupuk P
Dodokan 7.4421
0.7673 -0.0899
0.2479 0.4407
-0.1012 Jelateng
8.0511 0.7212
0.2506 0.4372
-0.1432 0.6122
Menanga 10.2584
0.7344 -0.1957
0.3019 0.1547
0.1488 Putih
10.1524 0.6460
0.4282 0.1909
0.3167 -0.0023
Hasil estimasi menunjukkan bahwa produksi padi di seluruh SSWS berada pada kondisi increasing return to scale yang ditunjukkan oleh jumlah seluruh
koefisien parameter variabel inputnya lebih besar dari satu. Air memiliki pengaruh tertinggi lebih dari 64 terhadap produksi pada seluruh SSWS.
179
Tabel 45. Nilai Estimasi Parameter Fungsi Produksi Palawija Menurut SSWS di Pulau Lombok, Tahun 2010
KOMODITI Intercept
Koefisien Input Air
Bibit T. Kerja Pupuk N
Pupuk P Jagung
5.3279 0.3450
0.9177 -0.7398
0.3543 0.0001
Kedelai 3.7454
0.3483 0.1831
0.2953 0.0640
0.0401 Kacang Tanah
2.2305 0.3634
0.7022 0.0272
0.0525 0.0139
Hasil estimasi koefisien parameter variabel input produksi palawija menunjukkan bahwa produksi kacang tanah di seluruh SSWS berada pada
increasing return to scale yang ditunjukkan oleh nilai total koefisiennya lebih besar
dari satu. Sedang produksi jagung dan kedelai di seluruh SSWS berada pada kondisi decreasing return to scale
yang ditunjukkan oleh nilai total koefisien lebih kecil dari satu. Pengaruh air terhadap produksi palawija tidak sebesar pengaruhnya pada
produksi padi, hanya berkisar 30 – 40, sedang pada produksi palawija, bibit dan tenaga kerja memiliki pengaruh lebih besar dibandingkan input lainnya, meskipun
tenaga kerja memiliki pengaruh negatif. Tabel 46 menunjukkan hasil perhitungan nilai produk marginal dari input air
pada setiap produksi komoditas pertanian yang diteliti. Produk marginal input air dihitung dari turunan pertama fungsi produksi, dengan asumsi penggunaan input lain
tetap, dan nilai produk marginal diperoleh dari hasil perkalian antara produk marginal dan harga komoditi tersebut. Padi di SSWS Dodokan memiliki produk
marginal dan nilai produk marginal tertinggi, disusul padi di SSWS Menanga dan kacang tanah di setiap SSWS. Besarnya nilai produk marginal akan menentukan
alokasi sumberdaya air, dimana komoditi dengan nilai produk marginal tertinggi akan memperoleh alokasi tertinggi, jika tidak ada kendala yang mengatur lain.
180
Tabel 46. Hasil Perhitungan Produk Marginal dan Nilai Produk Marginal
KOMODITI HARGA Rp
PRODUK MARGINAL
NILAI PRODUK
MARGINAL PADI
SSWS Dodokan 2000
1.35664 2 713.272
SSWS Jelateng 2000
0.00785 15.697
SSWS Menanga 2000
0.36870 737.398
SSWS Putih 2000
0.02886 57.719
JAGUNG 750
0.04066 30.495
KEDELAI 2500
0.06780 169.503
KC. TANAH 6000
0.06355 254.198
Selain mengkonsumsi bahan pangan nabati, rumahtangga juga mengkonsumsi bahan makanan hewani sebagai sumber protein. Bahan makanan
hewani yang biasa dikonsumsi berupa ikan laut maupun air tawar, telur, daging ayam dan daging sapi. Dalam penelitian ini alokasi air untuk produksi ikan air
tawar, telur, ayam dan daging tidak dimasukkan sebagai variabel keputusan decision variable dalam model karena beberapa alasan. Usaha budidaya air tawar
banyak dilakukan di dalam keramba yang dibenamkan dalam sungai sehingga tidak memerlukan alokasi khusus, air yang diperlukan merupakan bagian dari aliran
untuk lingkungan environmental flows. Meskipun sebagian budidaya ikan air tawar juga dilakukan di kolam atau tambak, air bukanlah bagian dari input, namun
lebih merupakan media tumbuh yang akan kembali ke perairan. Sedang untuk hasil usaha peternakan, terutama untuk ternak sapi, karena karakteristik usaha ternak
adalah ternak rakyat yang diusahakan dalam skala kecil pada level rumah tangga, dan merupakan usaha sampingan selain usaha pertanian, maka agak sulit untuk
melakukan estimasi fungsi biaya. Oleh karenanya dalam penelitian ini alokasi sumberdaya air untuk usaha peternakan tidak dimasukkan sebagai variabel
181
keputusan dalam model, namun ditetapkan sebagai variabel eksternal yang ditetapkan determined. Besarnya alokasi sumberdaya air untuk usaha peternakan
dihitung dengan menggunakan konsep air maya virtual water, dimana untuk menghasilkan telur, ayam dan daging masing-masing diperlukan air sebanyak 5 400
liter, 5 543 liter dan 1 4814 liter untuk setiap kg komoditas tersebut. Jumlah konsumsi telur, ayam dan daging pada tahun 2010 berdasarkan “Sasaran Konsumsi
Pangan Harapan Propinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2008-2025” masing-masing sebesar 5.6 kg, 1.6 kg dan 1.4 kg per kapita per tahun dengan pertumbuhan
konsumsi sebesar 4.4, 4.2 dan 4.6 per tahun. Total kebutuhan air untuk peternakan merupakan perkalian antara konsumsi per kapita pada tahun ke t dikali
kebutuhan air maya dikali jumlah penduduk masing-masing SSWS. Dalam model total kebutuhan air untuk peternakan ini dikurangkan terhadap debit air yang
dialokasikan untuk seluruh sektor.