31
4. ANALISIS KELANGSUNGAN HIDUP POPULASI: PELUANG KEPUNAHAN POPULASI PESUT
MAHAKAM
Orcaella brevirostris Gray, 1866
Pendahuluan
Orcaella brevirostris adalah nama ilmiah yang diberikan kepada satu jenis mamalia air yang hidup di perairan pesisir tropis dan sub tropis wilayah Indo-
Pasifik Stacey Arnold 1999. Jenis ini dikenal secara umum dengan nama Irrawaddy Dolphin lumba-lumba Irrawaddy. Di Indonesia, masyarakat umum-
nya mengenalnya dengan nama pesut; nama yang diambil dan berasal dari sebutan masyarakat lokal terhadap jenis satwa ini yang hidup di perairan S. Mahakam,
Kalimantan Timur.
Populasi pesut di S. Mahakam adalah salah satu dari tiga populasi air tawar dari lumba-lumba Irrawaddy yang ada di dunia. Dua populasi air tawar lainnya
terdapat di S. Ayeryarwady di Myanmar Reeves et al. 2003; Smith Mya 2007 dan S. Mekong di Vietnam, Laos dan Kamboja Beasley et al. 2007; Beasley
2007; Dove et al. 2008. Saat ini ketiga populasi ini memperoleh status critically endangered Smith 2004; Smith Beasley 2004; Kreb Budiono 2005;
Jefferson et al. 2008.
Ancaman paling utama yang dihadapi lumba-lumba Irrawaddy yang terdapat di perairan tawar adalah kematian akibat terjerat alat penangkap ikan
berupa jaring insang atau gillnet Reeves et al. 2003; Smith et al. 2003. Beasley et al. 2007 menyatakan bahwa 87 kematian yang terjadi di S. Mekong di
Kamboja pada periode 2001 –2005 adalah akibat terperangkap di jaring semacam
itu. Sedangkan di Sungai Mahakam, angkanya adalah 66 dari seluruh kematian yang tercatat Kreb et al. 2007. Ancaman kematian lain datang dari kecelakaan
akibat tertabrak alat transportasi sungai Reeves et al. 2008. Di S. Mahakam kematian akibat tertabrak speed-boat adalah 4 dari seluruh kematian yang
terjadi dari tahun 1995 sampai saat ini Kreb Susanti 2008. Kematian sebelum atau saat dilahirkan dan akibat pembunuhan masing-masing terhitung sekitar 8
dari semua kasus kematian yang tercatat Kreb Susanti 2008.
Di S. Mahakam dan S. Ayeyarwady, ancaman juga terjadi dari aktivitas penangkapan ikan ilegal dengan menggunakan listrik penyetruman dan racun
Smith Mya 2007; Kreb Susanti 2008. Teknik penangkapan ikan yang tidak selektif ini menyebabkan berkurangnya ikan yang menjadi pakan lumba-lumba
Irrawaddypesut Smith et al. 2007. Disamping itu, ancaman muncul dari kehilangan dan degradasi habitat. Ancaman semacam itu muncul sebagai akibat
pembangunan dam, penambangan emas dan batubara, sedimentasi sebagai akibat dari penebangan hutan di daerah tangkapan air, polusi kimiawi dari perkebunan
dalam skala besar seperti kelapa sawit dan penggunaan bahan berbahaya dan beracun B3 dalam kegiatan pertambangan Smith Mya 2007; Beasley et al.
2007; Reeves et al. 2008; Kreb Susanti 2008; Kreb et al. 2010.
Sampai tahun 2012, dimana penelitian untuk disertasi ini dilakukan, kematian pesut masih terjadi di S. Mahakam. Dengan adanya berbagai ancaman
kematian tersebut, nasib populasi pesut mahakam, yang kini berjumlah 92
32
individu kisaran 72-130 individu, dipertanyakan: apakah dalam jangka waktu tertentu ke masa depan misalnya 100 tahun pesut mahakam dapat bertahan
hidup?
Ketika populasi suatu spesies kecil danatau terisolasi, perubahan atau variasi genetik, demografik dan lingkungan yang bersifat stokastik maupun
deterministik, yang terjadi dalam populasi akan meningkatkan risiko kepunahan Clark et al. 1991; Boyce 1992; Lacy 1993
; Frankham 2003
. Risiko demikian itu
pula yang dipercaya akan dihadapi populasi pesut mahakam yang relatif kecil dan terisolasi di S. Mahakam pada masa depan jika berbagai ancaman di atas terus
berlangsung. Untuk mengantisipasi atau meminimalisasi risiko kepunahan, berbagai kondisi yang dibutuhkan oleh populasi untuk bertahan hidup perlu
dipenuhi dan keputusan-keputusan manajemen harus diambil.
Dalam rangka menjawab pertanyaan tentang peluang kepunahan dan membuat antisipasi terhadap kemungkinan kepunahan dilakukan Analisis
Kelangsungan Hidup Populasi AKHPPopulation Viability Analysis terhadap populasi pesut mahakam. AKHP dilakukan karena telah digunakan secara luas
dalam biologi konservasi dan dianggap sebagai alat yang ampuh untuk membuat simulasi proses kepunahan yang berlangsung pada populasi kecil dan selanjutnya
menilai kemampuannya untuk tetap bertahan survive dalam jangka panjang serta mempertimbangkan pilihan-pilihan manajemen Clark et al. 1991; Lindenmayer
et al. 1993; Zhang Zheng 2007.
Selain itu, secara khusus AKHP juga memiliki kemampuan untuk: 1] memprakirakan ukuran populasi di masa datang Barrio 2007; Zhang Zheng
2007; 2] menduga peluang kepunahansurvival suatu populasi dalam jangka waktu tertentu Boyce 1992; Akçakaya 2000; Zhang Zheng 2007, Strem 2008,
Lu Sun 2011; 3] menilai dan memilihmenentukan strategikebijakan pengelo- laan konservasi yang efektif, efisien dan cocok untuk memaksimalisasi peluang
populasi untuk survive Clark et al. 1991; Boyce 1992; Akçakaya Sjögren- Gulve 2000; dan 4] mengidentifikasi kebutuhan risetpenelitian di masa datang
Keedwell 2004; Zeigler et al. 2010.
Berdasarkan hal-hal tersebut, AKHP pesut mahakam dalam penelitian ini dilakukan untuk mencapai sasaran-sasaran berikut ini: 1 menduga ukuran
populasi di masa datang; 2 menduga peluang kepunahansurvival jenis ini dalam 100 tahun ke depan; 3 mengidentifikasi kebutuhan untuk kelangsungan
hidupnya; dan 4 membuat keputusan manajemen untuk pelestarian.
Bahan dan Metode Bahan dan Alat
AKHP berbasis demografi memerlukan perhitungan yang rumit. Namun demikian, karena ketersediaan dan perkembangan yang pesat dari perangkat lunak
program komputer yang dapat mensimulasikan proses kepunahan yang rumit, pelaksanaan AKHP menjadi lebih mudah dan cepat Beissinger 2002. AKHP
dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan program komputer VORTEX ver9.23.
33
Data Input
Program computer VORTEX v9.23 memerlukan masukan data bagi parameter inputnya agar dapat dijalankan untuk menganalisis berbagai skenario
yang akan dihadapi dan dijalani oleh populasi. Masukan data bagi VORTEX sangat beragam dan cukup banyak. Beberapa parameter input, baik yang terkait
langsung dengan pesut mahakam atau cetacea air tawar lainnya, diperoleh dari hasil-hasil penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya Kreb 2004; Kreb
Susanti 2008; Krab Susanti 2011. Data input seperti sistem reproduksi, umur reproduktif, umur reproduksi maksimum dan jumlah anak dalam sekali
melahirkan adalah masukan-masukan yang bersifat seperti itu.
Parameter input seperti: jumlah iterasi, waktu simulasi, definisi kepunahan dan “tekanan inbreeding” ditentukan oleh peneliti. Nilai-nilai input lainnya
seperti ukuran populasi awal, daya dukung, tingkat kelahiran dan kematian dihitung dan ditentukan berdasarkan datainformasi yang diperoleh dari penelitian
ini. Berikut ini adalah parameter, nilai dan sumber dari data input bagi AKHP.
1. Jumlah Iterasi, Waktu Simulasi, Definisi Kepunahan, Jumlah Populasi