42
5. KARAKTERISTIK HABITAT PESUT MAHAKAM Orcaella
brevirostris Gray. 1866 DI SUNGAI MAHAKAM, KALIMANTAN TIMUR
Pendahuluan
Lumba-lumba Irrawaddy Orcaella brevirostris Gray, 1866 hidup pada berbagai macam habitat: laut pesisir, estuarimuara sungai berair payau,
danaulaguna berair payau dan sungaidanau air tawar Marsh et al. 1989; Kreb Budiono 2005; Beasley 2007. Keberadaan lumba-lumba Irrawaddy di suatu
tempat sangat ditentukan oleh ketersediaan pakan Baird Mounsouphom 1994. Areal-areal yang menyediakan habitat bagi sejumlah besar ikan dan hewan air
lainnya pada umumnya menjadi tempat-tempat yang disukai oleh lumba-lumba Irrawaddy karena di tempat semacam itulah pakan bagi satwa ini melimpah
Beasley et al. 2007; Kreb Budiono 2005.
Lumba-lumba Irrawaddy di S. Mahakam jenis ini disebut pesut mahakam yang hidup di perairan sungai menyukai pertemuan anak sungai atau cabang
sungai Kreb 2004. Satwa ini juga begitu menyukai badan-badan air yang dalam, terutama yang berada pada pertemuan arus, seperti pada muara anak-anak sungai
Kreb Budiono 2005; Beasley 2007; Smith et al. 2010
. Pertemuan dua sungai
biasanya menciptakan pusaran air kuat yang akan memerangkap ikan-ikan yang merupakan mangsa pesut Kreb Budiono 2005.
Di Mahakam, areal-areal yang diidentifikasi sebagai habitat yang disukai oleh pesut adalah: 1 Muara Pahu dan sekitarnya, 2 Sungai Pela yang
merupakan alur sungai penghubung Danau Semayang dengan Sungai Mahakam, serta 3 Muara Kaman dan sekitarnya Kreb 2004. Ketiga lokasi ini merupakan
tempat pertemuan anak sungai-anak sungai dengan alur utama Sungai Mahakam. Di samping itu, anak sungai-anak sungai tersebut merupakan akses keluarnya ikan
dari rawa-rawa dan danau yang merupakan tempat berkembangbiaknya Kreb Budiono 2005.
Penelitian tentang habitat lumba-lumba irrawaddy pada umumnya merujuk pada preferensi habitat Stacey Hvenegaard 2002; Kreb 2004; Kreb Budiono
2005; Beasley 2007; Reeves et al. 2008. Sangat sedikit penelitian yang secara khusus ditujukan untuk mempelajari kualitas habitatnya. Satu-satunya studi
khusus tentang habitat pesut mahakam adalah yang dilakukan Priyono 1993; 1994 di Danau Semayang dan sekitarnya. Karena hanya dilakukan di D.
Semayang dan sekitarnya, penelitian ini hanya mencakup sebagian kecil habitat pesut mahakam. Oleh karena itu, karakteristik habitat pesut mahakam secara
menyeluruh tetap belum diketahui. Dalam rangka mengetahui karakteristik habitat pesut mahakam secara menyeluruh, penelitian ini dilakukan.
Bahan dan Metode Bahan dan Alat
Land-base Observation dilakukan dengan menggunakan alat bantu berupa teropong binokuler Nikon 12 X 25 dan kamera digital Nikon D70s + Lensa70-
43
300mmf4-5.6. Selain itu, untuk mengambil foto sirip dari individu pesut diperlukan perahu motor kecil cesketinting bermesin tempel luar berkekuatan
18 PK. Perahu motor kecil juga penting dalam pengambilan sampel air dan proses pemasangan jaring untuk menangkap ikan. Alat untuk menangkap ikan
adalah jaring insangrengge gillnet berukuran 15m X 2 m dengan mata jaring 3,8 cm. Dalam penelitian ini digunakan jaring insang sebanyak 14 buah masing-
masing 2 buah di setiap lokasi. Untuk mengukur berat total ikan hasil tangkapan digunakan timbangan.
Pengukuran kepadatan lalu lintas perairan hanya memerlukan alat ukur waktu. Sementara itu, bermacam-macam alat digunakan untuk pengukuran
kedalaman dan parameter kualitas air, baik yang langsung diukur di lapangan maupun yang dianalisis di laboratorium. Alat-alat yang digunakan untuk
pengukuran parameter kualitas air adalah sebagaimana Tabel 5.1.
Tabel 5.1. Variabel, metode dan alat yang digunakan untuk pengukuran parameter lingkungan dan kualitas air habitat pesut mahakam
Parameter yang diukur Satuan
Metode Alat
Kedalaman m
Pengukuran langsung Plastimo Echotest II
TemperaturSuhu
o
C Pengukuran langsung
Conductivity Meter, WTW cond 3210 KekeruhanTurbidity
NTU Analisis laboratorium
Turbidimeter, WTW Turb 430 IR Kecerahan
cm Pengukuran langsung
Secchi Disk TDS
mgl Pengukuran langsung
Conductivity Meter, WTW cond 3210 TSS
mgl Analisis laboratorium
Kertas Saring, Oven, Timbangan Analitik, Pompa Vacum
pH mgl
Pengukuran langsung pH Meter, WTW pH 3110
DO mgl
Pengukuran langsung DO Meter, WTW Oxi 315i
BOD mgl
Analisis laboratorium DO Meter, WTW Oxi 315i
COD mgl
Analisis laboratorium Erlenmeyer, Beaker Glass, Pipet, Oven
Fe Besi mgl
Analisis laboratorium AAS, Model 170
–30 Atomic Mn Mangan
mgl Analisis laboratorium
AAS, Model 170 –30 Atomic
Ammonia NH
3
-N mgl
Analisis laboratorium Spektrofotometer, Spectronic
GENESYS 20 Plankton
Indl Analisis laboratorium
Planktonet, Mikroskop, Kamera
Pengumpulan Data 1.
Land-base Observation
Land-based observation atau pengamatan dari satu titik di darattepi sungai Kreb 2004; Lopez et al. 2005 dilakukan untuk mengungkap nilai penting suatu
wilayah sebagai habitat pesut. Nilai tersebut didekati lewat kehadiran pesut. Kehadiran pesut di suatu lokasi ditandai dengan adanya perjumpaan. Frekuensi
44
dan durasi perjumpaan serta jumlah individu yang tercatat pada setiap perjumpaan adalah karateristik dari perjumpaan yang menjadi indikator dari nilai penting
habitat. Ketiga indikator ini adalah variabel yang diukur dalam penelitian ini.
Land-based observation dilakukan di 7 lokasi, baik pada level air rendah maupun air sedang. Ketujuh lokasi adalah 1 Muara Pahu, 2 Pela, 3 Muara
Kaman, 4 Muara Muntai, 5 Minta, 6 Sebulu dan 7 Tenggarong Gambar 5.1. Lokasi-lokasi tersebut mewakili kedua habitat inticore area yang telah
teridentifikasi selama ini Muara Pahu-Penyinggahan dan Pela-Muara Kaman [Kreb 2004; Kreb Budiono 2005], daerah yang berada di antaranya serta daerah
yang dianggap sudah ditinggalkan oleh pesut mahakam.
Gambar 5.1. Lokasi Land-base Observation dan Pengamatan Lalu Lintas Perairan titik hijau dan Pengukuran serta Pengambilan Sampel Kualitas Air
bendera merah
Pada masing-masing periode level air, pengamatan dilakukan selama 5 hari berturut-turut. Setiap harinya pengamatan berlangsung sepanjang siang hari mulai
jam 07.00 sampai dengan 18.00 WITA. Dari setiap perjumpaan dengan pesut dicatat data berikut ini: waktu mulai dan berakhirnya perjumpaan, jumlah individu
ukuran kelompok serta perilakuaktivitas. Suatu perjumpaan dianggap berakhir apabila individukelompok tersebut tidak terlihat lagi dalam 15 menit. Kemun-
culan pesut yang terjadi setelah jeda waktu 15 menit dianggap sebagai catatan perjumpaan baru.
2.
Penangkapan Ikan dengan Jaring Insang
Potensi mangsa pesut didekati dengan jumlah tangkapan ikan di tujuh wilayah yang sama dengan pengamatan Land-base Observation. Penangkapan
45
ikan dilakukan dengan menggunakan 2 set jaring insangrengge gillnet dengan mata jaring berukuran 3,8 cm, panjang 15 m dan lebar 2 m. Ukuran mata jaring
sebesar 3,8 cm dipilih karena dapat menangkap ikan-ikan berukuran kecil yang merupakan mangsa utama pesut.
Pemasangan jaring dilakukan baik pada periode level air rendah maupun air sedang. Setiap periode dipasang selama 4 hari berturut-turut. Karena terdapat
perbedaan musim kelimpahan ikan di setiap lokasi sesuai dengan fluktuasi ketinggian air, maka pada kondisi air sedang, pemasangan jaring dilakukan sesuai
dengan saat kelimpahan ikan di masing-masing tempat tersebut relatif tinggi.
Jaring dipasang sepanjang siang hari, mulai jam 07.00 pagi hingga 17.00 sore, di tepi sungai pada tempat-tempat yang diketahui sebagai tempat yang
banyak ikan dan umum digunakan oleh masyarakat untuk memasang jaring. Jaring dipasang sejajar dengan tepi sungai pada kedalaman yang sama dengan
lebar jaringrengge. Jaring diawasi secara ketat untuk mencegah terjeratnya pesut secara tidak sengaja. Jam 17.00 sore jaring diangkat dan dilepas. Jumlah ikan
dan berat total ikan yang tertangkap dicatat setiap selesai pengangkatan jaring.
3. Pengukuran Kepadatan Lalu Lintas Sungai