87
8. DESAIN KONSERVASI PESUT MAHAKAM BERBASIS PERUBAHAN SEBARAN DI SUNGAI MAHAKAM
Pendahuluan
Sebaran pesut di S. Mahakam telah mengalami perubahan lihat Bab 3. Pesut mahakam yang sebelumnya terdistribusi pada dua daerah utama sebaran
habitat inticore area yakni Muara Pahu-Penyinggahan di Kabupaten Kutai Barat dan Pela-Muara Kaman di Kabupaten Kutai Kartanegara Kreb 2004; Kreb
Budiono 2005, sekarang terkonsentrasi di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara, khususnya di wilayah Kotabangun Pela hingga Muara Kaman.
Habitat inti Muara Pahu-Penyinggahan yang pada tahun 2005 diketahui mendukung 78 populasi pesut, kini sudah tidak lagi ditinggali pesut mahakam.
Fenomena perubahan sebaran ini menunjukkan bahwa penyusutan habitat telah terjadi kembali di S. Mahakam. Sebelumnya, diperkirakan pesut mahakam telah
kehilangan 15 dari wilayah jelajah historisnya selama periode tahun 1980
–2000 Kreb Budiono 2005; Kreb et al. 2007, termasuk di dalamnya D. Jempang
Priyono 1994; Kreb Budiono 2005; Kreb et al. 2010. Perubahan sebaran pesut mahakam mempunyai implikasi yang luas dalam
konservasi pesut mahakam. Pertama adalah pada Keputusan Bupati Kutai Barat yang telah menetapkan wilayah perairan Kecamatan Muara Pahu sebagai kawasan
pelestarian alam habitat pesut mahakam. Sebagai kawasan perlindungan bagi pesut, tentu saja efektivitasnya dipertanyakan apabila ternyata tidak ada pesut
yang tinggal di dalamnya. Kedua, adanya tempat-tempat tertentu yang belum tercakup dalam sistem kawasan pelestarian yang telah direncanakan, seperti
misalnya Muara Muntai. Ketiga, kebutuhan yang semakin mendesak terhadap keberadaan kawasan perlindungan habitat di core area Pela-Muara Kaman yang
kini menjadi pusat konsentrasi pesut mahakam. Keempat, kebutuhan untuk segera mengatasi kelemahan koordinasi dan inkonsistensi kebijakan yang menyebabkan
konservasi pesut mahakam tidak berjalan secara optimal. Pengalaman di Kabupaten Kutai Barat memberikan pelajaran bahwa kebijakan penetapan
kawasan perlindungan bagi pesut tidak cukup untuk mencapai tujuan konservasi pesut mahakam apabila pihak-pihak yang terlibat tidak bersinergi untuk
mengimplementasikan kebijakan tersebut.
Konservasi pesut mahakam selama ini berjalan tanpa adanya sebuah ‘rencana induk’ yang menjadi pedoman bekerja. Selama ini, organisasilembaga
yang memiliki perhatian terhadap konservasi pesut bekerja sendiri-sendiri atau, kadang-kadang dalam jaringan, dengan konsepnya masing-masing dan tidak
terintegrasi. Strategi dan rencana aksi nasional konservasi pesut mahakam SRAK Pesut yang sudah mulai disusun sejak tahun 2010, sampai tahun 2013
belum terbit, padahal dokumen ini yang diharapkan bisa menjadi pedoman bekerja bagi pihak-pihak yang peduli terhadap konservasi pesut mahakam. Strategi dan
rencana aksi tersebut berisikan desain bagi konservasi pesut mahakam.
Sementara proses penerbitan kebijakan strategi dan rencana aksi konservasi pesut mahakam berlangsung, fenomena perubahan sebaran pesut di S. Mahakam
terjadi. Kemunculan fenomena tersebut menuntut penyesuaian-penyesuaian dalam
88
strategi dan rencana aksi yang sedang diproses. Berdasarkan rangkaian penelitian disertasi ini, penyesuaian tersebut dilakukan.
Desain yang Ada Sekarang
Satu-satunya dokumen resmi yang mendeskripsikan desain konservasi pesut mahakam adalah Surat Keputusan Bupati Kutai Barat Nomor: 522.5.51K.471
2009 tanggal 4 Juni 2009. Keputusan ini telah menetapkan visi, misi dan alokasi ruang bagi Kawasan Pelestarian Alam Habitat Pesut Mahakam di Kecamatan
Muara Pahu, Kabupaten Kutai Barat. Alokasi ruang bagi pelestarian habitat pesut tersebut mencakup areal seluas 4.100 ha yang meliputi wilayah perairan badan
sungai dan juga daratan di sempadan sungai sebagai wilayah penyangganya. Desain kawasan pelestarian tersebut adalah sebagai berikut:
1. Sungai Mahakam sepanjang 36 km antara Tepian Ulak dan Rambayan, beserta
sempadan sungai selebar 150 m di kedua tepinya sebagai bufferzone. 2. Sungai Kedang Pahu sepanjang 22 km antara Muara Pahu dan muara Sungai
Jelau anak sungai Kedang Pahu, beserta sempadan sungai selebar 150 m di kedua tepinya sebagai bufferzone.
3. Sungai Baroh sepanjang 10 km antara Muara Pahu dan Danau Jempang, beserta sempadan sungai selebar 150 m di kedua tepinya sebagai bufferzone.
4. Sungai Bolowan sepanjang 13 km dari muara sungai hingga Kampung Beloan di bagian hulunya, beserta sempadan sungai selebar 500 m di kedua tepinya
sebagai bufferzone. Dalam rangka pembentukan kawasan pelestarianperlindungan habitat di
Kabupaten Kutai Kartanegara, sebuah proposal telah diajukan kepada Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara oleh Yayasan Konservasi RASI YK-RASI 2008.
Dalam proposal tersebut sebuah rancangan desain kawasan perlindungan telah diusulkan. Usulan kawasan perlindunganpelestarian habitat pesut mahakam
Kabupaten Kutai Kartanegara mencakup: 1. Sungai Mahakam sepanjang 32 km dari Muara Kaman hingga Kotabangun,
beserta sempadan sungai selebar 150 m di kedua tepinya sebagai bufferzone. 2. Sungai Kedang Rantau sepanjang 16 km dari muara Muara Kaman sampai
muara Sungai Sabintulung anak sungai Kedang Rantau, beserta sempadan sungai selebar 150 m di kedua tepinya sebagai bufferzone.
3. Sungai Kedang Kepala sepanjang 7,3 km dari muara sampai Muara Siran, beserta sempadan sungai selebar 150 m di kedua tepinya sebagai bufferzone.
4. Sungai Pela sepanjang 4,3 km dari muaranya sampai muara Danau Semayang, beserta sempadan sungai selebar 150 m di kedua tepinya sebagai bufferzone.
Kedua desain kawasan perlindungan di atas diakomodasi dalam rancangandraf Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Pesut Mahakam untuk
sepuluh tahun ke depan. Secara umum, desain konservasi pesut mahakam yang diuraikan dalam strategi dan rencana aksi yang bersifat nasional tersebut
mencakup: visi, misi, strategi dan rencana aksi. Visi konservasi pesut mahakam adalah meningkatkan populasinya melalui peningkatan kualitas habitat dan
sumber pakannya. Sedangkan misinya adalah:
89
1. Peningkatan perlindungan populasi Pesut Mahakam dengan menetapkan secara hukum legalisasi dua kawasan perlindungan bagi habitat lumba-lumba Sungai
Mahakam di Kabupaten Kutai Barat dan Kutai Kartanegara. 2. Menyiapkan anggaran dana tahunan bagi perlindungan populasi Pesut
Mahakam. 3. Meningkatkan restorasi habitat Pesut Mahakam di dalam dan di luar kawasan
termasuk hutan pinggir sungai. 4. Meningkatkan monitoring dan penegakan hukum untuk kegiatan illegal yang
berdampak negatif terhadap sumber daya perikanan dan kehutanan serta mengadakan penyuluhan dan bantuan masyarakat untuk penggunaan sumber
daya alam secara berkelanjutan
5. Meningkatkan monitoring luas dan kualitas air di habitat Pesut Mahakam yang potensial serta monitoring perkembangan populasi pesut perubahan jumlah,
ancaman, angka kematian dan kelahiran. 6. Penguatan pelaksanaan aturan kawasan lindung sempadan sungai hutan rawa
gambut dan hutan dataran rendah sebagai pendukung habitat Pesut Mahakam di luar kawasan konservasi.
7. Peningkatan kolaborasi antar stakeholder pengelola kawasan hutan dan penggunaan kawasan lainnya dengan pengamanan populasi dan habitat Pesut
Mahakam. 8. Meningkatkan kesadaran masyarakat dan generasi muda terhadap kepentingan
pelestarian pesut Mahakam Strategi yang digunakan dalam mencapai misi di atas adalah melakukan pe-
nguatan kapasitas dalam hal penelitian, perlindungan, populasi, sumber daya manusia, kelembagaan dan pendanaan. Selanjutnya setiap strategi dijabarkan ke
dalam seperangkat rencana aksi kegiatan. Rencana aksi tersebut meliputi: 1. Penelitian:
a Menginventarisasi habitat Pesut Mahakam yang berada di luar dan di dalam kawasan konservasi.
b Mengetahui kualitas habitat dan sebaran populasi c Menentukan lokasi prioritas.
d Inventarisasi dan pengumpulan informasi, data sekunder hasil penelitian. e Melakukan pemetaan sebaran habitat dan lokasi prioritas.
f Mengetahui dinamika populasi, luas dan sebaran habitat yang potensial.
2. Perlindungan: a Membuat konsep dan proses peraturan untuk menetapkan sempadan sungai
selebar 500m pada habitat Pesut Mahakam. b Mengidentifikasi sumber pencemaran sungai di habitat Pesut Mahakam.
Memberikan saran teknis kepada sumber pencemar. c Melakukan restorasi sempadan sungai.
d Membuat aturan yang mempertegas bagi pengelola kawasan untuk melaksanakan restorasi habitat Pesut Mahakam di sekitar areal IUPHHK,
perkebunan dan pertambangan. e Melakukan penanaman pohon sekat bakar, pencegahan penebangan illegal,
serta mengatasi atau mencegah konflik lahan f Menetapkan kawasan perlindungan pada daerahhabitat utama pesut
mahakam
90
3. Populasi: a Mengidentifikasi kawasan yang potensial sebagai habitat inti Pesut
Mahakam. b Melakukan restorasi habitat.
c Melakukan pengelolaan populasi di luar kawasan konservasi, jumlah individu dalam kelompok, seks rasio dan komposisi individu menurut kelas
umur. d Memonitor kerusakan habitat dan pertumbuhan populasi.
e Melakukan penilaian dan sosialisasi jasa lingkungan secara ekologis dan ekonomis.
f Melakukan penyuluhan dan sosialisasi nilai penting Pesut Mahakam kepada pemerintah daerah, masyarakat swasta pengelola kawasan
4. Sumberdaya Manusia: Melaksanakan kegiatan pelatihan GIS dan perpetaan, kemampuan teknik
silvikultur jenis-jenis pohon dan restorasi habitat, teknik restorasi dan rehabilitasi lahan pengendalian pencemaran air, pelatihan teknik pengendalian
kebakaran hutan dan mengenai peraturan perundangan dan penegakan hukum, dan pelatihan teknik dan metode kolaborasi.
5. Kelembagaan dan Pendanaan: a Mengidentifikasi masalah kelembagaan antar stakeholder terkait dengan
pengelolaan habitat, status kawasan dan populasi Pesut Mahakam. b Merancang sistem kelembagaan pengelolaan Pesut Mahakam secara
kolaboratif antara pemerintah Balai KSDA dan Balai Taman Nasional, pemangku kepentingan Pemerintah Daerah, Pengelola IUPHHK,
Pertambangan, Perkebunan, masyarakat lokal, Universitas dan LSM.
c Membentuk lembaga koordinasi dengan anggota antar sektor dan swasta yang terkait dengan pembangunan di areal sekitar habitat Pesut Mahakam
. d Merencanakan dan melaksanakan program pengelolaan kolaboratif konser-
vasi Pesut Mahakam e Membuat perjanjian atau aturan bersama untuk pelaksanaan kesepakatan
peningkatan populasi f Merancang sistem pendanaan berkelanjutan guna mendukung terlaksana-
nya program Desain konservasi pesut mahakam yang ada sekarang, sebagaimana diuraikan di
atas, juga mendesain indikator kinerja, tatawaktu, dan pihak-pihak yang terlibat.
Pertimbangan bagi Re-desain Konservasi Pesut Implikasi Kelimpahan, Sebaran dan Analisis Kelangsungan Hidup Populasi
Analisis kelangsungan hidup populasi memprediksi dalam seratus tahun ke depan jumlah individu pesut berkurang hingga 38 ekor. Situasi yang lebih buruk
dapat terjadi apabila penyusutan habitat terus berlangsung danatau tingkat kematian melampaui 4 individu per tahun, seperti yang terjadi pada tahun 2012
Pada tahun 2012 sebanyak 6 individu mati. Skenario terbaik untuk menjamin kelestarian pesut adalah menekan tingkat kematian pesut hingga hanya 2 individu
per tahun. Simulasi analisis kelangsungan hidup populasi terhadap skenario ini menunjukkan bahwa populasi seratus tahun ke depan diduga akan mencapai 153
91
individu. Skenario terbaik tersebut bekerja atas asumsi bahwa tidak ada penurunan daya dukung yang diakibatkan oleh penyusutan habitat atau
pengambilanpenangkapan pesut untuk keperluan apapun termasuk untuk konservasi eks-situ.
Dalam upaya mewujudkan skenario terbaik tersebut langkah terpenting yang harus diambil adalah mencegah kematian pesut oleh sebab-sebab yang berasal
dari aktivitas manusia. Sesuai pengalaman di S. Mahakam, sebab kematian yang harus mendapat perhatian dan prioritas tinggi untuk ditangani adalah kematian
tidak sengaja akibat terjerat jaring insangrengge. Pengaturan penggunan jaring insang adalah upaya krusial untuk mengurangi tingkat kematian pesut.
Penelitian ini mengungkapkan bahwa ada 92 ekor pesut hidup di S. Mahakam pada tahun 2012. Pesut mahakam sebanyak itu sekarang terkonsentrasi
di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara yakni mulai dari Muara Muntai hingga Pela-Muara Kaman yang diidentifikasi sebagai salah satu habitat inti core area
pesut mahakam. Satu lagi habitat inti core area yang telah teridentifikasi yakni Muara Pahu-Penyinggahan, yang berada di Kabupaten Kutai Barat, sekarang tidak
lagi digunakan secara intensif dan ditinggali oleh pesut mahakam. Fakta-fakta tersebut memperlihatkan bahwa sebaran pesut di S. Mahakam telah mengalami
perubahan. Perubahan sebaran mengindikasikan bahwa habitat pesut semakin menyusut.
Sebagaimana dikemukakan di atas, skenario terbaik untuk kelangsungan hidup populasi pesut dapat diwujudkan apabila penyusutan habitat yang
berdampak pada penurunan daya dukung tidak terjadi lagi. Oleh sebab itu, seluruh habitat yang sekarang digunakan oleh pesut perlu dijamin keamanannya
dari berbagai ancaman degradasi yang bisa menyebabkan penyusutan dan penurunan daya dukung. Cakupan wilayah habitat yang perlu diamankan adalah
seluruh daerah utama sebarannya sekarang yakni Muara Muntai dan core area Pela-Muara Kaman.
Core area Pela-Muara Kaman sudah tercakup dalam desain konservasi SRAK Pesut yang sedang dalam proses untuk ditetapkan sebagai kawasan
perlindungan habitat pesut. Wilayah Muara Muntai dan sekitarnya tidak tercakup dalam draf SRAK Pesut. Tiga belas individu dijumpai di wilayah ini selama
penelitian. Land-base observation juga mengungkapkan bahwa kelompok- kelompok pesut menghabiskan waktu yang lebih lama ketika berada di Muara
Muntai dibandingkan ketika berada di Muara Kaman atau Pela. Muara Muntai dan sekitarnya penting bagi pesut karena danau dan rawa di wilayah ini merupakan
penghasil sumberdaya perikanan yang menyediakan kebutuhan pakan utamanya. Potensi sumberdaya perikanan yang besar di Muara Muntai juga ditunjukkan oleh
data statistik Kabupaten Kutai Kartanegara BPS Kukar 2010. Data itu mengungkapkan bahwa Muara Muntai adalah daerah penghasil perikanan tangkap
terbesar di Kutai Kartanegara.
Fakta bahwa Muara Muntai penting dari sisi ekonomi produksi perikanan tangkap dan konservasi, menunjukkan bahwa potensi konflik kepentingan di
wilayah ini tinggi. Kematian pesut sebanyak 5 individu akibat terjerat jaring insang yang terjadi di tahun 2012 dan tahun-tahun sebelumnya membuktikan
betapa besar potensi konflik ekonomi dan konservasi pesut mahakam. Oleh karena itu, habitat pesut mahakam di Muara Muntai dan sekitarnya harus
92
termasuk ke dalam jaringan kawasan perlindungan pesut agar strategi dan rencana aksi konservasi dapat diimplementasikan di wilayah ini.
Kawasan perlindungan habitat pesut di Pela-Muara Kaman Kabupaten Kutai Kartanegara sebagaimana direncanakan dalam konsep SRAK Pesut,
mencakup alur sungai sepanjang 55,3 km dengan bufferzone selebar 150 m di kanan-kiri alur sungai. Penelitian ini mengungkapkan bahwa masih ada
setidaknya tiga alur sungai yang penting untuk diintegrasikan ke dalam rencana kawasan perlindungan habitat pesut Kutai Kartanegara tersebut. Pertama adalah
alur S. Belayan mulai muaranya di S. Mahakan sampai dengan ± 13 km ke arah hulu di wilayah Kampung Muhuran. Kedua, S. Sabintulung sepanjang 5 km
mulai dari muaranya di S. Kedang Rantau sampai dengan kampung Sabintulung. Alur ini berada di rawa-rawa yang sangat potensial menghasilkan sumberdaya
perikanan. Ketiga, alur S. Kedang Rantau mulai dari muara S. Sabintulung ke arah hulu sampai dengan kampung Tunjungan 6,5 km. Tiga alur sungai tersebut
di atas saat ini sudah masuk dalam peta usulan kawasan perlindungan habitat pesut Kutai Kartanegara dan sedang dalam proses penetapan oleh Pemerintah
Kabupaten Kutai Kartanegara.
Implikasi Analisis Jaringan Kerja
Enam belas aktor organisasi terlibat dalam jaringan kerja konservasi pesut mahakam. Jumlah aktororganisasi yang relatif banyak itu tidak secara otomatis
menyebabkan prospek pelestarian pesut mahakam menjadi semakin baik karena para aktor tidak terhubungkan oleh jaringan koordinasi yang baik. Kekosongan
komunikasikoordinasi terjadi di antara aktor yang bekerja di wilayah Kabupaten Kutai Barat. Ironisnya, kekosongan tersebut terjadi setelah terbitnya keputusan
bupati tentang penetapan wilayah Muara Pahu sebagai kawasan perlindungan bagi habitat pesut di tahun 2009, padahal tiga tahun sebelumnya para aktororganisasi
di Kutai Barat bekerjasama dan berkoordinasi demi terbitnya keputusan tersebut. Setelah keputusan penetapan terbit dan koordinator untuk implementasi keputusan
ditunjuk, yaitu BLH Kutai Barat, komunikasikoordinasi di antara para aktororganisasi yang merupakan SKPD Kabupaten Kutai Barat malah terputus.
Sementara itu, YK-RASI yang sebelumnya beperan besar dalam menginisiasi dan memelopori koordinasi diantara para pihak demi ditetapkannya
kawasan perlindungan habitat pesut di Muara Pahu Kabupaten Kutai Barat mengalihkan fokusnya untuk merealisasikan hal yang sama di Kabupaten Kutai
Kartanegara. Dalam situasi dimana komunikasikoordinasi tidak berjalan, fenomena perubahan sebaran pesut mahakam terjadi. Tidak ada koordinasi yang
memadai untuk merespon dan mengantisipasi feneomen perubahan tersebut padahal gejala-gejalanya bahkan sudah terdeteksi sebelum keputusan penetapan
kawasan perlindungan habitat pesut di Muara Pahu terbit.
Sebaliknya, saat YK-RASI mengalihkan fokusnya ke Kabupaten Kutai Kartanegara, jaringan komunikasikoordinasi diantara para aktororganisasi
pemerhati konservasi pesut mahakam di kabupaten ini berjalan dengan lebih baik. Jaringan kerja yang didominasi oleh aktororganisasi SKPD Kutai Kartanegara ini
berupaya agar kawasan perlindungan bagi habitat pesut mahakam di core area kedua di Pela-Muara Kaman bisa terealisasi. Kondisi ini serupa dengan yang
93
terjadi di Kabupaten Kutai Barat ketika para pihak di sana bekerjasama dan berkoordinasi untuk terwujudnya kawasan perlindungan habitat pesut di core area
Muara Pahu-Penyinggahan.
Fungsiperan jaringan kerja konservasi pesut mahakam di Kabupaten Kutai Kartanegara bukan sekedar mewujudkan kawasan perlindungan habitat pesut di
kabupaten ini. Belajar dari pengalaman Kabupaten Kutai Barat di Muara Pahu, jaringan kerja ini harus terus berperan dan bekerjasama baik antar sektor maupun
litas kabpaten dalam implementasi kawasan perlindungan habitat jika nantinya kebijakan tersebut diterbitkan. Beban jaringan kerja konservasi pesut mahakam
Kabupaten Kutai Kartanegara lebih berat karena kini pesut terkonsentrasi di wilayah perairan kabupaten ini dan kelangsungan hidup populasinya tergantung
pada bagaimana jaringan kerja ini bekerjasama untuk mewujudkan skenario menekan tingkat kematian pesut hingga 2 individu per tahun dan mencegah
penyusutan habitat yang dapat menyebabkan berkurangnya daya dukung habitat.
Analisis jaringan kerja konservasi pesut mahakam menunjukkan bahwa komunikasikoordinasi adalah hal yang sangat krusial bagi konservasi pesut
mahakam. Oleh sebab itu, penguatan jaringan kerja koordinasi menjadi agenda penting dalam desain konservasi pesut mahakam. Untuk mendukung penguatan
jaringan kerja koordinasi, peran aktororganisasi, khususnya SKPD perlu ditingkatkan melalui pemberdayaan. SKPD dalam analisis kepentingan-pengaruh
masuk dalam kategori ‘subyek’ yakni aktor yang memiliki kepentingan tinggi tetapi pengaruh rendah. Aktor-aktor organisasi-organisasi seperti SKPD
memiliki potensi besar untuk mendukung konservasi pesut mahakam karena memiliki kewenangan formal dalam bidang kerjanya yang bisa bermanfaat dalam
pelestarian pesut. Hanya saja, pengaruh berupa kewenangan formal tidak didukung oleh adanya pengetahuan dan kemampuan khusus, jaringan
internasional serta kontrol terhadap sumberdaya sehingga aktor-aktor ini memiliki kekurangan kapabilitas untuk memberikan dampak yang signifikan pada upaya
konservasi pesut.
Implikasi Analisis Konsistensi dan Koherensi Kebijakan
Secara nasional pesut mahakam mendapatkan prioritas yang sangat tinggi untuk dilestarikan. Hal itu ditegaskan dalam Permenhut No. P.57Menhut-II2008.
Peraturan menteri kehutanan tersebut merupakan payung bagi langkah-langkah atau upaya konservasi pesut mahakam. Selain itu, pesut mahakam dijadikan
sebagai fauna identitas Provinsi Kalimantan Timur sehingga sepantasnya jika pelestariannya mendapatkan perhatian yang khusus, baik oleh pemerintah daerah
maupun masyarakat di Kalimantan Timur. Selangkah lebih maju, pemerintah Kabupaten Kutai Barat sejak 2009 telah menetapkan kebijakan untuk melindungi
dan melestarikan habitat pesut di salah satu habitat intinya yakni Muara Pahu- Penyinggahan. Sejalan dengan kebijakan-kebijakan yang menyangkut konservasi
pesut di atas, beberapa kebijakan daerah terkait pemanfaatan sumberdaya perikanan telah ada untuk mendukung konservasi pesut.
Sangat disayangkan peraturan atau keputusan yang mengikuti kebijakan- kebijakan tersebut di atas ternyata tidak diimplementasikan dengan sungguh-
sungguh. Fakta-fakta seperti kurangnya komunikasikoordinasi dan alokasi
94
sumberdaya, serta lemahnya penegakan hukum menunjukkan bahwa kebijakan tidak dilaksanakan secara konsisten. Inkonsistensi tersebut disebabkan kurangnya
attitude dan komitmen dari orang-orang di organisasilembaga yang terlibat dalam konservasi pesut mahakam.
Penelitian ini juga mengungkap adanya inkoherensi antara strategi dan rencana aksi konservasi pesut mahakam SRAK Pesut dengan rencana
pembangunan RPJM Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kutai Barat. Inkoherensi muncul karena pembangunan daerah di kedua kabupaten lebih
berorientasifokus kepada konservasi tetapi lebih kepada ‘pertumbuhan ekonomi’. Inkonsistensi implementasi dan inkoherensi kebijakan terkait konservasi
pesut mahakam adalah faktor yang berkontribusi besar terhadap munculnya permasalahan-permasalahan dalam konservasi pesut mahakam. Keduanya
berakar pada tidak adanya attitudedan komitmen dari pihak-pihak yang bertanggungjawab atas implementasi kebijakan-kebijakan tersebut. Oleh sebab
itu, desain konservasi pesut mahakam harus mencakup strategi atau rencana untuk menumbuhkan attitude dan komitmen dari orang-orang yang terlibat dalam
implementasi kebijakan-kebijakan tersebut di atas.
Re-desain Konservasi Pesut Konsep tentang Desain Konservasi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional 2008, kata desain diartikan sebagai rancangan. Dalam
Bahasa Inggris, desain design memiliki makna bermacam-macam. Salah satunya adalah ‘renca-na atau protokol untuk melaksanakan atau menyelesaikan
sesuatu’ Merriam-Webster Dictionary. Makna lainnya adalah ‘seni membuat rencana atas sesuatu’ atau ‘cara bagaimana proses sesuatu direncanakan atau
dibuat’ Cambridge Advanced Learners Dictionary. Sebagai sebuah istilah atau konsep, desain memiliki berbagai macam
definisi. Ralph Wand 2009 mengemukakan bahwa ada banyak konsep tentang desain. Menurut mereka, beberapa konsep yang paling umum
dikemukakan adalah desain sebagai proses, rencana, sistem atau kumpulan aktivitaskegiatan. Ralph Wand 2009 sendiri mengusulkan bahwa definisi
dari desain adalah:
“Spesifikasi gambaran rinci tentang struktur dari suatu ‘obyek’, yang diciptakan oleh ‘agen’ untuk mencapai tujuan dalam
situasi lingkungan khusus tertentu, dengan menggunakan seperangkat unsur sehingga struktur yang diinginkan dapat
terpenuhi walaupun tetap memiliki keterbatasan” Mengacu kepada definisi di atas, Grisogono 2011 menyatakan bahwa
intisari dari makna desain adalah “membuat sesuatu yang fungsional atau yang dapat bekerja”. Sesuatu yang dimaksud disini adalah salah satu atau kombinasi
dari alat, sistem, sistem dari sistem, organisasi, jaringan kerja, operasi, proses atau teori. Semua konsep atau definisi yang telah disebutkan di atas adalah relevan
dengan istilah desain yang digunakan dalam penelitian ini.
95
Pada umumnya desain konservasi merujuk pada penentuan bentuk, luasan dan sebaran kawasan konservasi seperti yang umum dibahas dalam konsep
SLOSS Single Large or Several Small [Meffe Caroll 1994, Nekola White 2002], perancangan koridor satwa Bond 2003, Wikramanayake et al. 2004,
Lombard et al. 2010, atau pada sistem zonasi kawasan atau rencana tapak site plan kawasan konservasi MacKinnon et al. 1993. Desain konservasi yang
dimaksud dalam penelitian ini sebagiannya memang mencakup hal-hal yang terkait dengan konsepsi perencanaan ruang bagi kawasan perlindungan habitat
pesut, tetapi sebagian besar lagi akan menyangkut proses, rencana, sistem atau kumpulan aktivitaskegiatan dan pengorganisasiannya dalam melestarian spesies
dalam hal ini pesut mahakam sebagaimana dicontohkan dalam IUCNSpecies Survival Commission 2008 dan Soehartono et al. 2007.
Desain Konservasi Pesut Mahakam: Sebuah Konsep Penyempurnaan
Pada dasarnya desain konservasi pesut mahakam yang dapat menjadi acuan atau pedoman bagi pelaksanaan pelestarian jenis ini belum ada. Tetapi, konsep
draf SRAK Pesut yang berisikan rencana alokasi ruang serta aktivitaskegiatan dalam melestarikan spesies pesut bisa dianggap sebagai desain konservasi pesut
mahakam yang ada sekarang. Masalahnya adalah konsepdraf itu dibuat sesuai dengan situasi dan kondisi sebelum ada fenomena perubahan sebaran pesut
mahakam. Berdasarkan penelitian disertasi ini, fenomena perubahan sebaran tersebut telah menciptakan situasi dan kondisi baru yang berbeda dengan
sebelumnya. Perbedaan ini menuntut adanya penyesuaian-penyesuaian dalam desain konservasi, khususnya yang menyangkut alokasi ruang bagi rencana
kawasan perlindungan habitat pesut. Penelitian yang berlatar belakang perubahan sebaran ini juga telah mengungkapkan bahwa fenomena tersebut bisa terjadi
karena ada kelemahan manajemen dalam jaringan kerja konservasi pesut mahakam. Oleh sebab itu, berbasis hasil-hasil penelitian ini dibuat penyesuaian
terhadap konsep desain konservasi pesut mahakam yang ada saat ini. Upaya ini diharapkan bisa menyempurnakan SRAK Pesut sebelum kebijakan ini
diimplementasikan ke lapangan. Berikut adalah beberapa hal yang perlu disempurnakan melalui re-desain konservasi pesut mahakam.
Kawasan Perlindungan Habitat Pesut Mahakam
Dalam konteks kawasan perlindungan habitat pesut mahakam, ada satu isu pokok yang harus mendapat perhatian, yakni menjadikan wilayah Muara Muntai
dan sekitarnya sebagai bagian dari jaringan kawasan perlindungan habitat pesut karena wilayah ini penting bagi pesut.
Berikut ini adalah desain kawasan perlindungan habitat pesut Muara Muntai dan sekitarnya yang sesuai dengan fenomena perubahan sebaran pesut di S.
Mahakam Gambar 8.1. Kawasan ini meliputi alur S. Mahakam di sekeliling Delta Muara Muntai sepanjang 11,54 km; alur S. Mahakam dari Muara Muntai
hingga Kampung Kuyung sepanjang 11,5 km; alur S. Mahakam dari Delta sampai Kampung Batuq sepanjang 7 km; danausungai mati di Kampung Batuq; dan S.
Rebaq Rinding sepanjang 13,1 km yang menghubungkan S. Mahakam dengan D. Jempang. Selain alur sungai yang disebutkan di atas, sempadan sungainya ka-
96
wasan perlindungan setempat selebar 150 m di kanan-kiri alur sungai juga merupakan bagian dari kawasan perlindungan pesut Muara Muntai dan sekitarnya.
Gambar 8.1. Usulan kawasan perlindungan habitat pesut Muara Muntai dan sekitarnya
Dari sisi konservasi pesut, wilayah Muara Muntai memiliki arti penting
karena di sini terdapat lima kawasan suaka reservat perikanan yang dapat menjamin ketersediaan pakan bagi pesut. Sebagai kawasan yang penting bagi
pesut, pengelolaan suaka perikanan harus merupakan bagian dari desain konservasi pesut mahakam.
Jaringan Kerja Konservasi Pesut Mahakam
Fokus dari penguatan jaringan kerja konservasi pesut mahakam adalah meningkatkan hubungan koordinasi relasional Gittel et al. 2008; Gittel 2010. di
antara aktor-aktor yang terlibat. Hubungan koordinasi relasional dinilai cocok diterapkan karena konsep ini menekankan keterpaduan antara kualitas komunikasi
dan kualitas relationship dalam koordinasi. Menurut konsep ini, komunikasi yang berkualitas adalah komunikasi yang sering, tepat waktu, akurat dan berorientasi
pada pemecahan masalah. Sedangkan, relationship yang berkualitas di dalam jaringan dicirikan oleh: 1 kesadaran setiap aktororganisasi bahwa tujuan
organisasinya adalah bagian dari tujuan jaringan secara keseluruhan; 2 saling mengerti tugas masing-masing dalam jaringan sehingga setiap aktor paham akan
dampak setiap aktivitasnya terhadap aktivitas dan kinerja aktor lainnya; dan 3 sikap saling menghormati peran dan kompetensi aktororganisasi lain.
97
Jaringan kerja dengan kualitas koordinasi seperti itu memerlukan prasyarat tertentu agar bisa diwujudkan. Prasyarat tersebut adalah ketersedian dana untuk
menjalankan berbagai aktivitas koordinasi dan ketersediaan prasarana pendukung aktivitas. Setiap aktororganisasi dalam jaringan bertanggungjawab terhadap
ketersediaan dana dan prasarana karena masing-masing harus berkontribusi terhadap konservasi pesut sesuai peran dan tujuan organisasinya. Kecenderungan
untuk mengonsentrasikan tugas dan pendanaan kepada satu organisasi yang
ditunjuk sebagai ‘leading agent’ justu akan melemahkan kekuatan dan mengabaikan potensi jaringan.
Dalam konteks penyediaan dana, pemerintah pusat harus memberikan kesempatan seluas-luasnya dan kemudahan bagi pemerintah daerah untuk
memanfaatkan sumber dana alokasi umum dan dana alokasi khusus bagi kegiatan- kegiatan yang berhubungan dengan konservasi pesut mahakam. Kesempatan dan
kemudahan tersebut adalah wujud dari pemberian insentif kepada pemerintah daerah sebagaimana arahan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.57Menhut-
II2008. Selain dana, prasyarat penguatan jaringan adalah ketersedian prasarana koordinasi. Untuk mencapai komunikasi yang berkualias, prasarana yang
diperlukan adalah sistem informasi yang meliputi mekanisme komunikasi dan basis data.
Penguatan pengorganisasian dan pendanaan memerlukan semacam ‘dewan’ yang merupakan representasi dari semua pihak yang berkepentingan terhadap
konservasi pesut. Fungsi lembaga ini adalah: 1 memfasilitasimemediasi kepentingan dan mengelola pengaruh setiap aktorstakeholder yang terlibat dalam
konservasi pesut; 2 menggalang dana bagi konservasi pesut. Dalam konteks penggalangan dana, tugas lembaga ini adalah memfasilitasi stakeholder dari unsur
pemerintah daerah SKPD agar dapat menangkap dana alokasi umum DAU atau dana alokasi khusus DAK untuk kepentingan konservasi pesut mahakam,
dan meyakinkan pemerintah pusat bahwa daerah layak untuk memperolehnya. Untuk sumber dana di luar pemerintah, lembaga ini dapat berperan aktif untuk
mencari dan menggalang dana dari pihak ketiga sponsordonatur di dalam dan luar negeri, yang peduli terhadap konservasi pesut.
Implementasi Kebijakan Konservasi Pesut Mahakam
Implementasi kebijakan secara konsisten adalah hal terpenting dalam konservasi pesut mahakam. Pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian
Kehutanan, bertanggungjawab atas beberapa implementasi Peraturan Menteri Kehutanan No. P.57Menhut-II2008 yakni: 1 menerbitkan Strategi dan Rencana
Aksi Konservasi Pesut Mahakam; 2 memfasilitasi daerah untuk menyusun daerah untuk melaksanakan konservasi pesut.
Dengan ditetapkannya pesut mahakam sebagai fauna identitas Kalimantan Timur, Pemerintah provinsi harus memberikan perhatian yang lebih besar dan
serius terhadap pelestarian pesut mahakam. Alokasi dana pada SKPD provinsi sangat diperlukan agar organisasi-organisasi di lingkungan pemerintah provinsi
dapat berkontribusi pada upaya-upaya pelestarian pesut sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Sesuai dengan fungsi koordinasi yang diembannya,
98
pemerintah provinsi dapat memainkan peranan yang lebih besar dalam konservasi pesut.
Di tingkat kabupaten, pemerintah kabupaten berkewajiban untuk menjalankan kebijakan-kebijakan yang telah dibuatnya secara konsisten. Langkah
krusial dalam mengimplementasikan kebijakan adalah penegakan hukum secara konsisten dan penyediaan sumberdaya yang memadai. Di atas semua itu, yang
terpenting adalah membangun komitmen karena dengan komitmen inilah personil-personil dalam organisasi sanggup bekerja dengan sungguh-sungguh
untuk mengimplementasikan kebijakan.
99
9. SIMPULAN DAN SARAN