KELIMPAHAN DAN SEBARAN POPULASI PESUT MAHAKAM

14

3. KELIMPAHAN DAN SEBARAN POPULASI PESUT MAHAKAM

Orcaella brevirostris Gray. 1866 DI SUNGAI MAHAKAM, KALIMANTAN TIMUR Pendahuluan Lumba-lumba Irrawaddy Orcaella brevirostris Gray, 1866 yang hidup di perairan tawar sedang terancam punah karena populasinya yang kecil dan terisolasi, menghadapi berbagai macam tekanan yang mengancam kelestariannya Reeves et al. 2003; Smith et al. 2003; Smith et al. 2007. Oleh karena itu, tiga populasi air tawar dari lumba-lumba ini sekarang berstatus critically endangered atau sangat terancam punah Smith 2004; Smith Beasley 2004; Kreb Budiono 2005; Jefferson et al. 2008; Reeves et al. 2008. Ketiga populasi tersebut adalah populasi S. Mahakam di Kalimantan, populasi S. Ayeryarwady di Myanmar dan populasi S. Mekong di Kamboja. Populasi lumba-lumba Irrawaddy di S. Mahakam Indonesia pesut mahakam sudah dilindungi Pemerintah Indonesia sejak tahun 1975, melalui Keputusan Menteri Pertanian No. 45KptsUm11975. Status perlindungan tersebut kemudian diperkuat melalui Undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Pemberian status kelangkaan dan perlindungan terhadap pesut mahakam telah menyebabkan perhatian dan upaya-upaya konservasi jenis ini mengalami peningkatan. Jika pada dekade 1980-an hingga pertengahan 1990-an sangat memprihatinkan, maka sejak 1997, setelah serangkaian penelitian intensif dilakukan Kreb 2004, perhatian dan upaya konservasi terhadap populasi pesut mahakam meningkat secara signifikan. Saat ini, status populasi dan bio-ekologi pesut mahakam sebagian besar sudah berhasil diungkap Kreb 2004; kawasan perlindungan habitat pesut mahakam sudah ditetapkan di salah satu habitat terpentingnya di Muara Pahu Kreb et al. 2010; monitoring populasi secara periodik telah dapat dilakukan Kreb et al. 2007; Kreb Susanti 2008; Kreb Susanti 2011; dan yang tidak kalah pentingnya, sejak 2008 pesut mahakam ditetapkan sebagai spesies yang menjadi fokus dan prioritas upaya konservasi jenis di Indonesia Peraturan Menteri Kehutanan No. 57 Tahun 2008. Pengelolaan populasi dan habitat secara intensif merupakan keharusan ketika suatu spesies mendapat prioritas untuk dilestarikan Lamb et al. 2008. Dalam konteks pengelolaan yang intensif, pemahaman atas dinamika populasi menjadi sangat penting Beasley 2007 untuk membantu pengelola keputusan yang tepat. Salah satu aspek populasi yang penting diketahui dan perlu diungkap paling dulu adalah jumlah individu atau kelimpahan populasi Campbell 2002; Corkeron 2011. Kelimpahan populasi dari waktu-ke-waktu dapat menggambarkan kondisi habitat dan kecenderungan perkembangan populasi yang berguna bagi pengelola untuk membuat strategi pengelolaan Gerber Hatch 2002. Perkembangan populasi juga dipengaruhi oleh kelahiran dan kematian anggota populasi. Oleh karena itu, jumlah individu yang lahir dan mati juga sangat penting diketahui. 15 Penghitungan jumlah individu pesut mahakam yang akurat dan dapat dipercaya telah dilakukan pada tahun-tahun 2005, 2007 dan 2010 Kreb et al. 2005; Kreb Susanti 2008; Kreb Susanti 2011. Hasilnya berturut-turut adalah 89, 90 dan 91 individu. Sejak tahun 1995 hingga tahun 2011 terjadi kematian sebanyak 71 individu dengan rata-rata 4 individu per tahun. Sedangkan, kisaran jumlah individu yang lahir per tahunnya adalah 5-6 individu Kreb 2004; Kreb et al. 2005; Kreb Susanti 2008; Kreb Susanti 2011 Tahun 2012, melalui penelitian ini, telah dilakukan kegiatan survei populasi untuk menduga jumlah individu, angka kelahiran dan kematian terkini pesut di S. Mahakam. Angka-angka parameter populasi tersebut selanjutnya digunakan dalam Analisis Kelangsungan Hidup Populasi untuk memprediksi peluang kepunahankelestarian pesut mahakam di masa depan dan membuat rencana- rencana untuk pengelolaan populasi dan habitatnya. Suatu fenomena telah terjadi di S. Mahakam. Pesut mahakam kini sulit dan jarang dijumpai di daerah Muara Pahu –Penyinggahan Kreb Noor 2012, padahal daerah yang berada di Kabupaten Kutai Barat ini dikenal sebagai habitat inti core area pesut mahakam Kreb et al. 2005; Kreb Susanti 2008; Kreb Susanti 2011. Fenomena ini telah menimbulkan pertanyaan-pertanyaan seperti: “Apakah telah terjadi perubahan dalam sebaran pesut mahakam?” atau “Kemana pesut mahakam- pesut mahakam tersebut pindah?” Untuk menjawab pertanyaan- pertanyaan itu, penelitian terhadap sebaran populasi pesut mahakam dilakukan. Bahan dan Metode Bahan dan Alat Identifikasi individu pesut dilakukan berdasarkan analisis foto sirip pung- gung. Oleh sebab itu, foto sirip punggung merupakan bahan yang sangat vital bagi penelitian ini. Pengambilan foto sirip dilakukan dengan menggunakan 3 buah kamera digital: Nikon D700s + Lensa 300mm f4.0, Nikon D70s + Lensa70- 300mmf4-5.6 dan Nikon D300 + Lensa 24-120mmf3.5-5.6. Ketiga kamera ter- sebut dioperasikan oleh 3 orang yang berbeda. Alat lain yang sangat penting bagi penelitian ini adalah cesketinting yaitu perahu kecil yang dilengkapi mesin tempel berkekuatan 18 dan 20 PK. Penelitian ini juga menggunakan teropong binokuler dan GPS. Teropong binokuler Fujinon 7 X 50 dan Nikon 12 X 25 digunakan dalam proses pengamatanpencarian pesut, sedangkan GPS 60 Garmin dipakai untuk menentukan posisi perjumpaan dengan pesut, trajektori pergerakan pesut dan trayek perjalanan survei. Pengumpulan Data 1. Kelimpahan Pendugaan jumlah individu pesut mahakam tahun 2012 dilakukan dengan menggunakan metode tangkap-tandai-dan tangkap kembali berdasarkan iden- tifikasi foto sirip punggung Kreb et al. 2007; Kreb Susanti 2008; Kreb Susanti 2011. Metode semacam ini telah diuji dan diterapkan pada beberapa populasi O. brevirostris seperti di S. Mahakam Kreb 2004, S. Mekong Beasley 2007 dan D. Chilika, India Sutaria 2008 serta dianggap layak dan 16 direkomendasikan untuk digunakan menghitung dan menduga populasi pesut di S. Mahakam Kreb et al. 2010. Pengumpulan data untuk menghitung kelimpahan pesut mahakam dilakukan dengan menelusuri alur S. Mahakam dari Muara Kaman ± 188 km dari muara sampai Laham ± 557 km dari muara, termasuk anak-anak sungainya S. Kedang Rantau, S. Kedang Kepala, S. Belayan, S. Pela, S. Kedang Pahu dan S. Ratah serta danau-danaunya yakni D. Semayang dan D. Melintang Gambar 3.1. Penelusuran sungai dilakukan dengan menggunakan perahu motor kecil cesketinting yang bergerak dengan kecepatan antara 10 –16 kmjam rata-rata 13,6 kmjam. Gambar 3.1. Peta Lokasi Penelitian garis tebal hitam Alur sungai yang ditelusuri ditentukan berdasarkan data perjumpaan yang berasal dari survei-survei terdahulu Kreb Budiono 2005; Kreb Susanti 2008; Kreb Susanti 2011. Individu-individu di S. Ratah tidak termasuk dalam pengamatan karena kesulitan untuk mengarungi jeram-jeram S. Ratah dalam keadaan air rendah seperti saat survei ini dilakukan. Penelusuran S. Ratah hanya dilakukan sampai Kampung Ma’au 10 km dari muara S. Ratah dan data tentang keberadaan pesut di S. Ratah diperoleh melalui wawancara dengan masyarakat. Data dikumpulkan melalui 2 kali survei. Survei pertama disebut ‘penang- kapan’ dan survei kedua disebut ‘penangkapan kembali’. Kedua survei dilakukan pada saat kondisilevel air S. Mahakam rendah di musim kemarau. Survei pertama dilakukan pada 9 - 14 Juli 2012 dan survei kedua pada 10 - 18 September 2012. Total waktu kedua survei adalah 90,9 jam dan total panjang alur sungai yang ditelusuri adalah 1.274 km. 17 Observasi pesut pada kedua survei dilakukan oleh 3 orang pengamat. Dua pengamat memantau arah depan. Salah satunya berdiri dan menggunakan teropong binokuler. Satu pengamat lainnya, memantau arah belakang untuk memastikan tidak ada pesut yang luput dari pengamatan Kreb 2004. Dalam setiap survei, ketika terjadi perjumpaan dengan individukelompok pesut, semua individu “ditangkap dan ditandai” dengan cara mengambil foto sirip punggungnya. Foto sirip punggung diambil secara “perpendicular” atau tegak lurus bidang sirip Kreb 2004; Beasley 2007; Sutaria 2009. Proses pengambilan foto sirip dilakukan sampai semua individu diyakini telah diambil foto siripnya. Pengamatan dan pengambilan foto sirip dari setiap perjumpaan rata-rata menghabiskan waktu selama 45 menit. Keseluruhan waktu yang telah dihabiskan untuk pengamatan dan pengambilan foto sirip pada semua perjumpaan selama survei populasi ini adalah 18,2 jam.

2. Sebaran