7
2. BIO-EKOLOGI Orcaella brevirostris Gray, 1866:
SEBUAH TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi dan Morfologi
Orcaella brevirostris Gray, 1866 adalah nama ilmiah yang diberikan kepada satu jenis mamalia air yang hidup di perairan pesisir tropis dan sub tropis wilayah
Indo-Pasifik Stacey Arnold 1999. Jenis ini dikenal secara umum dengan nama Irrawaddy Dolphin lumba-lumba Irrawaddy. Lumba-lumba Irrawaddy
hidup di perairan laut, payau maupun air tawar seperti sungai atau danau,
sehingga diberi julukan: ‘facultative river dolphin’ Leatherwood Reeves 1994; Kreb 2004. Di Indonesia, masyarakat mengenalnya dengan nama pesut; nama
yang diambil dan berasal dari sebutan masyarakat lokal terhadap jenis satwa ini yang hidup di perairan S. Mahakam Kalimantan Timur. Dalam Bahasa Indonesia,
O. brevirostris kadang-kadang disebut dengan nama lumba-lumba air tawar, sebuah sebutan yang kurang tepat karena sesungguhnya sebagian besar populasi
jenis ini adalah penghuni perairan laut pesisir.
Orcaella brevirostris, secara taksonomi ditempatkan dalam Kelas Mamalia, Ordo Cetacea, Sub Ordo Odontoceti, Superfamili Delphinoidea, Famili
Delphinidae, Subfamili Orcininae dan Genus Orcaella. O. brevirostris memiliki sinonim Orcaella fluminalis Anderson, 1971.
Gambar 2.1. Lumba-lumba Irrawaddy Orcaella brevirostris Sumber: http:www.tmsi.nus.edu.sg
Secara fisik, oleh Chakraborty De 2007, perawakan O. brevirostris digambarkan berbentuk torpedo Gambar 2.1. Satwa dewasa memiliki panjang
tubuh bervariasi antara 1,9 m hingga 2,75 m Marsh et al. 1989; Stacey Arnold 1999. Pada bagian atas tubuh di belakang kepala terdapat lubang nafas yang
terletak di sebelah kiri garis tengah tubuh. Warna kulit bervariasi, abu-abu terang hingga abu-abu gelap atau abu-abu kebiruan Marsh et al. 1989. Kepala O.
brevirostris berbentuk membulat dengan dahi tinggi Stacey Arnold 1999; Marsh et al. 1989. Garis mulut mengarah miring ke depan-bawah dari sekitar
mata. Jenis satwa ini tidak memiliki paruh sebagaimana kebanyakan lumba-lumba. Lumba-lumba Irrawaddy memiliki dua sirip dada yang relatif besar dan ujungnya
8
membulat, sirip punggung kecil berbentuk segitiga yang terletak di belakang bagian tengah tubuh dan sirip ekor horisontal Marsh et al. 1989.
Sebaran
Lumba-lumba Irrawaddy O. brevirostris hidup di perairan dangkal pesisir tropis dan subtropis Indo-Pasifik Barat. Sebarannya meliputi Teluk Benggala
India, Bangladesh dan Asia Tenggara Gambar 2.2 [Marsh et al. 1989; Stacey
Arnold 1999; Reeves et al. 2003].
Gambar 2.2. Daerah Sebaran Lumba-lumba Irrawaddy, O. brevirostris arsir warna merah; Sumber: Jefferson et al. 2008
Di beberapa tempat dalam wilayah sebarannya, populasi kecil dari O. brevirostris hidup terisolasi di danau payau atau pedalaman sungai yang berair
tawar Stacey Arnold 1999; Reeves et al. 2003. Dua populasi terisolasi di Danau D. Chilika, India Pattnaik et al. 2007 dan D. Songkhla, Thailand
Kittiwattanawong et al. 2007. Tiga populasi sudah beradaptasi dan sepenuhnya hidup di perairan tawar sungai-sungai besar seperti S. Mahakam, Indonesia
T
as’an Leatherwood 1984; Kreb 2004, S. Ayeryarwady, Myanmar Reeves et al. 2003; Smith Mya 2007 dan S. Mekong, Vietnam, Laos dan Kamboja
Beasley et al. 2007; Beasley 2007; Dove et al. 2008. Di perairan Indonesia, O. brevirostris tercatat di banyak tempat: S.
Mahakam, Kalimantan Timur Tas’an Leatherwood 1984; Kreb 2004, S.
Kumai, Kalimantan Tengah Kartasana Suwelo 1994; Segara Anakan di pantai Selatan Jawa Tengah Morzer Bruyns 1966; Teluk Balikpapan dan Sangkulirang
9
serta perairan di sepanjang pesisir Kalimantan Timur Kreb 2004; dan berbagai tempat lain di Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi Morzer Bruyns 1966.
Di S. Mahakam, O. Brevirostris nama lokal: pesut mahakam tidak menyebar merata di seluruh bagian sungai, anak-anak sungai serta danau-danaunya.
Populasi pesut mahakam umumnya terkonsentrasi di bagian tengah S. Mahakam Gambar 2.3. Keseluruhan daerah sebaran historis pesut mahakam mencakup: 1
alur Sungai Mahakam antara Loa Kulu di bagian hilir ± 90 km dari muara dan Burit Halau Long Bagun di bagian hulu ± 600 km dari muara; 2 danau-danau
Mahakam seperti D. Semayang, D. Melintang dan D. Jempang; serta 3 anak-anak sungainya seperti S. Kedang Rantau sampai sejauh Sedulang, S. Kedang Kepala
hingga Muara Ancalong, S. Belayan, S. Kedang Pahu sampai sejauh Damai dan S. Ratah hingga sejauh 100 km ke arah hulunya [Kreb 2004].
Gambar 2.3. Sebaran Lumba-lumba IrrawaddyPesut Mahakam Orcaella brevirostris di Sungai Mahakam, Kalimantan Timur; Sebaran musiman arsir warna
hijau, sebaran yang tercatat dari tahun 2000-2007 arsir warna kuning Kreb et al., 2007.
Penelitian intensif bio-ekologi pesut mahakam selama 1997-2005 mengungkapkan bahwa di S. Mahakam terdapat 2 habitat inti core area populasi
pesut yakni Muara Pahu –Penyinggahan dan Pela–Muara Kaman Kreb Susanti
2008; Kreb et al. 2010. Kedua wilayah sebaran utama ini merepresentasikan dua kelompok populasi yang ada. Tahun 2005 habitat utama Muara Pahu
–Penying- gahan dan Pela
–Muara Kaman mendukung masing-masing 72 dan 28 populasi pesut mahakam. Tahun 2007, proporsi itu berubah menjadi 57 dan
46 Kreb Susanti 2008.
10
Pesut mahakam diperkirakan sudah menghilang dari D. Jempang Priyono 1993; Kreb 2004. Di sebagian besar D. Semayang dan D. Melintang, pesut
mahakam juga sudah tidak terlihat ketika air rendah Kreb et al. 2007; Kreb Susanti 2008. Di anak-anak S. Mahakam seperti S. Kedang Rantau, S. Kedang
Kepala dan S. Kedang Pahu, daerah sebaran pesut juga semakin menyusut. Dalam periode 1980
– 2000 saja diperkirakan pesut mahakam telah kehilangan 15 dari wilayah jelajah historisnya Kreb Budiono 2005; Kreb et al. 2007.
Kelimpahan
Tidak ada data yang memadai mengenai kelimpahan jumlah individu lumba-lumba irrawaddy di seluruh wilayah sebarannya. Namun demikian, karena
fokus perhatian terutama ditujukan kepada populasi-populasi air tawar di S. Mahakam, S. Ayeryarwady dan S. Mekong, kelimpahan dari daerah-daerah
tersebut sudah diketahui Smith Mya 2007; Beasley 2007; Kreb Susanti 2008; Kreb Susanti 2011. Selain itu, kelimpahan populasi D. Songkhla di
Thailand dan D. Chilika di India Kittiwattanawong et al. 2005; Pattnaik et al. 2005 juga telah dihitung.
Di perairan S. Ayeryarwady, dua survei antara 2007-2009 mencatat keberadaan 32 dan 56 individu Mya Aung 2010. Di S. Mekong,
penghitungan tahun 2007 –2008 dengan menggunakan metode capture-mark-
recapture, menduga populasi lumba-lumba Irrawaddy di sungai tersebut tinggal 70 individu dengan kisaran 69
– 91 individu Vibol et al. 2010. Untuk populasi di D. Chilika, dua survei di tahun 2007 dan 2010 yang
dilakukan dengan penghitungan serentak dari 18 perahu menghasilkan perkiraan populasi berturut-turut sebesar 135 dan 158 individu Choudhury et al. 2010.
Sementara itu, belum ada laporan tentang jumlah yang akurat tentang kelimpahan lumba-lumba Irrawaddy di D. Songkhla, Thailand. Namun demikian, survei
udara yang dilakukan tahun 2004 menunjukkan bahwa populasi di D. Songkhla tidak lebih dari 20 individu Kittiwattanawong et al. 2007.
Dua survei populasi pesut di S. Mahakam telah dilakukan pada tahun 2007 dan 2010
dengan menggunakan metode “capture-mark-recapture” Petersen dan iden- tifikasi foto sirip punggung. Hasilnya, pada tahun 2007, jumlah populasi pesut
mahakam diperkirakan 90 individu dengan kisaran 75 – 105 ekor Kreb Susanti,
2008, sedangkan pada tahun 2010 jumlahnya 91 ekor dengan kisaran 81 – 106
ekor Kreb Susanti 2011.
Status Perlindungan
Sampai tahun 1996, IUCN Redlist of Threatened Species menempatkan lumba-lumba Irrawaddy dalam kategori Data Deficient Reeves et al. 2008.
Sejak tahun 2000, dengan semakin bertambahnya informasi mengenai jenis ini, status kelangkaan keseluruhan populasinya berubah menjadi vulnerable. Status
vulnerable terus bertahan ketika IUCN menerbitkan The IUCN Redlist of Threatened Species tahun 2008 Reeves et al. 2008.
11
Walaupun secara keseluruhan populasi lumba-lumba Irrawaddy dimasukkan ke dalam kategori vulnerable, secara lokal terdapat populasi-populasi yang
memiliki status kelangkaan berbeda. Populasi S. Mahakam memperoleh status critically endangered sejak tahun 2000 setelah penelitian yang mendalam tentang
kelimpahannya di tahun 1999 –2000 Kreb Budiono 2005; Jefferson et al. 2008.
Populasi S. Mekong dan S. Ayeryarwady dimasukkan ke dalam kategori critically endangered pada tahun 2004 Smith 2004; Smith Beasley 2004.
Status ini diberikan karena jumlah individu dewasa produktif di masing-masing populasi diduga kurang dari 50 ekor dan diperkirakan populasinya akan terus
menurun akibat adanya ancaman bagi kelestariannya Reeves et al. 2008; Jefferson et al. 2008. Dua sub populasi lain yang secara geografis terisolasi,
yakni populasi D. Songkhla dan Selat Malampaya, Pelawan Filipina, pada tahun 2004 juga dimasukkan ke dalam kategori critically endangered karena jumlahnya
yang kecil dan persebarannya terbatas Smith Beasley 2004; Reeves et al. 2008.
Populasi lumba-lumba Irrawaddy pesut di S. Mahakam Indonesia sudah dilindungi Pemerintah Indonesia sejak tahun 1975, melalui Keputusan Menteri
Pertanian No. 45KptsUm11975. Status perlindungan tersebut kemudian diperkuat Undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi dan Peraturan
Pemerintah No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Sejak 2008, pesut mahakam bahkan ditetapkan sebagai spesies yang menjadi
fokus dan prioritas upaya konservasi jenis di Indonesia Peraturan Menteri Kehutanan No. 57 Tahun 2008.
Preferensi Habitat
Lumba-lumba Irrawaddy hidup pada berbagai macam habitat: laut pesisir, estuarimuara sungai berair payau, danaulaguna berair payau dan sungaidanau
air tawar Marsh et al. 1989; Kreb Budiono 2005; Beasley 2007. Keberadaan lumba-lumba Irrawaddy di suatu tempat sangat ditentukan oleh ketersediaan
pakan. Areal-areal yang menyediakan habitat bagi sejumlah besar ikan dan he- wan air lainnya pada umumnya menjadi tempat-tempat yang disukai oleh lumba-
lumba Irrawaddypesut karena di tempat semacam itulah pakan bagi satwa ini melimpah Kreb Budiono 2005; Beasley et al. 2007.
Lumba-lumba Irrawaddy menyukai pertemuan anak sungai, cabang sungai dan belokan sungai Stacey Hvenegaard 2002; Kreb Budiono 2005; Beasley
2007, Reeves et al. 2008 s. Satwa ini juga menyukai badan-badan air yang dalam Kreb Budiono 2005; Beasley 2007; Smith et al. 2009, terutama yang
berada pada pertemuan arus, seperti pada muara anak-anak sungai
. Pertemuan
dua sungai biasanya menciptakan pusaran air kuat yang akan memerangkap ikan- ikan yang merupakan mangsa pesut Kreb Budiono 2005.
Di S. Mahakam, pesut senang tinggal di perairan yang relatif dalam. Pada level air tinggi, pesut menyebar ke hampir seluruh wilayah yang dikenal sebagai
daerah sebarannya, termasuk danau-danau dan anak sungai Mahakam. Saat level air rendah, pesut mahakam lebih suka berada di tempat-tempat yang memiliki
kedalaman yang memadai seperti alur utama S. Mahakam Kreb Budiono 2005.
12
Di S. Mahakam, areal-areal yang diidentifikasi sebagai habitat yang disukai oleh pesut adalah: 1 Muara Pahu dan sekitarnya, 2 S. Pela yang merupakan
alur sungai penghubung D. Semayang dengan S. Mahakam, 3 Muara Kaman dan sekitarnya serta 4 Muara Muntai dan sekitarnya. Keempat lokasi ini merupakan
tempat pertemuan anak sungai-anak sungai dengan alur utama S. Mahakam. Di samping itu, anak-anak sungai tersebut merupakan akses keluarnya ikan dari
rawa-rawa dan danau yang merupakan tempat berkembangbiaknya Kreb Budiono 2005.
Ancaman Terhadap Kelestarian
Populasi lumba-lumba Irrawaddy O. brevirostris yang hidup di perairan tawar dan payau sedang terancam punah. Berbagai ancaman dihadapi oleh
populasi-populasi yang hidup di S. Mahakam, S. Ayeyarwady, S. Mekong, D. Songkhla dan D. Chilika. Satu populasi laut yang terisolasi di Selat Malampaya
Pelawan Filipina juga terancam punah Reeves et al. 2003; Smith et al. 2003; Smith et al. 2007.
Ancaman paling utama yang dihadapi lumba-lumba Irrawaddy yang terdapat di perairan tawar adalah kematian akibat terjerat jaring penangkap ikan
jaring insang atau gillnet Reeves et al. 2003; Smith et al. 2003. Beasley et al. 2007 menyatakan bahwa 87 kematian yang terjadi setiap tahun di S. Mekong
Kamboja pada periode 2001 –2005 adalah akibat terperangkap di jaring semacam
itu. Sedangkan di S. Mahakam, angkanya adalah 66 dari kematian pesut per tahun Kreb et al. 2007. Pesut memang sering ditemukan sedang mencari makan
di dekat jaring. Beberapa nelayan bahkan menggunakan pola mencari makan pesut sebagai indikator waktu dan lokasi untuk memasang jaring, sehingga resiko
pesut terperangkap jaring semakin meningkat Kreb Susanti 2008.
Ancaman kematian lain datang dari kecelakaan akibat tertabrak alat transportasi sungai Reeves et al. 2008. Di S. Mahakam kematian akibat
tertabrak speed-boat adalah 4 dari seluruh kematian yang terjadi dari tahun 1995 -2007 Kreb Susanti 2008. Kematian sebelum atau saat dilahirkan dan akibat
pembunuhan masing-masing terhitung sekitar 8 dari semua kasus kematian yang tercatat; kasus pembunuhan kebanyakan terjadi di daerah yang terisolasi
dimana jarang ditemui lumba-lumba Kreb Susanti 2008.
Di S. Mahakam dan S. Ayeyarwady, ancaman juga terjadi dari aktivitas penangkapan ikan ilegal dengan menggunakan listrik penyetruman, racun dan
jaring pukat Smith Mya 2007; Kreb Susanti 2008. Teknik penangkapan ikan yang tidak selektif ini menyebabkan berkurangnya ikan yang menjadi pakan
lumba-lumba Irrawaddypesut Smith et al. 2007. Di samping itu, ancaman muncul dari kehilangan dan degradasi habitat. Ancaman ini muncul akibat
pembangunan dam, penambangan emas dan batubara, sedimentasi sebagai akibat dari penebangan hutan di daerah tangkapan air, polusi kimiawi dari perkebunan
dalam skala besar seperti kelapa sawit dan penggunaan bahan berbahaya dan be- racun B3 dalam kegiatan pertambangan Smith Mya 2007; Beasley et al.
2007; Reeves et al. 2008; Kreb Susanti 2008; Kreb et al. 2010.
13
Upaya Konservasi Jenis
Secara global, salah satu langkah terpenting dalam upaya konservasi jenis O. brevirostris adalah memberinya status vulnerable atau rentan Reeves et al. 2008
untuk mengingatkan dunia bahwa jenis ini sedang menghadapi risiko kepunahan yang tinggi di alam. Tiga populasi air tawar di S. Mahakam, S. Ayeryarwady dan
S. Mekong, serta populasi air payau dan laut masing-masing di D. Songkhla dan Selat Malampaya bahkan sudah diberi status critically endangered atau sangat
terancam punah Smith 2004; Smith Beasley 2004; Kreb Budiono 2005; Jefferson et al. 2008; Reeves et al. 2008. Status kelangkaan bagi lumba-lumba
Irrawaddy tersebut di atas ditentukan melalui serangkaian upaya survei sistematis di tiap-tiap lokasi sebarannya.
Sebagai konsekuensi dari status tersebut, berbagai strategi dan aksi telah direncanakan dan dilakukan. Salah satunya adalah upaya untuk mewujudkan
kawasan perlindungan bagi populasi dan habitat satwa ini Kreb et al. 2010. Di S. Ayeryarwady, Myanmar, satu kawasan perlindungan bagi O. brevirostris sudah
ditetapkan dan 2 lokasi lagi diusulkan untuk ditetapkan Mya Aung 2010. Di S. Mahakam Indonesia, satu kawasan perlindungan habitat pesut mahakam yang
terletak di wilayah Muara Pahu Kabupaten Kutai Barat telah ditetapkan dengan Keputusan Bupati Kutai Barat Nomor 522.5.51K.4712009 tanggal 4 Juni 2009.
Sementara itu, satu lokasi kawasan perlindungan habitat pesut di Kabupaten Kutai Kartanegara sedang dalam proses penetapan. Satu lagi kawasan perlindungan
bagi lumba-lumba Irrawaddy terdapat di India, yaitu di D. Chilika. Status kawasan perlindungan ini adalah Situs Ramsar Choudhury et al. 2010. Tiga
lokasi di wilayah Sundarbans Bangladesh saat ini sedang diusulkan untuk ditetapkan sebagai kawasan perlindungan Smith et al. 2010.
Selain upaya penetapan kawasan perlindungan bagi habitat dan populasi lumba-lumba Irrawaddy, berbagai langkah atau aksi telah disepakati oleh para
penggiat konservasi jenis lumba-lumba ini Smith Reeves 2000; Kreb et al. 2010 yakni:
1. Mendorong masyarakat setempat untuk berpartisipasi dalam perencanaan dan
pengelolaan. 2. Memastikan agar pemanfaatan sumber daya perairan dan hutan tepian sungai
berkelanjutan dan menguntungkan bagi masyarakat setempat. 3. Melarang dan menerapkan peraturan pelarangan penggunaan metode
penangkapan ikan yang tidak selektif, termasuk rengge, rawai, bom ikan, racun, dan setrum.
4. Melaksanakan program pendidikan lingkungan, dengan fokus utama pada jenis perairan dan menjelaskan alasan pembentukan kawasan perlindungan.
5. Memastikan pelaksanaan undang-undang dan peraturan perlindungan cetacea dan satwa lain yang menjadi tujuan pembentukan kawasan perlindungan.
6. Pemantauan kualitas air dan menerapkan standar resmi. Mengatur penggunaan kapal bermotor, bahkan untuk kegiatan pelaksanaan
undang-undang dan monitoring, karena dapat membahayakan cetacea dan satwa perairan lainnya.
14
3. KELIMPAHAN DAN SEBARAN POPULASI PESUT MAHAKAM