Masalah Umum Badan Usaha Milik Negara BUMN

Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2005 tentang Tata Cara Privatisasi Perusahaan Perusahaan Perseroan Persero. Kebijakan ini merupakan kebijakan turunan untuk melaksanakan Pasal 83 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, yang menyatakan perlunya menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Privatisasi Perusahaan Perseroan Persero BUMN.

B. Masalah Umum Badan Usaha Milik Negara BUMN

BUMN sebagai salah satu tulang punggung perekonomian asset produktif yang dimiliki pemerintah diharapkan mampu memberikan kontribusi positif bagi pemerintah dalam bentuk dividen dan pajak. Pemerintah sangat berkepentingan atas kesehatan BUMN. Akan tetapi, kenyataannya banyak BUMN yang mengalami kerugian karena pengelolaan yang tidak profesional, tidak berdasarkan prinsip ekonomi perusahaan, dan tidak transparan. Kinerja BUMN dalam perkembangannya terkesan dipandang negatif. Sering kali BUMN dituduh sebagai badan usaha yang tidak efisien dan memiliki profitabilitas yang rendah. Boleh dikatakan bahwa terciptanya kesan dan kondisi seperti itu dipengaruhi orientasi pendirian BUMN, yang semula diprioritaskan pada pemenuhan kebutuhan publik dan peningkatan kesejahteraan masyarakat kemudian dibandingkan dengan perolehan laba profitability. Agar dapat memainkan perannya secara optimal, BUMN tidak dapat lagi bergerak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan publik, karena adanya tuntutan lingkungan usaha di era globalisasi agar manajemen BUMN lebih kompetitif sehingga Universitas Sumatera Utara mampu menyediakan fasilitas publik dengan kualitas yang lebih baik dan harga yang terjangkau masyarakat. Di samping itu, disadari pula bahwa hak monopoli yang selama ini diberikan kepada BUMN telah menyebabkan BUMN menjadi sulit beradaptasi dengan perubahan yang terjadi akibat berlangsungnya mekanisme pasar yang begitu kompetitif. 77 Ada beberapa masalah yang sering dihadapi BUMN dan selalu digunakan sebagai pertimbangan yang mendorong dilakukannya kebijakan privatisasi di beberapa negara, menurut hasil penelitian World Bank 2004, antara lain adalah karena beberapa permasalahan dalam BUMN itu sendiri, yaitu: 78 Pertama , inefisiensi, kelebihan karyawan, dan produktivitas rendah. Ketiga masalah tersebut terbilang akut dan dominan pada BUMN yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan pemerintah. Kedua , kualitas barang dan jasa rendah. Kualitas barang dan jasa yang dihasilkan BUMN pada umumnya dinilai rendah oleh masyarakat karena lemahnya kualitas sumber daya manusia dan keterbelakangan teknologi yang digunakan oleh BUMN untuk memproduksi barang dan jasa. Ketiga , rugi secara berkelanjutan dan peningkatan utang. Beberapa BUMN yang merugi dan memiliki utang cukup besar tidak dapat segera melakukan pembenahan untuk meningkatkan kinerjanya karena beberapa alasan. Salah satunya adalah aset BUMN yang berasal dari penyisihan APBN sebelum ditetapkannya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN harus dikonsultasikan kepada pemerintah dan bahkan dengan Dewan Perwakilan Rakyat DPR. 79 Keempat , tidak responsif terhadap kebutuhan publik. Keterlambatan dalam merespon kebutuhan publik, pada umumnya disebabkan oleh lambannya proses pengambilan keputusan dan kurangnya jiwa wirausaha entrepreneurship di lingkungan manajemen BUMN. Kelima , ketiadaan dana untuk memenuhi kebutuhan modal investasi. Salah satu hambatan pengembangan BUMN adalah kurangnya dana investasi terutama untuk keperluan pengembangan usaha. Sebagian modal BUMN berasal dari utang 77 Riant Nugroho dan Randy R Wrihatnolo, Op. cit., hlm. 37. 78 Ibid., hlm. 37-39. Universitas Sumatera Utara sehingga biaya modalnya cost of capital lebih tinggi dibandingkan jika didanai dengan modal sendiri ekuitas. Keenam , intervensi vertikal secara berlebihan. Seringkali kebijakan pemerintah dalam pengelolaan BUMN sangat intervensif sehingga manajemen BUMN mengalami hambatan dalam pengambilan keputusan manajerial. Ketujuh , beragam tujuan dan saling bertentangan. Dualisme tujuan BUMN, yaitu tujuan untuk memperoleh keuntungan dan pelayanan sosial kepada publik, merupakan salah satu penghambat BUMN untuk memasuki pasar yang kompetitif. Kedelapan , misi lembaga yang salah arah dan tidak relevan. Adanya intervensi politik dan hambatan regulasi dapat mengacaukan misi BUMN sebagai entitas bisnis. Kesembilan , pemanfaatan dan kinerja aset yang tidak optimal. Investasi yang dilakukan BUMN, terutama dalam bentuk infrastruktur, penggunaannya belum dapat dioptimalkan not fully employed, antara lain karena masalah kemampuan SDM, konflik kepentingan, birokrasi, serta hambatan hukum. Kesepuluh , praktik-praktik ilegal. Praktik ilegal seperti praktik suap, pengadaan barang dan jasa yang tidak sesuai prosedur, kolusi dan nepotisme, serta beberapa praktik ilegal lain dalam pengelolaan BUMN. Penerapan good corporate governance GCG diharapkan dapat membersihkan praktik-praktik ilegal tersebut. 80 Kesebelas , pencurian dan korupsi. Tingginya kasus pencurian dan korupsi dalam tubuh BUMN merupakan masalah yang perlu dicermati secara serius baik oleh pemerintah maupun oleh manajemen BUMN. 81 80 Dalam melaksanakan reformasi ditubuh BUMN diperlukan adanya penerapan pengelolaan usaha untuk mewujudkan profesionalisme dengan berlandaskan kepada Prinsip-prinsip Good Corporate Governance di dalam pengelolaan BUMN. Untuk membangun Good Corporate Governance tidak mungkin hanya dengan retorika atau slogan semata-mata, untuk mencapai kinerja yang optimal, BUMN memang perlu menerapkan coroprate governance yang baik. Dan ketetapan itu barangkali bisa diawali dengan penegasan fungsi, wewenang, dan tanggung jawab direksi, komisaris beserta seluruh jajaran manajemen perusahaan tersebut. 81 Lemahnya penegakan hukum di masyarakat, ternyata juga dirasakan di dalam sistem manajemen BUMN. Hal itu terjadi karena adanya sistem reward and punishment di beberapa perusahaan negara memang belum berjalan efektif. Dengan demikian sering kita dengar banyak pejabat BUMN yang memiiki kinerja yang kurang baik, akan tetapi tidak mendapat sanksi yang memadai. Melalui kajian komprehensif mengenai terjadinya KKN di berbagai instansi pemerintah saat ini tampaknya bisa ditarik benang merah bahwa dalam masyarakat yang sehat, berbagai organisasi atau badan usaha di dalmnya juga akan sehat. Sebaliknya dalam masyarakat yang belum sehat dengan sendirinya “organ” yang ada dalam masyarakat tersebut, termasuk badan usaha ataupun aparatnya juga akan terimbas. Dengan istilah, jika ingin membenahi BUMN, maka benahi pula seluruh lapisan masyarakat termasuk aparat pemeritah sampai ke pejabatnya. Dibyo Soemantri Priambodo, Refleksi BUMN 1993-2003 , Yogyakarta: Penerbit Media Pressindo, 2004, hlm. 61-62. Universitas Sumatera Utara Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki BUMN yang bermasalah yang memenuhi kriteria di atas, sehingga salah satu upaya dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi, sekaligus memperluas skala ekonomis, langkah yang ditempuh sebagian besar BUMN yang berkinerja buruk adalah dengan melakukan privatisasi. Memasuki era globalisasi seperti sekarang, beberapa BUMN yang telah melakukan perbaikan manajemen, khususnya efisiensi operasi, akan mampu menghadapi persaingan pasar. Langkah perbaikan yang dilakukan meliputi restrukturisasi usaha, pengurangan jumlah karyawan, penerapan sistem pengendalian manajemen, dan kebijakan strategis lainnya. BUMN yang tidak melakukan perbaikan manajemen biasanya akan menghadapi berbagai kesulitan, terutama di bidang finansial. 82 82 Menurut Santosa 1994 bahwa untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi, sekaligus memperluas skala usaha agar mencapai skala ekonomis, langkah yang ditempuh sebagian besar BUMN yang berkinerja buruk adalah melalui peningkatan utang perusahaan. Dengan tetap menjalankan perusahaan atas dasar operasi berbiaya tinggi, dan dalam beberapa kasus diperburuk dengan intervensi pemerintah yang berlebihan, manajemen BUMN tidak mampu melakukan perbaikan kinerja. Bahkan, beban utang meningkat dari waktu ke waktu. Permasalahan ini bagaikan lingkaran yang tidak berujung atau vicious funding cycle yang selalu membelit pengelolaan BUMN. Riant Nugroho dan Randy R Wrihatnolo, Op.cit., hlm. 40. Universitas Sumatera Utara Skema 1. Vicious Funding Cycle Sumber: Riant Nugroho dan Randy R. Wrihatnolo, Manajemen Privatisasi BUMN, Jakarta: PT. Gramedia, 2008. Skema tersebut di atas menunjukkan kondisi BUMN. Dari satu sisi, keterbatasan dana internal menjadikan BUMN sangat bergantung pada dana luar negeri, yang untuk memperolehnya harus melalui prosedur yang relatif cukup rumit dan membutuhkan biaya tinggi pula. Sebagai konsekwensinya, investasi sarana dan prasarana produksi barang dan jasa menjadi sangat terbatas sehingga menghasilkan produktivitas, pendapatan, dan kualitas produk yang rendah. Kondisi ini menyebabkan BUMN tidak mampu memenuhi permintaan konsumen atau bersaing di pasar sehingga arus kas cash-flow yang dimiliki dan laba yang dihasilkan sangat kecil, bahkan terkadang negatif. Di sisi lain, keterbatasan investasi untuk menggantikan peralatan yang tidak produktif mengakibatkan beban utang dan biaya modal menjadi tinggi. Kondisi ini diperburuk dengan ketidak efisienan dalam Limited Internal Fund Weak Cash Flow and Low Profit High Dependence on Foreign Debt Low Productivity, Low Revenues Poor Quality Service un-met Demands Weak Cash Flow and Low Profit Limited Investment in Plant Equipment Weak Cash Flow and Low Profit Weak Cash Flow and Low Profit Limited Pressure on Efficiency and Technology Upgrading Un-stable Regulatory Framework Political Risk Weak Currency High inflation Trade Imbalance Universitas Sumatera Utara pengoperasian perangkat yang dimiliki. Berbagai permasalahan yang dihadapi BUMN menjadi semakin berat dengan adanya berbagai permasalahan eksternal, seperti; a lemahnya nilai tukar mata uang rupiah; b tingkat inflasi yang tinggi; c neraca perdagangan yang tidak seimbang; d risiko politik; e peraturan yang tidak stabil; dan f kurangnya tekanan untuk melakukan kegiatan secara lebih efisien atau meningkatkan kemampuan teknologi. Kesemuanya ini menjadikan permasalahan BUMN ibarat lingkaran yang tidak berujung pangkal vicious cycle. Dalam mengantisipasi perkembangan pasar yang makin dinamis, yang untuk menghadapinya membutuhkan sumber daya yang lebih besar, beberapa BUMN yang relatif baik kemudian melakukan privatisasi melalui skema penawaran saham umum perdana atau initial public offering IPO atau go public . 83 Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan melakukan stabilitas harga dan laju inflasi pemerintah memberikan proteksi dan hak monopoli kepada BUMN serta memberikan subsidi bagi BUMN yang merugi. Kondisi ini menciptakan kebergantungan BUMN kepada pemerintah sehingga sebagian besar justru menjadi beban bagi pemerintah. Ketergantungan BUMN terhadap pemerintah tidak menciptakan struktur kemandirian BUMN untuk berkompetisi dengan perusahaan swasta, dan BUMN sering kali memproduksi barang dan jasa dengan biaya yang relatif tinggi. Kinerja, kualitas, dan produktivitas karyawan BUMN relatif rendah jika 83 Riant Nugroho dan Randy R Wrihatnolo, Op.cit., hlm. 41-42. Universitas Sumatera Utara dibandikan dengan karyawan perusahaan swasta. Tingginya biaya produksi mempengaruhi tingkat harga produk yang ditawarkan kepada konsumen. 84 Dalam kasus tertentu pemerintah memberikan subsidi yang terlalu besar bagi BUMN sehingga secara internal upaya untuk menciptakan efisiensi dalam tubuh BUMN menjadi makin sulit. Ketidak jelasan peran yang diambil pemerintah dalam pengelolaan BUMN menyebabkan Pemerintah tidak mampu mendorong efisiensi dalam BUMN yang bersangkutan.

C. Pengertian Privatisasi