Resepsi Siswa terhadap Cerpen Karya Cerpenis Laki-Laki Dillihat dari Aspek Psikologi Cerpenis

Selain itu, sebanyak 79,3 73 siswa sependapat dengan pernyataan pada butir nomor 3 bahwa cerpenis laki-laki pandai mendeskripsikan secara jelas sehingga siswa merasakan hal yang dialami tokoh Dia dalam cerpen Seragam. Sebanyak 62 57 siswa juga sependapat bahwa cerpenis laki-laki mendeskripsikan cerita secara jelas sehingga siswa merasakan hal yang dialami tokoh Ibu dalam cerpen Kain Perca Ibu pernyataan nomor 4. Walaupun ada beberapa siswa yang tidak sependapat dengan kedua pernyataan tersebut, namun siswa masih bisa memahami uraian alur cerita dalam kedua cerpen tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 55,4 51 siswa telah memahami keterkaitan kecerdasan emosional cerpenis dengan unsur pembangun cerpen sehingga mereka mampu menanggapi kedua cerpen karya cerpenis laki- lakidengan beragam. Siswa memberikan tanggapan sangat setuju, setuju, dan tidak setuju. Siswa kelas XI SMA Negeri 4 Yogyakarta memiliki pengetahuan yang baik mengenai watak dan alur cerita sehingga mempengaruhi pemahaman siswa terhadap kedua cerpen tersebut. Pada bagian resepsi siswa terhadap keterkaitan kecerdasan intelektual cerpenis laki-laki dengan unsur pembangun cerpen terdiri atas 6 pernyataan positiva, yaitu 2 pernyataan mengenai pemahaman siswa terhadap kecerdasan intelektual cerpenis dalam menggambarkan watak tokoh butir nomor 5-6, 2 pernyataan mengenai pemahaman siswa terhadap kecerdasan intelektual cerpenis dalam mengangkat tema cerpen butir nomor 7-8, dan 2 pernyataan mengenai pemahaman siswa terhadap kecerdasan intelektual cerpenis dalam menguraikan isi cerita butir nomor 9-10. 100 Sebanyak 50 46 siswa sangat setuju dengan pernyataan nomor 5. Butir pernyataan nomor 5 dan 6 mengaitkan kecerdasan intelektual yang dimiliki cerpenis dengan tema yang diangkat cerpenis. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa 50 46 siswa sependapat dengan pernyataan cerpenis cerpen Seragam memiliki pengetahuan luas mengenai masa sekolah dan masa bekerja. Masa sekolah dan masa bekerja yang dialami oleh tokoh ditunjukkan dengan kutipan paragraf sebagai berikut. Kutipan 1: Malam itu saya berada di sini, memperhatikannya belajar. Teplok yang menjadi penerang ruangan diletakkan di atas meja, hampir mendekat sama sekali dengan wajahnya jika dia menunduk untuk menulis. Basuki, 2012 Kutipan 2: “Tidak ganti baju?” tanya saya heran begitu dia langsung memimpin untuk berangkat. Itu hari Jumat. Seragam coklat Pramuka yang dikenakannya sejak pagi masih akan terpakai untuk bersekolah sehari lagi. Saya tahu, dia memang tidak memiliki banyak pakaian hingga seragam sekolah biasa dipakai kapan saja. Tapi memakainya untuk pergi ke sawah mencari jangkrik, rasanya sangat-sangat tidak elok. Basuki, 2012 Kutipan 3: Mata saya kemudian melirik seragam dinas yang tersampir di sandaran jok belakang. Sebagai jaksa yang baru saja menangani satu kasus perdata, seragam itu belum bisa membuat saya bangga. Nilainya jelas jauh lebih kecil dibanding nilai persahabatan yang saya dapatkan dari sebuah seragam coklat Pramuka. Tapi dia tidak tahu, dengan seragam dinas itu, sayalah yang akan mengeksekusi pengosongan tanah dan rumahnya. Basuki, 2012 Ketiga kutipan paragraf di atas menunjukkan masa sekolah dan masa bekerja. Kutipan pertama dan kedua merupakan kutipan yang menunjukkan masa sekolah, sedangkan kutipan yang ketiga menunjukkan masa bekerja. Masa sekolah menceritakan kegiatan belajar dan kegiatan mencari jangkring ke sawah yang biasa dilakukan anak-anak sewaktu masih kecil. Masa bekerja menceritakan tokoh Saya yang bekerja sebagai jaksa dan memiliki tugas untuk mengeksekusi tanah dan rumah sahabatnya. Dunia kerja tidak memandang nilai persahabatan. Sebanyak 78,6 64 siswa setuju dengan pernyataan nomor 6. Isi pernyataan nomor 6 adalah cerpenis cerpen Kain Perca Ibu memiliki pengetahuan yang luas mengenai kebiasaan ibu kepada anak-anaknya. Kebiasaan seorang ibu kepada keturunannya ditunjukkan dengan kutipan sebagai berikut. Setiap Lebaran kami berkumpul di sana, setelah acara sungkem dan makan ketupat opor buatan Ibu, kami akan berkumpul di ruang tengah. Seperti dulu. Hanya kali ini dengan anggota yang lebih banyak. Karena ditambah dengan cucu-cucu Ibu yang sudah berjumlah delapan orang. Dua orang cucu dari Mbak Ratih, tiga dari Mbak Suti, satu dari aku, dua dari Laras. Perasaan kami masih seperti dulu, berdebar-debar cemas, menunggu siapakah yang dipilih Ibu pada Lebaran tahun ini. Sedangkan bagi anak-anak kami, cerita Ibu seperti dongeng sejarah yang mengagumkan. Mungkin di benak mereka seperti melihat film dokumenter dengan layar hidup.Aksana, 2012: 48-49 Kutipan dua paragraf di atas menunjukkan bahwa kebiasaan tokoh Ibu dan keturunannya. Ibu dan keturunannya berkumpul bersama, bercerita, dan membagikan kebaya bersejarah. Siswa setuju dengan pernyataan nomor 5 dan 6 dikarenakan siswa merasa bahwa cerpenis benar-benar menuangkan pengetahuannya sehingga cerpenis mampu bercerita secara nyata. 102 Selanjutnya, pernyataan nomor 7 dan 8 mengaitkan kecerdasan intelektual cerpenis dengan tema cerpen. Sebanyak 69,6 68 siswa setuju bahwa cerpenis lebih menonjolkan watak tokoh Dia secara intelektual butir nomor 7. Cerpenis menggambarkan watak tokoh Dia sebagai sahabat yang sangat menyayangi sahabatnya. Tokoh Dia rela mengorbankan baju pramuka satu-satunya yang dia miliki untuk menyelamatkan sahabatnya. Cerpenis menggunakan watak pantang menyerah dan tanggung jawab sebagai watak tokoh Dia dalam cerpen Seragam. Sebanyak 87 69 siswa setuju bahwa cerpenis lebih menonjolkan watak tokoh Ibu secara intelektual butir nomor 8. Siswa setuju dengan pendapat tersebut karena siswa merasa bahwa cerpenis menggambarkan watak tokoh Ibu sesuai dengan pengetahuan umum dalam kehidupan nyata bahwa seorang ibu yang sangat menyayangi anak-anaknya. Tokoh Ibu menunjukkan kasih sayangnya dengan memberikan barang-barang berharga yang sudah lama dia simpan untuk anak-anaknya. Akan tetapi, sebanyak 87 80 siswa tidak sependapat dengan pernyataan nomor 9 bahwa cerpen Seragam karya cerpenis laki-laki tidak memberikan pengetahuan baru bagi siswa. Siswa tidak sependapat dengan pernyataan tersebut dikarenakan siswa merasa bahwa tidak ada hal yang baru dalam cerpen tersebut. Cerpen tersebut menceritakan hal-hal yang ada di sekitar siswa, seperti kehidupan anak sekolah dan persahabatan yang pasti dialami oleh siswa. Selanjutnya pernyataan nomor 10, sebanyak 70,7 65 siswa tidak sependapat bahwa cerpen Kain Perca Ibu karya cerpenis laki-laki tidak memberikan pengetahuan baru bagi siswa. Cerpen Kain Perca Ibu menceritakan kebiasaan tokoh Ibu yang memberikan pakaian berharganya kepada anak- anaknya. Selain itu, tanggapan siswa menunjukkan bahwa cerpen Kain Perca Ibu menceritakan hal-hal yang sudah diketahui siswa. Sementara itu, hasil penelitian menunjukkan bahwa 73,9 68 siswa mampu menanggapi keterkaitan faktor kecerdasan intelektual dengan unsur pembangun cerpen secara beragam. Siswa memberikan tanggapan sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Walaupun ada 2 pernyataan butir nomor 9 dan 10 yang siswa tidak setuju, namun hal tersebut tidak mempengaruhi siswa untuk memahami kedua cerpen tersebut. Faktor ketiga dalam aspek psikologi cerpenis laki-laki yang dikaitkan dengan unsur pembangun cerpen adalah religiusitas. Ada 2 pernyataan positiva untuk mengungkap resepsi siswa dilihat dari keterkaitan religiusitas cerpenis laki-laki dengan unsur pembangun cerpen. Keterkaitan faktor religiusitas cerpenis laki-laki dengan unsur pembangun cerpen memiliki skor paling tinggi dibandingkan faktor yang lain dalam aspek psikologi. Resepsi siswa terhadap keterkaitan religiusitas cerpenis laki-laki dengan unsur pembangun cerpen merupakan tanggapan siswa mengenai watak tokoh. Pernyataan pada bagian ini mengenai pemahaman siswa terhadap religiusitascerpenis dalam menggambarkan watak tokoh. Sebanyak 76,7 70 siswa tidak setuju bahwa cerpenis menonjolkan tokoh Dia yang tegar dan 104 penyayang secara religius dalam cerpen Seragam butir nomor 11. Siswa tidak sependapat dengan pernyataan tersebut karena siswa tidak menemukan hal-hal yang berkaitan dengan ritual-ritual khusus dan hal yang bersifat batin, serta menyinggung masalah hubungan agama. Sebanyak 76,1 62 siswa tidak sependapat dengan pernyataan nomor 12 bahwa cerpenis menonjolkan watak tokoh Ibu yang tegar dan penyayang secara religius dalam cerpen Kain Perca Ibu. Cerpenis menggambarkan watak tokoh Ibu yang begitu menyayangi putri-putrinya. Tokoh Ibu yang begitu menyayangi suaminya akhirnya bisa mengikhlaskan kenangan bersama suaminya. Rasa kasih sayang kepada keluarganya menunjukkan sisi religius. Sementara itu, resepsi siswa terhadap keterkaitan faktor religiusitas dengan unsur pembangun cerpen termasuk kategori tinggi dengan persentase 93,8 86 siswa. Hal tersebut menunjukkan bahwa siswa memahami keterkaitan faktor religiusitas dengan unsur pembangun cerpen sehingga mereka mampu menanggapi kedua cerpen karya cerpenis laki-laki dengan beragam. Siswa memberikan tanggapan sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Siswa kelas XI SMA Negeri 4 Yogyakarta memiliki pengetahuan yang baik mengenai watak sehingga mempengaruhi hasil resepsi siswa terhadap kedua cerpen tersebut. Faktor terakhir dalam aspek psikologi yang dikaitkan dengan unsur pembangun cerpen adalah kreativitas. Resepsi mengenai kreativitas cerpenis laki-laki dapat dilihat dari hasil penelitian pada butir nomor 13 hingga 20. Dari 8 pernyataan terdapat 7 pernyataan negativa dan 1 pernyataan positiva hanya butir nomor 14. Pernyataan nomor 13 hingga 16 terkait dengan gaya dan nada yang digunakan cerpenis laki-laki. Sebanyak 59,8 55 siswa tidak sependapat dengan pernyataan nomor 13 bahwa cerpenis banyak menggunakan kata-kata sukar sehingga siswa cukup kesulitan memahami isi cerita pada cerpen Seragam dan Kain Perca Ibu. Kata sukar yang ditemukan pada cerpen Seragam sangat sedikit jumlahnya, seperti magasin yang berarti tabung berisi peluru yang dapat dipasang di bedil pistol, senapan, dsb. dan amben bahasa Jawa berarti balai-balai. Kata sukar pada cerpen Kain Perca Ibu juga sedikit jumlahnya, seperti menisik yang berarti menjahit dengan tangandan melungsurkan bahasa Jawa berarti memberikan lungsuran atau pakaian bekas atau barang lama. Siswa yang memberikan tanggapan setuju dan tidak setuju jumlahnya sama yaitu sebanyak 45,7 42 siswa, sementara siswa yang lain memberikan tanggapan sangat setuju dengan pernyataan nomor 14 bahwa cerpenis menggunakan bahasa yang menarik dalam cerpen-cerpennya. Contoh kalimat menarik dalam cerpen Seragam , seperti “Hanya sebentar kecanggungan di antara kami sebelum kata-kata obrolan meluncur seperti peluru-peluru yang berebutan keluar dari magasin”. Contoh kalimat menarik dalam cerpen Kain Perca Ibu, Cerpenis menggunakan bahasa sehari-hari dan disisipi dengan beberapa bahasa kias sehingga mudah dipahami siswa dan siswa tertarik untuk membacanya. Sebanyak 48,9 45 siswa tidak setuju dengan pernyataan nomor 15 bahwa cerpenis menggunakan majas dalam cerpen-cerpennya sehingga siswa sulit memahami isi cerita. Contoh majas pada cerpen Seragam yaitu, “Hanya 106 sebentar kecanggungan di antara kami sebelum kata-kata obrolan meluncur seperti peluru-peluru yang berebutan keluar dari magasin ”. Contoh majas pada cerpen Kain Perca Ibu yaitu, “Semua peristiwa yang baru saja diceritakan nya itu tiba-tiba saja terobek-robek, menjadi potongan-potongan kain perca yang tidak bernilai, menjadi seonggok bed cover lebar ”. Sama halnya dengan pernyataan sebelumnya, sebanyak 51,1 47 siswa tidak setuju dengan pernyataan nomor 16 bahwa cerpenis laki-laki banyak menggunakan idiom dalam cerpen-cerpennya. Cerpenis menggunakan majas dan idiom dalam cerpen-cerpennya tetapi dalam jumlah yang sangat sedikit sehingga siswa masih dapat memahami isi cerpen Seragam dan Kain Perca Ibu. Contoh idiom pada cerpen Seragam yaitu, “ pantat obor ” . Contoh idiom pada cerpen Kain Perca Ibu yaitu, “ punggung tangan ” . Resepsi siswa terhadap kreativitas cerpenis laki-laki tidak hanya berkaitan dengan gaya dan nada, tetapi juga berkaitan dengan alur. Pernyataan yang berkaitan dengan alur pada faktor kreativitas adalah nomor 17 hingga 20. Sebanyak 79,3 73 siswa setuju dengan pernyataan nomor 17 bahwa cerpenis memiliki daya imajinasi yang tinggi sehingga konflik yang muncul dalam cerpen Seragam tidak dapat ditebak oleh siswa. Sementara pernyataan nomor 18, sebanyak 68,5 63 siswa tidak setuju bahwa cerpenis memiliki daya imajinasi yang tinggi sehingga konflik yang muncul dalam cerpen Kain Perca Ibu tidak dapat ditebak oleh siswa. Siswa setuju pada pernyataan nomor 17 dan tidak setuju dengan pernyataan nomor 18 tersebut karena siswa dapat memperkirakan konflik yang muncul dalam kedua cerpen tersebut. Konflik dalam cerpen Seragam adalah ketika tokoh Saya yang sangat menyayangi tokoh Dia justru mengeksekusi pengosongan tanah milik tokoh Dia, sedangkan konflik dalam cerpen Kain Perca Ibu adalah ketika suami dari tokoh Ibu meninggal dunia. Sebagian besar siswa setuju dengan pernyataan nomor 19 dan 20. Sebanyak 62 57 siswa sependapat bahwa alur cerita dalam cerpen Seragam tidak dapat saya tebak butir nomor 19. Siswa tidak dapat menebak alur cerita dalam cerpen Seragam sebab cerpen tersebut memiliki alur campuran, yaitu alur mundur atau flash back kemudian alur maju. Selanjutnya, sebanyak 66,3 61 siswa tidak sependapat bahwa alur cerita dalam cerpen Kain Perca Ibu tidak dapat saya tebak butir nomor 20. Siswa masih bisa menebak alur cerita dalam cerpen Kain Perca Ibu, yaitu alur maju sebab menceritakan kejadian ketika tokoh masih hidup hingga meninggal. Sementara itu, resepsi siswa terhadap keterkaitan faktor kreativitas dengan unsur pembangun cerpen termasuk kategori sedang dengan persentase 66,3 61 siswa. Hal tersebut menunjukkan bahwa siswa memahami keterkaitan faktor kreativitas dengan unsur pembangun cerpen sehingga mereka mampu menanggapi kedua cerpen karya cerpenis laki-laki dengan beragam. Siswa memberikan tanggapan sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Siswa kelas XI SMA Negeri 4 Yogyakarta memiliki pengetahuan yang baik mengenai gaya dan nada, serta alur sehingga mempengaruhi hasil resepsi siswa terhadap kedua cerpen tersebut. 108 b. Resepsi Siswa terhadap Cerpen Karya Cerpenis Laki-Laki Dilihat dari Aspek Sosiologi Cerpenis Laki-Laki Selain aspek psikologi, resepsi siswa terhadap cerpen karya cerpenis laki-laki juga dilihat dari keterkaitan aspek sosiologi dengan unsur pembangun cerpen lihat tabel 35. Resepsi siswa terhadap cerpen karya cerpenis perempuan dilihat dari keterkaitan aspek psikologi cerpenis laki-laki dengan unsur pembangun cerpen termasuk kategori sedang dengan persentase 61,95 57 siswa. Aspek sosiologi cerpenis laki-laki akan membahas empat faktor yang mempengaruhi cerpenis laki-laki, yakni status sosial, latar belakang budaya, pendidikan, dan mata pencaharian. Resepsi siswa terhadap cerpen karya cerpenis laki-laki dilihat dari beberapa faktor dalam aspek sosiologi yang mempengaruhi cerpenis dalam menulis cerpen dideskripsikan sebagai berikut. Faktor pertama dari aspek sosiologi yang dikaitkan dengan unsur pembangun cerpen adalah kelas sosial atau status sosial. Ada 2 pernyataan positiva untuk mengungkap resepsi siswa dilihat dari kelas sosial cerpenis laki- laki dalam aspek sosiologi. Faktor kelas sosial cerpenis laki-laki memiliki skor paling tinggi dibandingkan faktor lain dalam aspek psikologi. Resepsi siswa terhadap keterkaitan kelas sosial cerpenis laki-laki dengan unsur pembangun cerpen merupakan tanggapan siswa mengenai tema cerita. Pernyataan pada bagian ini mengenai pemahaman siswa terhadap keberpihakan cerpenis laki-laki pada kelaas sosial tertentu berdasarkan isi cerita. Sebanyak 53,3 49 siswa tidak sependapat dengan pernyataan nomor 21 bahwa cerpenis lebih memihak kelas menengah bawah dan kelas menengah atas dalam cerpen Seragam. Cerpenis menggambarkan persahabatan dua anak dari kecil hingga dewasa. Ketika tokoh Dia yang berasal dari keluarga tidak mampu mengalami masalah, tokoh Saya tidak bisa membantu sahabatnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa cerpenis lebih berpihak pada kelas menengah atas. Lain halnya dengan pernyataan nomor 22, sebanyak 62 57 siswa justru setuju dengan pernyataan bahwa cerpenis lebih memihak kelas atas dalam cerpen Kain Perca Ibu. Cerpenis menggambarkan kehidupan Ibu dan putri- putrinya yang berkecukupan. Putri-putrinya yang sudah berkeluarga dan bekerja mampu membeli tiket pesawat untuk pulang pergi menjenguk Ibunya. Siswa membenarkan pernyataan tersebut menunjukkan bahwa siswa memahami keberpihakan cerpenis terhadap kelas sosial yang muncul dalam cerpen. Sementara itu, resepsi siswa terhadap keterkaitan faktor kelas sosial dengan unsur pembangun cerpen termasuk kategori sedang dengan persentase 61,9 57 siswa. Hal tersebut menunjukkan bahwa siswa memahami keterkaitan faktor kelas sosial dengan unsur pembangun cerpen sehingga mereka mampu menanggapi kedua cerpen karya cerpenis laki-laki dengan beragam. Siswa memberikan tanggapan sangat setuju, setuju, dan tidak setuju. Siswa kelas XI SMA Negeri 4 Yogyakarta memiliki pengetahuan yang baik mengenai tema sehingga mempengaruhi hasil resepsi siswa terhadap kedua cerpen tersebut. Pada bagian resepsi siswa terhadap keterkaitan latar belakang budaya cerpenis laki-laki dengan unsur pembangun cerpen terdiri atas 6 pernyataan positiva, yaitu 2 pernyataan mengenai pemahaman siswa terhadap latar belakang budaya cerpenis dalam mengangkat tema cerita butir nomor 23-24, 2 110 pernyataan mengenai pemahaman siswa terhadap keterkaitan budaya cerpenis dengan bahasa yang digunakan dalam cerpen butir nomor 25-26 dan 2 pernyataan mengenai pemahaman siswa terhadap keterkaitan cerpenis dalam menggambarkan watak tokoh butir nomor 27-28. Sebanyak 62 57 siswa setuju dengan pernyataan nomor 23 bahwa perpaduan budaya Sunda dan budaya Jawa Banyumasan yang dimiliki cerpenis laki-laki tidak muncul sebagai tema dalam cerpen Seragam. Aris Kurniawan Basuki memang tidak memasukkan unsur-unsur budaya Sunda dan budaya Jawa Banyumasan ke dalam tema cerpennya. Perpaduan budaya Sunda dan budaya Jawa Banyumasan yang khas dengan budaya sesaji dan kesenian Sunda. Cerpen ini berkaitan dengan persahabatan yang dialami oleh dua orang dari masa kanak- kanak hingga dewasa. Sama halnya dengan pernyataan sebelumnya, sebanyak 60,9 56 siswa juga setuju dengan pernyataan nomor 24 bahwa budaya modern yang dimiliki cerpenis laki-laki tidak muncul sebagai tema dalam cerpen Kain Perca Ibu. Andrei Aksana tidak menggunakan budaya modern dalam cerpennya. Budaya modern yang mengedepankan kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi IPTEK serta masyarakat yang individualis tidak tergambar dalam cerpen ini. Andrei justru memasukkan unsur masyarakat tempo dulu yang masih memegang tradisikeluarga. Meskipun menggunakan alat transportasi yang menunjukkan budaya modern, tetapi hal tersebut tidak menjadi tema utama. Pernyataan nomor 25 dan 26 merupakan pernyataan yang terkait dengan pemahaman siswa mengenai keterkaitan latar belakang budaya cerpenis dengan penggunaan bahasa dalam cerpen. Sebanyak 54,4 50 siswa tidak setuju dengan pernyataan nomor 25 bahwa cerpenis laki-laki menggunakan bahasa yang bervariasi sesuai dengan latar belakang budaya Sunda. Cerpen Seragam sama sekali tidak menggunakan bahasa daerah.Sama halnya dengan pernyataan sebelumnya, sebanyak 67,4 62 siswa juga tidak setuju dengan pernyataan nomor 26. Cerpen Kain Perca Ibu hanya menggunakan bahasa Indonesia dan tidak ditemukan bahasa gaul yang menunjukkan masyarakat modern pada masa sekarang. Selanjutnya, sebanyak 84,8 78 siswasependapat dengan pernyataan nomor 27 bahwa cerpenis laki-laki menggambarkan watak tokoh Dia sahabat saya dalam cerpen Seragam sesuai dengan perpaduan karakter masyarakat Sunda dan Jawa Banyumasan. Watak tokoh Dia yang dimunculkan menunjukkan watak masyarakat Sunda dan Jawa Banyumasan. Watak masyarakat daerah tersebut yang suka menolong dan ramah. Tokoh Dia digambarkan rela berkorban demi sahabatnya. Berikutnya pernyataan nomor 28, sebanyak 57,6 53 siswa tidak sependapat bahwa cerpenis laki-laki menggambarkan watak tokoh Ibu dalam cerpen Kain Perca Ibu sesuai dengan karakter masyarakat modern. Cerpen Kain Perca Ibu menggambarkan watak tokoh Ibu seperti masyarakat yang masih memegang tradisi, yaitu tradisi membagikan baju-baju yang sudah lama disimpan untuk putri-putrinya. Tradisi tersebut menunjukkan bahwa pernyataan bertolak belakang dengan watak tokoh. 112 Sementara itu, hasil penilitian menunjukkan bahwa sebanyak 89,1 82 siswa telah memahami keterkaitan latar belakang budaya cerpenis dengan unsur pembangun cerpen, sehingga mereka mampu menanggapi kedua cerpen secara beragam. Siswa memberikan tanggapan sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Walaupun 3 pernyataan butir nomor 25, 27, dan 28 ditanggapi tidak setuju oleh sebagian besar siswa, tetapi hal tersebut justru menunjukkan bahwa siswa masih mampu memahami cerpen Seragam dan Kain Perca Ibu sebab siswa memberikan tanggapan dengan tepat. Faktor ketiga dalam aspek sosiologi yang dikaitkan dengan unsur pembangun cerpen adalah pendidikan . Resepsi siswa terhadap keterkaitan pendidikan cerpenis laki-laki dengan unsur pembangun cerpen dapat dilihat pada pernyataan nomor 29 hingga 32. Pernyataan pada faktor pendidikan keseluruhan bersifat pernyataan positif. Pernyataan nomor 29 dan 30 merupakan pernyataan terkait pemahaman siswa mengenai keterkaitan antara pendidikan cerpenis laki- laki dengan penggunaan bahasa dalam cerpen.Pernyataan nomor 31 dan 32 merupakan pernyataan terkait pemahaman siswa mengenai keterkaitan antara pendidikan cerpenis dengan tema yang diangkat dalam cerpen. Sebanyak 69,6 64 siswa tidak setuju dengan pernyataan nomor 29 bahwa pendidikan cerpenis laki-laki sebagai Sarjana Fisioterapi mempengaruhi bahasa dalam cerpen Seragam. Aris Kurniawan Basuki sebagai cerpenis cerpen Seragam merupakan lulusan Akademi Fisioterapi Surakarta. Siswa memahami bahwa Aris yang pernah mengenyam pendidikan di Jurusan Fisioterapi tentunya tidak mempelajari materi yang berkaitan dengan sastra khususnya menulis yang baik dan materi tersebut masih mempengaruhi cerpen Seragam dari segi bahasa. Sebanyak 68,5 63 siswa tidak setuju dengan pernyataan nomor 30 bahwa pendidikan cerpenis laki-laki sebagai Master Administrasi Bisnis mempengaruhi bahasa dalam cerpen Kain Perca Ibu. Andrei Aksana, cerpenis cerpen Kain Perca Ibu juga sempat kuliah di Universitas Udayana untuk jurusan Desain Grafis. Siswa menganggap bahwa ilmu yang telah dipelajari Andrei selama kuliah tidak mempengaruhi cerpen Kain Perca Ibu sebab Ilmu Desain Grafis dan Ilmu Administrasi Bisnis tidak mempelajari materi menulis sastra. Sebanyak 69,6 64 siswa tidak setuju dengan pernyataan nomor 31 bahwa pendidikan cerpenis laki-laki sebagai Sarjana Fisioterapi mempengaruhi tema dalam cerpen Seragam. Ketidaksetujuan siswa terhadap pernyataan tersebut bukanlah hal yang salah sebab cerpenis memang tidak menggunakan tema yang berkaitan dengan bidang kesehatan. Berikutnya, sebanyak 63 58 siswa tidak setuju bahwa pendidikan cerpenis laki-laki sebagai Master Administrasi Bisnis mempengaruhi tema dalam cerpen Kain Perca Ibu butir nomor 32. Cerpen Kain Perca Ibu sama sekali tidak membahas hal-hal yang berkaitan dengan administrasi. Resepsi siswa terhadap pendidikan cerpenis laki-laki, sebanyak 93,5 86 siswa telah memahaminya sehingga mereka mampu menanggapi kedua cerpen dengan beragam. Siswa memberikan tanggapan setuju dan tidak setuju. Walaupun 3 pernyataan butir nomor 30, 31, dan 32 ditanggapi tidak setuju oleh sebagian besar siswa, tetapi hal tersebut justru menunjukkan bahwa siswa masih 114 mampu memahami cerpen Seragam dan Kain Perca Ibusebab siswa memberikan tanggapan dengan tepat. Faktor terakhir dalam aspek sosiologi cerpenis laki-laki yang dikaitkan dengan unsur pembangun cerpen adalah mata pencaharian. Pada resepsi ini terdiri dari 4 pernyataan positiva. Resepsi siswa terhadap keterkaitan mata pencaharian cerpenis laki-laki dengan unsur pembangun cerpen dapat dilihat dari pernyataan nomor 33 hingga 36. Berikut pembahasan tanggapan siswa terhadap keterkaitan mata pencaharian cerpenis dengan unsur pembangun cerpen. Pernyataan nomor 33 dan 34 merupakan pernyataan yang terkait pemahaman siswa mengenai keterkaitan mata pencaharian cerpenis laki-laki dengan penggunaan bahasa dalam cerpen. Sebanyak 64,1 59 siswa setuju bahwa profesi cerpenis laki-laki sebagai wartawan freelance mempengaruhi bahasa dalam cerpen Seragam. Sebagai seorang wartawan, Aris dituntut memiliki kecakapan dalam berkomunikasi ketika dia berburu berita. Pengalaman yang dimiliki Aris dapat dia terapkan dalam ceren-cerpennya. Itulah alasan siswa menyetujui pernyataan nomor 33 sebab profesi Aris masih berkaitan dengan cerpennya. Sebanyak 75 69 siswa tidak setuju bahwa profesi cerpenis sebagai direktur pemasaran mempengaruhi bahasa dalam cerpen Kain Perca Ibu. Andrei Aksana memang sudah banyak menulis cerpen-cerpen, tetapi profesinya sebagai direktur pemasaran disebuah perusahaan di Jakarta tidak berkaitan dengan cerpen Kain Perca Ibu. Banyaknya siswa yang tidak setuju bahwa profesi Andrei berhubungan dengan kepenulisan sastra menunjukkan bahwa siswa benar-benar cermat dalam memahami keterkaitan bahasa yang digunakan dalam cerpen dengan profesi cerpenis. Selanjutnya, pernyataan nomor 35 dan 36 merupakan pernyataan tentang pemahaman siswa mengenai keterkaitan antara mata pencaharian cerpenis laki- laki dengan tema yang diangkat dalam cerpen. Sebanyak 68,5 63 siswa tidak setuju bahwa profesi cerpenis laki-laki sebagai wartawan freelance mempengaruhi tema yang diangkat dalam cerpen Seragam butir nomor 35. Sebanyak 54,3 50 siswa tidak setuju bahwa profesi cerpenis sebagai direktur marketing mempengaruhi tema yang diangkat dalam cerpen Kain Perca Ibubutir nomor 36. Banyaknya jumlah siswa yang tidak setuju bahwa profesi Aris dan Andrei berhubungan dengan tema cerpen yang mereka tulis menunjukkan bahwa siswa sudah memahami keterkaitan antara profesi cerpenis laki-laki dengan tema yang diangkat dalam cerpen. Selain itu, hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 90,2 83 siswa telah memahami keterkaitan faktor mata pencaharian dengan unsur pembangun cerpensehingga mereka mampu menanggapi kedua cerpen secara beragam. Siswa memberikan tanggapan sangat setuju, setuju, dan tidak setuju. Walaupun 3 pernyataan butir nomor 34, 35, dan 36 ditanggapi tidak setuju oleh sebagian besar siswa, tetapi hal tersebut justru menunjukkan bahwa siswa masih mampu memahami cerpen Seragam dan Kain Perca Ibu sebab siswa memberikan tanggapan dengan tepat. 116

3. Perbedaan Resepsi Siswa terhadap Cerpen Karya Cerpenis Perempuan dan Cerpenis Laki-Laki

Setelah diketahui resepsi siswa terhadap cerpen karya cerpenis perempuan dan cerpenis laki-laki, maka pada bagian ini akan membahas perbedaan kedua resepsi siswa tersebut. Perbedaan kedua resepsi tersebut dapat diketahui dengan cara membandingkan keduanya. Pembahasan ini memaparkan tiga jenis perbedaan, yaitu 1 perbedaan hasil keseluruhan resepsi siswa terhadap cerpen karya cerpenis perempuan dan cerpenis laki-laki, 2 perbedaan resepsi siswa terhadap cerpen karya cerpenis perempuan dan cerpenis laki-laki dilihat dari aspek psikologi cerpenis, dan 3 perbedaan resepsi siswa terhadap cerpen karya cerpenis perempuan dan cerpenis laki-laki dilihat dari aspek sosiologi cerpenis. Berikut pemaparan ketiga perbedaan tersebut. Pembahasan yang pertama adalah perbedaan hasil keseluruhan resepsi siswa terhadap cerpen karya cerpenis perempuan. Perbedaan resepsi siswa ini membandingkan Mean dan SD dari hasil statistik deskriptif hasil keseluruhan resepsi siswa terhadap cerpen karya cerpenis perempuan dengan hasil keseluruhan resepsi siswa terhadap cerpen karya cerpenis laki-laki. Hasil penelitian lihat tabel 37 pada halaman 72 menunjukkan bahwa siswa yang menjadi subjek penelitian resepsi terhadap cerpen karya cerpenis perempuan dan cerpenis laki-laki lebih tertarik atau menyukai cerpen karya cerpenis laki-laki karena Mean dari resepsi siswa terhadap cerpen karya cerpenis laki-laki lebih tinggi. Walaupun selisih kedua resepsi tersebut sedikit. Sementara itu, pembahasan tersebut didukung oleh hasil jawaban pertanyaan terbuka yang telah diisi siswa, ternyata siswa lebih tertarik untuk membaca dan memahami cerpen karya cerpenis laki-laki, seperti Kain Perca Ibu dan Seragam. Mereka lebih tertarik membaca cerpen karya cerpenis laki-laki karena cerpen tersebut menggunakan bahasa yang lebih mudah dipahami dan mengangkat tema yang ada di sekitar atau kehidupan sehari-hari. Selain itu, cerpen karya cerpenis laki-laki menggambarkan watak tokoh dengan jelas sehingga siswa dapat memahami karakter tokoh. Alur cerita yang digunakan juga tidak terduga sehingga siswa menjadi penasaran dan tertarik untuk membacanya hingga selesai. Selain itu, siswa juga lebih tertarik membaca cerpen karya cerpenis laki- laki yang lain, seperti cerpen karya Agus Noor, Danarto, dan Seno Gumira Ajidarma. Mereka juga lebih banyak mengenal nama-nama cerpenis laki-laki dibandingkan cerpenis perempuan. Siswa-siswa yang sering membaca cerpen umumnya lebih mengenal cerpenis dibandingkan siswa yang membaca cerpen hanya ketika guru memberikan tugas. Ketika siswa membaca cerpen, mereka tidak melihat pengarang cerpen tersebut, tetapi mereka tertarik karena murni isi ceritanya. Selanjutnya, pembahasan yang kedua adalah perbedaan hasil keseluruhan resepsi siswa terhadap cerpen karya cerpenis perempuan. Perbedaan resepsi siswa ini membandingkan Mean dan SD dari hasil statistik deskriptif resepsi siswa terhadap cerpen karya cerpenis perempuan dan cerpenis laki-laki dilihat dari keterkaitan aspek psikologi cerpenis dengan unsur pembangun cerpen. Hasil 118 penelitian lihat tabel 38 pada halaman 73 menunjukkan bahwa siswa lebih memahami keterkaitan aspek psikologi cerpenis laki-laki dengan unsur pembangun cerpen. Namun, selisih perbedaan kedua resepsi tersebut sedikit. Akan tetapi, apabila dilihat dari faktor-faktor yang ada dalam keterkaitan aspek psikologi dengan unsur pembangun cerpen, kedua resepsi siswa menunjukkan perbedaan yang beragam. Siswa lebih memahami keterkaitan faktor kecerdasan emosional, kecerdasan intelektual, dan religiusitas dengan unsur pembangun cerpen karya cerpenis laki-laki dibanding cerpen karya cerpenis perempuan. Pada cerpen karya cerpenis perempuan, siswa lebih memahami keterkaitan kreativitas cerpenis dengan unsur pembangun cerpen. Pembahasan yang terakhir adalah perbedaan resepsi siswa terhadap cerpen karya cerpenis perempuan dan cerpenis laki-laki dilihat dari aspek sosiologi cerpenis. Perbedaan resepsi siswa ini membandingkan Mean dan SD dari hasil statistik deskriptif terhadap cerpen karya cerpenis perempuan dan cerpenis laki-laki dari aspek sosiologi cerpenis. Hasil penelitian lihat tabel 39 pada halaman 74 menunjukkan bahwa siswa lebih memahami keterkaitan aspek psikologi cerpenis perempuan dengan unsur pembangun cerpen. Selisih perbedaan kedua resepsi tersebut sedikit. Akan tetapi, apabila dilihat dari faktor-faktor yang ada dalam keterkaitan aspek sosiologi dengan unsur pembangun cerpen, kedua resepsi siswa menunjukkan perbedaan yang beragam. Siswa lebih memahami keterkaitan faktor kelas sosial atau status sosial, pendidikan, dan mata pencaharian dengan unsur pembangun cerpen karya cerpenis perempuan dibanding cerpen karya cerpenis laki-laki. Pada cerpen karya cerpenis laki-laki, siswa lebih memahami keterkaitan latar belakang budaya cerpenis dengan unsur pembangun cerpen.