25 Surabaya, Medan, Palembang, dan
Makassar. Koestoer
dalam Sugiharto,
2008 menyatakan bahwa kota sebagai perwujudan
spasial cenderung
mengalami perubahan
fisik dan
nonfisik dari waktu ke waktu. Dua faktor
yang utama
yang sangat
berperan dalam perubahan-perubahan tersebut yaitu faktor penduduk dan
aspek kebijakan. Faktor penduduk yang paling penting adalah kuantitasnya.
Aspek-aspek kependudukan mencakup kondisi sosial yang luas, seperti politik,
sosial,
ekonomi, budaya,
dan tekhnologi.
Secara umum
kota merupakan tempat bermukim, bekerja,
tempat kegiatan
ekonomi, pusat
pemerintahan, dan pusat kegiatan lain yang mengalami banyak kemajuan
fisik. Secara keruangan, sebagai tempat pusat
kegiatan yang
selalu berkembang, kota sebagai kesatuan
ruang artifisial selalu menimbulkan berbagai masalah dalam perencanaan
penataan ruangnya, masalah tersebut meliputi masalah kependudukan, sosial
ekonomi,
linkungan permukiman,
administrasi, dan transportasi. Benturan antara
kebutuhan manusia
dan kemampuan
lahan kota
dalam memenuhi
kebutuhan manusia
seringkali menimbulkan konflik antara lingkungan dan manusia di kawasan
perkotaan terutama terciptanya pola keruangan kota yang tidak terkendali
dan menimbulkan masalah-masalah baru
terkait dengan
keamanan, kenyamanan,
produktivitas lahan,
kreatifitas, dan
keberlanjutan keruangan kota tersebut.
1.2. Masalah Lingkungan Kota
Menurut Page and Seyfriend dalam Sundari, 2005 ada dua tujuan
umum pembangunan kota yaitu : 1.
Untuk mencapai kehidupan yang layak dan menghapus kemelaratan
dan,
2. Untuk
memperoleh dukungan
lingkungan yang efisien,
yaitu tempat
yang menyenangkan,
nyaman, aman dan menarik. Tujuan umum secara ekologi atau
sosial memungkinkan
masyarakat dapat
mencegah konflik-konflik.
Secara umum dapat dikemukakan bahwa pembangunan kota mempunyai
fungsi dan tujuan sebagai berikut : 1.
Kehadiran sebuah kota mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan
penduduk agar dapat bertahan dan melanjutkan
hidup, serta
meningkatkan kualitas hidup. 2.
Komponen-komponen kota adalah penduduk,
pemerintah, pembangunan
fisik, sumberdaya alam dan fungsi.
3. Penduduk kota meliputi jumlah dan
kecenderungan penyebaran 4.
Kehadiran flora dan fauna sangat penting
5. Pembangunan fisik yang meliputi
tipe-bentuk, kepadatan, diferensiasi dan konektiviti.
6. Sumberdaya terdiri dari SDA dan
SDM
26 7.
Kota berfungsi utama sebagai pusat permukiman, pelayan verja, rekreasi
dan transportasi
8. Pada umumnya kota menghadapi
masalah ekonomi, tata ruang dan masalah lingkungan hidup.
Masalah perkotaan di Indonesia
akibat ketimpangan tingkat penyediaan pelayanan kota, yang tidak seiring
dengan pertumbuhan
penduduk. Perencanaan kota sebagai bagian dari
pemecahan masalah perkotaan perlu dikaitkan
dengan pemahaman
penduduk, termasuk
jumlah pertumbuhannya. Pengambilan model
kota dunia Barat merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam
masalah perkotaan berkaitan dengan perencanaan kota di Indonesia dengan
penduduknya yang memiliki tingkat kemampuan berbeda.
Sering dengan perjalanan waktu, jumlah
penduduk kota
semakin meningkat, aktivitas sosial ekonomi
dan budaya masyarakat kota juga tumbuh dengan pesat. Pertumbuhan
jumlah dan aktivitas penduduk tersebut menuntut
penyediaan sarana
dan prasarana
yang semakin
banyak, semakin
kompleks, dan
semakin variatif. Gedung-gedung menjulang
tinggi dibangun berimpitan mengambil alih komponen alami dari ekosistem
berupa
pepohonan yang
semula menempatinya. Di kota-kota besar
dengan pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi, laju perubahan lansekap
berjalan dengan cepat dan cenderung mengikuti pola eksponensial. Lalu tiba-
tiba saja kita tersadar, kita telah terkepung oleh dinding-dinding beton
yang kokoh. Kita tidak bebas lagi memandang jauh karena terhalang oleh
bangunan-bangunan tersebut, udara terasa semakin panas dan sumpek, dan
karenanya kita butuh AC untuk mendinginkan suhu ruangan walaupun
akibatnya suhu udara di luar ruangan semakin panas. Karena udara yang
panas di luar, kendaraan pun harus ber- AC agar nyaman ditumpangi, dan
udara di luar menjadi semakin panas, semakin
menambah panas
dan pengapnya udara kota. Kondisi udara
kota yang tidak menyenangkan itu bukan hanya dirasakan oleh manusia,
tapi juga oleh hewan-hewan liar yang biasanya bebas menacari makanan di
ranting-ranting pohon yang teduh Sundari, 2005.
Berapa permasalahan kota yang mencuat beberapa dekade terakhir
akibat pesatnya pembangunan wilayah kota, diantaranya:
a. Masalah
Permukiman dan
Menyusutnya Lahan Hijau
Berdasarkan Undang-undang No. 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan
Permukiman terdapat
pengertian- pengertian sebagai berikut:
1. Pengertian rumah adalah bangunan
yang berfungsi sebagai tempat tinggalhunian
dan sarana
pembinaan keluarga. 2.
Yang dimaksud dengan perumahan adalah
kelompok rumah
yang berfungsi sebagai lingkungan tempat
tinggalhunian yang
dilengkapi
27 dengan
sarana dan
prasarana lingkungan.
3. Sedangkan
permukiman adalah
bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung kota dan desa
yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggalhunian dan tempat
kegiatan
yang mendukung
perikehidupan dan penghidupan. Menurut
Direktorat Jenderal
Cipta Karya,
lokasi kawasan
perumahan yang layak adalah: a.
Tidak terganggu oleh polusi air, udara, suara
b. Tersedia air bersih
c. Memiliki
kemungkinan untuk
perkembangan pembangunannya d.
Mempunyai aksesibilitas yang baik e.
Mudah dan aman mencapai tempat kerja
f. Tidak berada dibawah permukaan
air setempat g.
Mempunyai kemiringan rata-rata Menurut
Ernawi dalam
Dwihatmojo, 2013
bahwa perkembangan fisik ruang kota sangat
dipengaruhi oleh
urbanisasi. Perkembangan urbanisasi di Indonesia
dapat diamati dari 3 tiga aspek : pertama, jumlah penduduk yang tinggal
di kawasan perkotaan kini mencapai 120 juta dari total 230 juta jiwa;
kedua, sebaran penduduk yang tidak merata hampir 70 di Jawa dengan
125 juta jiwa dan di Sumatera dengan 45 juta jiwa; serta, ketiga, laju
urbanisasi yang tinggi, dimana kota- kota metropolitan, seperti: Jakarta,
Surabaya, Medan, Palembang, dan Makassar.
Pertambahan jumlah
penduduk tersebut
mengakibatkan terjadinya densifikasi penduduk dan
permukiman yang cepat dan tidak terkendali di bagian kota. Hal tersebut
menyebabkan
kebutuhan ruang
meningkat untuk
mengakomodasi kepentingannya.
Semakin meningkatnya permintaan akan ruang
khususnya untuk permukiman dan lahan terbangun berdampak kepada
semakin
merosotnya kualitas
lingkungan. Rencana Tata Ruang yang telah dibuat tidak mampu mencegah
alih fungsi lahan di perkotaan sehingga keberadaan Ruang Terbuka Hijau
RTH semakin terancam dan kota semakin
tidak nyaman
untuk beraktivitas.
Gambar 2: Penyusutan Lahan hijau Akibat Pertumbuhan Pemukiman Penduduk
Siahaan dalam Dwihatmojo, 2010 menyatakan
bahwa kecenderungan
terjadinya penurunan kuantitas ruang publik, terutama RTH pada 30 tahun
terakhir sangat signifikan. Di kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Medan,
dan Bandung, luasan RTH telah berkurang dari 35 pada awal tahun
28 1970-an menjadi 10 pada saat ini.
Ruang terbuka hijau yang ada sebagian besar
telah dikonversi
menjadi infrastruktur perkotaan dan kawasan
permukiman baru. Keberadaan
infrastruktur perkotaan dan kawasan permukiman
yang ada di wilayah kota semakin tahun semakin padat sehingga ruang
terbuka hijau sebagai pengabsorbsi polusi udara dan penyeimbang siklus
hidrologis
kota secara
ekologis mengalami gangguan secara signifikan.
Pada akhirnya
pembangunan infrastruktur yang hanya didasari pada
kehendak dan
seleran manusia
menggeser nilai-nilai lingkungan yang sangat penting. Fakta di lapangan
menyatakan bahwa keberadaan RTH yang jauh dari proporsi ideal, kekuatan
pasar yang dominan merubah fungsi lahan
sehingga keberadaan
RTH semakin
terpinggirkan bahkan
diabaikan fungsi dan manfaatnya. Tata ruang
yang diharapkan
dapat mengakomodasi seakan tidak berdaya
menahan mekanisme
pasar Dwihatmojo, 2013.
Gambar 3: Kondisi Kepadatan permukiman tanpa inovasi teknologi hijau, menghilangkan
wajah kota yang hijau, bersih, asri, dan sehat
b. Masalah Sampah