2.3 Model-model Kemitraan di Usaha Pertanian
Pada kawasan industri peternakan dapat dikembangkan beberapa model kemitraan ayam ras yaitu i Kawasan Industri Peternakan-Peternakan Rakyat
Agribisnis KINAK-PRA, model ini peternak sebagai plasma menjalin kemitraan dengan perusahaan yang betindak sebagai penghela yang menjamin plasma untuk
suplai sarana produksi dan pemasaran hasil. Kemitraan model ini belum begitu sempurna karena belum ada keterkaitan antara hulu-hilir, ii Kawasan Industri
Peternakan-Perusahan Inti Rakyat KINAK-PIR, model kemitraan ini lebih maju dari model KINAK-PRA karena telah ada keterkaitan antara hulu dan hilir.
Peternak sebagai plasma melaksanakan budidaya dalam satu kawasan tertentu sedangkan perusahaan inti membantu plasma dalam hal sarana produksi budidaya,
pemasaran hasil, bimbingan teknis dan permodalan, dan iii Kawasan Industri Peternakan - Sentra Usaha Peternakan Ekspor KINAK-SUPER, kemitraan
dalam model ini mengkhususkan menjual produknya ke luar negeri. Pada model ini perusahaan inti dapat melakukan budidaya untuk keperluan ekspor namun
sebagian besar produksinya dikerjasamakan dengan peternak plasma. Peternak dalam kemitraan ini merupakan peternak binaan terutama dalam hal teknologi
khusus untuk ekspor. Anonimous, 1997. Dalam peraturan pemerintah No. 44 Tahun 1997, disebutkan ada beberapa
model kemitraan yaitu i Pola Inti Rakyat PIR, pada model ini perusahaan inti menyediakan lahan, sarana produksi, bimbingan teknis, manajemen, menampung,
mengolah dan memasarkan hasil produksi, disamping itu perusahaan inti tetap memproduksi kebutuhan perusahaan. Sedangkan kelompok mitra usaha
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
memenuhi kebutuhan perusahaan sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati sehingga hasil yang diciptakan harus mempunyai daya kompetitif dan nilai jual
yang tinggi, ii Subkontrak, merupakan model kemitraan dimana kelompok mitra usaha memproduksi sebagian komponen produksi dari perusahaan mitra.
Kemitraan model ini mempunyai keuntungan yang dapat mendorong terciptanya alih teknologi, modal, iii Dagang umum, pada model ini terjadi hubungan
kemitraan usaha antara perusahaan yang memasarkan hasil dengan kelompok usaha yang mensuplai kebutuhan yang diperlukan oleh perusahaan pemasar hasil.
Model ini memerlukan struktur pendanaan yang cukup kuat dari pihak yang bermitra, baik mitra usaha besar maupun mitra usaha kecil, membiayai sendiri-
sendiri dari kegiatan usahanya karena sifat dari kemitraan ini adalah hubungan membeli dan menjual terhadap produk yang dimitrakan, iv Keagenan, pada
model ini usaha kecil diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa dari usaha menengah atau usaha besar sebagai mitranya, dan v Waralaba, pada model
ini kelompok mitra diberi hak lisensi dan bimbingan manajemen oleh perusahaan mitra usaha. Perusahaan mitra usaha sebagai pemilik waralaba, bertanggung
jawab terhadap sistem operasi, pelatihan, program pemasaran, merek dagang, dan lainnya terhadap mitra usahanya sebagai pemegang usaha yang diwaralabakan.
Sedangkan pemegang usaha waralaba, hanya mengikuti pola yang telah ditetapkan oleh pemilik waralaba serta memberikan sebagian dari pendapatannya
berupa royalti dan biaya lainnya yang terkait dari kegiatan usaha tersebut. Selanjutnya Siswono 2009 menyatakan langkah terbaik untuk mengelola
agribisnis ayam ras adalah pengelolaan integrasi vertikal. Artinya, mulai dari hulu
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
sampai hilir berada dalam satu keputusan manajemen. Lebih lanjut dinyatakan pula bahwa tiga bentuk integrasi vertikal agribisnis ayam ras yang dapat
dilakukan, yaitu i integrasi vertikal dengan pemilikan tunggalgrup. Bentuk ini mulai dari hulu sampai hillr dimiliki oleh satu perusahaangrup perusahaan, ii
integrasi vertikal agribisnis ayam ras dengan pemilikan saham bersamausaha patungan. Pada bentuk ini industri pembibit, industri pakan, industri obat-obatan,
usaha budidaya, pengusaha rumah potong, dan lainnya yang terpisah selama ini membentuk perusahaan vertikal milik bersama dan dikelola secara profesional.
Pembagian keuntungan didasarkan pada share cost masing-masing unsur agribisnis integrasi vertikal tersebut, dan iii bentuk integrasi vertikal agribisnis
ayam ras dengan koperasi agribisnis ayam ras. Dalam bentuk ini para peternak rakyat yang melakukan budidaya ayam ras membentuk koperasi agribisnis.
Selanjutnya koperasi agribisnis akan mengembangkan perusahaan pakan, pembibitan, obat-obatan, pemotongan ayam dan pemasaran ayam.
Daryanto 2007 menawarkan dua alternatif model kemitraan ayam ras, yaitu modifikasi program kemitraan dan kemitraan mandiri dengan gerakan
koperasi. Model pertama diperlukan pokok-pokok pemikiran sebagai berikut i dana dari lembaga keuangan disalurkan kepada inti, untuk kemudian dialokasikan
kepada koperasi agribisnis peternakan atau kelompok peternak peserta kemitraan dalam bentuk in natura. Harga bibit DOC, pakan, obat-obatan dan vaksin, serta
harga jual produk dibahas secara transparan atau ditetapkan berdasarkan rasio koefisien teknis, ii pada siklus berikutnya, inti mengembangkan kegiatan
kerjasama dengan memasukan budidaya Parent Stock dan pembuatan pakan.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
Koperasi menyisihkan SHU-nya untuk kedua kegiatan tersebut. Skala budidaya Final Stock
melalui kemitraan tetap dipertahankan, dan iii jika budidaya Parent Stock
dan pembuatan pakan sudah beroperasi, maka inti mulai menarik sebagian alokasi in natura-nya dan membina koperasi plasma yang baru. Akumulasi SHU
digunakan untuk mengembangkan budidaya Parent Stock dan unit usaha feedmill- nya. Lembaga keuangan ikut mempercepat perkembangan ini, dan iv koperasi
mulai merintis kerjasama dengan koperasi pertanian, perikanan dan koperasi pemasaran. Sedangkan alternatif model kemitraan kedua diperlukan pemikiran-
pemikiran sebagai berikut yaitu i dana dari lembaga keuangan langsung diterima koperasi. Ditahap awal, akan lebih baik jika koperasi menggunakan dana tersebut
untuk budidaya Parent Stock dan pabrik pakan mini. Sebagian dana untuk budidaya Final Stock, dan sementara bibit DOC masih bergantung pada
perusahaan pembibit, 5 koperasi harus secepat mungkin melakukan kerjasama dengan koperasi pertanian, perikanan dan koperasi pemasaran bahan baku dan
produk untuk membentuk jaringan agribisnis, iii jika dana dari lembaga keuangan tidak cukup, koperasi harus menguangkan aset yang tidak liquid.
Counter budget lebih dapat meyakinkan penyandang dana, iv bantuan pakar
multak diperlukan agar koperasi mampu bersaing dengan swasta multinasional dan bersaing dalam pasar domestik, v lembaga peternak unggas dan koperasi
agribisnis peternakan hendaknya segera menyusun studi kelayakan yang didasarkan pada potensi nyata, sehingga dapat langsung diterapkan dan dapat
dijadikan rujukan bagi penyandang dana.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
Selanjutnya Bachriadi 1995 melaporkan pada kasus Tebu Rakyat lntensifikasi TRI di Jawa, bahwa model kemitman adalah kontrak produksi,
dimana perusahaan yang mendapat hak sebagai inti adalah perusahaan-perusahaan negara perkebunan. Model ini sccara eksplisit memiliki karakteristik yaitu pabrik
gula milik pemerintah bertindak sebagai pimpinan kerja para petani, melakukan penyuluhan dan bimbingan teknis pengusahaan tebu rakyat, menyediakan bibit
unggul, memberikan petunjuk dan pelayanan dalam pemberian kredit, serta melindungi petani tebu rakyat dari kemungkinan ijon. Sedangkan petani tebu
rakyat adalah sebagai pembudidaya. Struktur pasar agro input adalah monopoli, sedangkan pasar output monopsoni.
Dilaporkan pula oleh Bachriadi 1995 bahwa model kemitraan PIR-susu di Jawa Tengah adalah integrasi vertikal, dimana inti menyediakan bantuan kredit
sapi perah, penyedia pakan, penjamin pasar susu, dan penyedia bimbingan teknis. Sedangkan peternak selaku pembudidaya. Struktur pasar agro input adah
monopoli, dan pasar output adalah monopsoni. Menurut Hafzah 1999 beberapa model kemitraan yang telah
diaplikasikan yaitu : 1. Model kemitraan jagung hibrida antara PT BISI dengan Petani. Model
kemitraan adalah kontrak produksi. Mekanisme kemitraan model ini yaitu PT BISI selaku inti i memberikan sarana produksi pertanian antara lain berupa
benih, pupuk dan obat, lanjaran, plastik. Sarana produksi pertanian tersebut diperhitungkan dalam bentuk kredit tanpa bunga dan dibayar pada waktu
panen, ii menyediakan tenaga teknis untuk penyuluhan dan pengawasan
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
mulai tanam sampai dengan panen, iii membeli produksi sesuai dengan kontrak kerjasama, dengan harga pasar dan ditambah 20 - 80 apabila
dinyatakan lulus lapangan oleh Balai Sertifikasi Benih, dan iv membayar hasil produksi sesuai kesepakatan yaitu satu hari setelah panen. Sedangkan
petani i menyediakan dan mengolah lahan dengan baik dan menggunakan sarana produksi yang telah diberikan sesuai dengan paket teknologi anjuran,
ii melakukan pemeliharaan dengan baik mulai saat tanam sampai dengan panen di bawah bimbingan tenaga teknis, iii menyerahkan hasil seluruhnya
pada waktu panen, berdasarkan harga yang disepakati, dan iv menerima uang pembelian di pabrik atau ditransfer ke rekening petani, satu hari setelah
panen. Pasar agroinput adalah monopoli, sedangkan pasar output adalah monopsomi.
2. Kemitraan jagung hibrida antara Perusahaan Makanan Ternak dengan petani. Model kemitraan ini adalah kontrak produksi. Perusahaan makanan ternak
selaku inti memberikan bantuan pinjaman benih jagung hibrida dan pupuk kepada petani, dan membeli semua hasil produksi usaha jagung hibrida dari
petani dengan harga yong disepakati dalam perjanjian. Sedangkan petani adalah pembudidaya. Struktur pasar agroinput yang terbentuk adalah
monopoli, dan pasar output adalah monopsoni. Zainuddin 2002 menyatakan keberlangsungan kemitraan ayam broiler di
Amerika Serikat tidak terlepas dari model yang dijalankan oleh perusahaan- perusahaan perunggasan yaitu integrasi vertikal yang diwujudkan melalui
Contract Production System CPS. Faktor-faktor yang mengharuskan industri
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
perunggasan di Amerika melakukan integrasi vertikal, diantaranya karena kebutuhan volume produksi skala ekonomis, kebutuhan suplai broiler yang
stabil, kebutuhan kontrol kualitas dan kebutuhan produk yang spesial. Perusahaan perunggasan dapat menerapkan integrasi vertikal karena mempunyai feedmill,
hatchery, live production melalui kemitraan, processing plant, dan perusahaan
mempunyai marketing distribution. Karakteristik kemitraan ayam broiler yang diterapkan di Amerika Serikat yaitu i peternak cukup menyediakan lahan. Biaya
pembangunan kandang, perlengkapan kandang dan jalan, diperoleh dari pinjaman perusahaan perunggasan, ii perusahaan memperoleh biaya pembangunan
kandang dari Bank, iii skala pemeliharaan 88.000 sampai dengan 160.000 ekor per peternak dengan kapasitas 22.200 ekor per kandang, iv agroinput dari
perusahaan, v pasar output ditanggung perusahaan, dan vi parameter teknis yang ditetapkan meliputi periode pemeliharaan 5 kali per tahun, berat akhir 7
pounds per ekor, dan daya hidup 94,5 per periode. Struktur pasar agroinput yang terbentuk adalah pasar monopoli, sedangkan pasar output adalah monopsoni.
Dalam SK Mentan No. 4721996 ternyata aturan kemitraan hanya berkisar pada kemitraan vertikal, yakni antara perusahaan bidang peternakan pakan, bibit dan
pengolahan ayam dengan peternak. Dalam SK tersebut disebutkan bahwa kemitraan pada ayam ras ada tiga bentuk, yakni perusahaan inti rakyat PIR,
pengelola dan penghela. Perusahaan peternakan yang melakukan budidaya ayam ras melakukan kemitraan dengan pola PIR sedangkan yang tidak melakukan
budidaya ayam ras melakukan kemitraan dengan pola pengelola atau penghela.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
2.4 Kemitraan Usaha Ayam Ras Pedaging Sebagai Solusi Pengembangan