4.4. Analisis Posisi Tawar Peternak Kemitraan dan Perusahaan Inti
Kemampuan posisi tawar peternak dalam proses pengambilan keputusan usaha ayam ras pedaging, memiliki kedudukan strategis. Hasil keputusan usaha
tersebut menjadi acuan dalam manajemen produksi ayam ras pedaging Pada kemitraan usaha ayam ras pedaging, hasil proses pengambilan
keputusan ditindaklanjuti dalam bentuk naskah perjanjian usaha yang mengikat peternak dan inti serta menjadi landasan operasional pelaksanaan kemitraan
tersebut. Sejauh mana posisi tawar peternak bargaining position pola usaha yang
berbeda dapat dilihat dari hasil analisis posisi tawar sebagaimana disajikan pada Tabel 15.
Tabel 15. Analisis Posisi Tawar Peternak Kemitraan dan Perusahaan
Inti di Daerah Penelitian. Kategori
Skor Peternak Kemitraan
Perusahaan Inti Orang
Skor Rata
an Orang
Skor Rataan ≤ 16,7
30 100
310 10,3
- -
- -
16,8 - 23,5 -
- -
- -
- -
- 23,6 - 30
- -
- -
30 10
889 29,6
Jumlah 30
100 310
10,3 30
10 889
29,6 Sumber : Data Primer diolah, 2009
Tabel 15 menunjukkan bahwa rataan skor posisi tawar peternak kemitraan sebesar 10,3 atau termasuk dalam kategori skore 16,7 yang berarti memiliki
posisi tawar lemah. Rataan skor posisi tawar perusahaan inti sebesar 29,6 termasuk dalam kategori skor 23,6 - 30 yang berarti memiliki posisi tawar kuat.
Hal ini berarti dampak kemitraan usaha ayam ras pedaging melemahkan posisi
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
tawar peternak,yang dapat menurunkan pendapatan peternak.Hal ini sesuai
dengan hasil penelitian Nurhadi, et al , 2007 yang menyimpulkan bahwa posisi
tawar petani berdampak posistif terhadap pendapatan bersih usahatani.Lemahnya posisi tawar peternak dapat dilihat dari kenyataan sebagai berikut :
1. Penentu sebagai peternak kemitraan adalah hak sepenuhnya inti. Tidak semua calon peternak dapat diikursertakan dalam program kemitraan.
2. Penentuan skala usaha menjadi hak sepenuhnya inti. 3. Peternak berkewajiban menggunakan jenis dan seluruh sarana produksi
peternakan yang ditentukan dan dikirim oleh inti meliputi bibit DOC, pakan, obat-obatan dan vaksin, dengan tanpa memberikan kesempatan peternak
untuk melakukan pemilihan dan seleksi terhadap sarana produksi peternakan tersebut.
4. Harga bibit, pakan, obat-obatan dan vaksin ditentukan sepihak oleh inti dan dibayarkan setelah panen.
5. Guna mencegah resiko kegagalan usaha, inti melakukan intervensi pada setiap pengambilan keputusan manajemen usaha ayam ras pedaging, saat awal
budidaya, teknis budidaya dan saat panen. 6. Harga output merupakan harga kontrak dan ditentukan sepihak oleh inti.
7. Lama pemeliharaan ditentukan sepihak oleh inti dan hasil produksi dijual kepada inti. Bila harga outputharga kontrak lebih rendah dari harga pasar, inti
mempercepat waktu pemeliharaan. Demikian pula sebaliknya bila harga kontrak lebih tinggi dari harga yang berlaku di pasar, inti melakukan
perpanjangan pemeliharaan yang berarti penundaan waktu panen. Penundaan
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
tersebut, membawa dua akibat bagi peternak. Pertama, bertambahnya jumlah pakan yang dikonsumsi ayam, hal ini memperbesar jumlah hutang peternak
kepada inti. Kedua, penundaan saat panen menjadikan ayam ras pedaging mengalami kelebihan berat badan dan berdampak pada penurunan harga jual.
Seiring dengan penundaan panen, nampak jelas bahwa inti tidak ingin dirugikan dengan cara mempertinggi beban hutang pakan pada peternak.
8. Waktu pembayaran hasil usaha ternak ditentukan inti, dan seringkali mengalami keterlambatan bahkan hingga periode pemeliharaan berikutnya
kadangkala hasil usaha peternak tersebut belum dibayarkan. Fenomena-fenomena diatas menunjukkan bahwa kemitraan usaha ayam ras
pedaging di daerah penelitian terjadi ketidaksetaraan hubungan antara inti dengan peternak. Ketidaksetaraan tersebut menimbulkan ketidakpuasan peternak terhadap
inti. Sebagaimana diteliti Salam et al 2009 didominasinya kesepakatan- kesepakatan mengenai harga dan kualitas sapronak, saat panen dan harga jual
ayam oleh inti, mengakibatkan kurang puasnya peternak terhadap inti. Selanjutnya Kuncoro 2000 menyatakan pola bapak angkat - anak angkatprodusen kecil di
daerah pedesaan, mereka tetap menjadi obyek penindasan. Nilai tambah terus mengalir dalam jumlah yang semakin besar dari produsen-produsen kecil ke
kelompok-kelompok yang lebih kuat. Lebih lanjut Siswono 2009 ketidakmampuan dalam mengakses pasar dan modal serta sifat dan jiwa fatalistik
petani memicu berkembang-suburnya struktur-struktur ketidakadilan dalam masyarakat petani. Hal ini sesuai pendapat Rusastra, et al 2006 bahwa
mekanisme kemitraan seluruhnya ditentukan oleh perusahaan inti meliputi, syarat
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
menjadi peternak plasma, penetapan harga sapronak dan hasil panen, pengaturan pola produksi, serta pengawasan, pemberian bonus atau sangsi. Sementara
peternak plasma berkewajiban untuk menyediakan kandang dan peralatan produksi serta melakukan pemeliharaan sebaik-baiknya.
4.5. Analisis Titik Impas dan Pendapatan