9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Telaah Penelitian Terdahulu
Dari hasil-hasil penelitian kemitraan usaha pertanian yang mengkaji pendapatan petani diperoleh kesimpulan bahwa tidak semua kemitraan usaha
pertanian dapat meningkatkan pendapatan petani. Sebagian besar menyatakan justru menurunkan mendapatan petani.
Penelitian kemitraan usaha pertanian yang berdampak pada meningkatnya pendapatan petani adalah sebagaimana dilaporkan Rustiani 1994 pada usaha
pertanian kontrak antara petani dengan eksportir sayuran di Kabupaten Bandung Jawa Barat. Hasil penelitian menunjukkan pola kemitraan ini lebih
menguntungkan petani dibanding model bukan kemitraan dengan model PIR kelapa sawit di Cimerak dan TRI di Cirebon. Pada lahan seluas 250 tambak,
pendapatan petani meningkat 70 bila dibanding bila mengelola sendiri. Penelitian kemitraan usaha pertanian yang berdampak pada menurunnya
pendapatan petani adalah sebagaimana dilaporkan Bachriadi 1995 yaitu usaha pertanian kontrak pada lima kasus yaitu TRI di Jawa, TIR di Indramayu, PIR
nanas di Subang, PIR susu di Jawa Tengah dan PIR teh lokal di Tasikmalaya, diperoleh hasil sebagai berikut:
1. Kasus TRI di Jawa, Perusahaan yang mendapatkan hak untuk menjadi inti adalah perusahaan perkebunan negara PTP-Pabrik Gula. Hasil penelitian ini
terlihat petani tebu belum terangkat ke arah kesejahteraan secara ekonomis. Petani berlahan sempit, tetapi menjadi kelompok yang tidak turut serta
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
menikmati pertumbuhan produksi gula tersebut. Keuntungan produksi lebih banyak dinikmati oleh pabrik gula, meskipun pabrik gula tetap tidak bisa
menyentuh pengembangan sistem dari program TRI. 2. Pada kasus PIR nanas. Pendapatan yang diperoleh petani tidaklah
menggembirakan dibanding dengan masa sebelum adanya PIR nanas. 3. Kasus PIR susu di Jawa Tengah, pada, kenyataannya inti menyalurkan bibit
sapi perah bermutu jelek dan menetapkan harga jual susu yang lebih rendah bila dibanding dengan harga di KUD Pengalengan dan KUD lainnya,
sehingga upaya peningkatan kesejahteraan peternak melalui PIR. Susu ini tidak terwujud.
4. Kasus PIR lokal teh di Tasikmalaya, dilaporkan rendahnya harga beli pucuk teh dari perusahaan inti menjadi penyebab suramnya pelaksanaan PIR lokal
teh di Tasikmalaya. Petani dengan berbagai cara, menjual pucuk-pucuk teh tidak kepada inti melainkan ke penampung-penampung teh, karena harga
tawar penampung lebih tinggi dibanding dengan harga yang ditentukan inti. Hasil penetapan harga input dan output secara sepihak oleh inti serta skala
pemeliharaan broiler merupakan hal penting yang menjadi sumber ketidakpuasan peternak plasma. Keadaan ini mengakibatkan peternak hanya memperoleh
keuntungan marginal atas kebaikan intiRusastra. et al, 2006.
2.2 Tinjauan Teoritis Tentang Konsep Kemitraan