BAB IV RISIKO HUKUM DAN BISNIS PERUSAHAAN TANPA CSR
A. Cara Pandang Perusahaan Terhadap CSR
Dewasa ini, isu CSR mengalami perkembangan yang cukup pesat. Salah satu pendorongnya adalah perubahan paradigma dunia usaha untuk tidak
semata-mata mencari keuntungan, tetapi harus pula bersikap etis dan berperan dalam penciptaan investasi nasional. Di antaranya, yang lazim dilakukan oleh
perusahaan adalah melakukan kegiatan karikatif, filantropis dan menyelenggarakan program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat
community development. Setidaknya ada tiga alasan penting mengapa kalangan dunia usaha
mesti merespon dan mengembangkan isu tanggung jawab sosial dengan operasi usahanya.
Pertama, perusahaan adalah bagian dari masyarakat dan oleh karenanya wajar bila perusahaan memperhatikan kepentingan masyarakat.
Perusahaan mesti menyadari bahwa mereka beroperasi dalam suatu tatanan lingkungan masyarakat. Kegiatan sosial ini berfungsi sebagai kompensasi
105
105
Ibid, hal 77.
atau upaya timbal balik atas penguasaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi oleh perusahaan yang kadang bersifat ekspansif dan eksploratif, di
samping sebagai kompensasi sosial karena timbulnya ketidaknyamanan discomfort pada masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Kedua, kalangan bisnis dan masyarakat sebaiknya memiliki hubungan yang bersifat simbosa mutualisme. Untuk mendapatkan dukungan dari
masyarakat, setidaknya licence to operate, wajar bila perusahaan juga dituntut untuk memberikan kontribusi positif kepada masyarakat, sehingga bisa
tercipta harmonisasi hubungan bahkan pendongkrakan citra dan performa perusahaan.
Ketiga, kegiatan tanggung jawab sosial merupakan salah satu cara untuk meredam atau bahkan menghindari konflik sosial. Potensi konflik itu
bisa berasal akibat dampak operasinal perusahaan ataupun akibat kesenjangan struktural dan ekonomis yang timbul antara masyarakat dengan komponen
perusahaan. Kendatipun genderang wacana CSR telah ditabuh dan gegap gempita
pelaksanaannya juga sudah mulai terasa, namun ada satu hal yang menjadi pertanyaan mendasar. Apa yang terbesit di balik semangat para pelakunya?
Motivasi apa yang mendasari kalangan dunia usaha dalam menerima konsep CSR itu? Bila pertanyaan itu dilontarkan, pasti jawabannya akan beragam.
Selain karena sifat CSR sendiri yang sukarela, juga karena paradigma yang dimiliki oleh para pelaku usaha sangat beragam. Absensinya regulasi dan
produk hukum yang mengikat ditambah lagi lemahnya penegakan hukum juga ikut andil pada beragamnya motivasi kalangan dunia usaha untuk
mempraktikkan CSR. Namun, setidaknya cara perusahaan memandang CSR atau alasan
perusahaan menerapkan CSR bisa diklasifikasikan dalam tiga kategori.
Universitas Sumatera Utara
Pertama, sekedar basa-basi dan keterpaksaan. Artinya, CSR dipraktikkan lebih karena faktor eksternal external driven. Tanggung jawab
PT Lapindo Brantas kepada para korban lumpur panas merupakan contoh konkrit adanya indikasi ini. Jadi bersifat social driven, di samping juga
environmental driven. Pemenuhan tanggung jawab lebih karena keterpaksaan akibat tuntutan ketimbang kesukarelaan.
Berikutnya karena reputation driven, motivasi pelaksanaan CSR adalah untuk mendongkrak citra perusahaan. Contoh saat bencana tsunami di
Aceh dan Sumut terjadi. Perusahaan besar kecil seperti dikomando untuk berebut memberikan bantuan uang, sembako, medis dan sebagainya.
Berikutnya berlombalah perusahaan menginformasikan kontribusinya
106
Pada fase ini hampir bisa dipastikan bahwa yang dilakukan perusahaan merupakan kebijakan bisnis yang hanya bersifat kosmetik. CSR
diimplementasikan sebagai upaya dalam konteks ke-PR-an. Perusahaan melalui media massa. Tujuannya bisa ditebak, mendongkrak citra positif
perusahaan. Di satu sisi, hal itu memang menggembirakan terutama dikaitkan
dengan kebutuhan riel atas bantuan bencana dan rasa solidaritas kemanusiaan. Namun di sisi lain, fenomena ini menimbulkan tanda tanya terutama dikaitkan
dengan komitmen solidaritas kemanusiaan itu sendiri. Artinya, niatan untuk menyumbang masih diliputi kemauan meraih kesempatan untuk melakukan
publikasi positif semisal untuk menjaga dan mendongkrak citra perusahaan.
106
Ibid, hal 78-79.
Universitas Sumatera Utara
melakukannya untuk memenuhi tuntutan dan memberi citra sebagai korporasi yang tanggap terhadap kepentingan sosial. Dan aktivitasnya, masih disikapi
sebagai liabilitas ketimbang aset. Kedua, sebagai upaya untuk memenuhi kewajiban compliance. CSR
diimplementasikan karena memang ada regulasi, hukum, dan aturan yang memaksanya.
Salah satu contohnya adalah karena adanya market driven. Kesadaran tentang pentingnya mengimplementasikan CSR ini menjadi tren seiring
dengan makin maraknya kepedulian masyarakat global terhadap produk- produk yang ramah lingkungan dan diproduksi dengan memperhatikan
kaidah-kaidah sosial. Contoh konkritnya, pengusaha-pengusaha Amerika Serikat sudah semakin keras dengan produk furniture yang datang dari
Indonesia. Pasalnya, produk furniture diharuskan menerapkan ecolabeling, suatu tanda bukti bahwa prosesnya dilakukan secara bijaksana dengan
memperhatikan faktor lingkungan. Misalnya, tidak menebang kayu secara sembarangan tanpa adanya upaya peremajaan.
Bank-bank di Eropa juga telah menurunkan regulasi dalam masalah pinjaman yang hanya diberikan kepada perusahaan yang
mengimpelementasikan CSR dengan baik. Sebagai contoh, mereka hanya memberikan pinjaman pada perusahaan-perusahaan perkebunan di Asia yang
memberikan jaminan bahwa ketika membuka lahan perkebunan mereka tidak melakukannya dengan cara membakar hutan.
Universitas Sumatera Utara
Tren global lainnya adalah di bidang pasar modal. Beberapa bursa sudah menerapkan indeks yang memasukkan kategori saham-saham
perusahaan yang telah mengimplementasikan CSR. New York Stock Exchanges Index DJSI bagi saham-saham perusahaan yang dikategorikan
memiliki nilai CSR yang baik. DJSI mulai dipraktikkan sejak tahun 1999. Begitu pula London Stock Exchange yang memiliki Sociallly Responsible
Investment SRI Index dan Financial Times Stock Exchange FTSE yang mempunyai FTSE4Good sejak 2001. Belakangan, inisiatif ini mulai diikuti
oleh otoritas bursa saham di Asia, seperti di Hangseng Stock Exchange dan Singapore Stock Exchange. Konsekuensi dari adanya indeks-indeks tersebut
memacu investor global untuk menanamkan investasinya di perusahaan- perusahaan yang sudah masuk dalam indeks tersebut.
107
Ketiga, bukan lagi sekedar compliance tetapi beyond compliance atau compliance plus. CSR diimplementasikan karena memang ada dorongan yang
tulus dari dalam internal driver. Perusahaan telah menyadari bahwa Selain market driven, driven lain yang sanggup memaksa perusahaan
untuk mempraktikkan CSR adalah adanya penghargaan-penghargaan reward yang diberikan oleh segenap institusi atau lembaga. Misalnya CSR Award
baik yang regional maupun global, Padma Pandu Daya Masyarakat Award yang digelar oleh Depsos, dan Proper Program Peringkat Kinerja Perusahaan
yang dihelat oleh Kementerian Lingkungan Hidup. Khusus untuk Proper, jangan harap perusahaan bisa meraih peringkat hijau, apalagi emas, bila
praktik CSR-nya payah.
107
Ibid, hal 80-81.
Universitas Sumatera Utara
tanggung jawabnya bukan lagi sekedar kegiatan ekonomi untuk menciptakan profit demi kelangsungan bisnisnya, melainkan juga tanggung jawab sosial
dan lingkungan. Dasar pemikirannya, menggantungkan semata-mata pada kesehatan finansial saja, tidak akan menjamin perusahaan dapat tumbuh secara
berkelanjutan. Perusahaan meyakini bahwa program CSR merupakan investasi demi
pertumbuhan dan keberlanjutan sustainability usaha. Artinya, CSR bukan lagi dilihat sebagai sentra biaya cost center melainkan sebagai sentra laba
profit center di masa mendatang. Dengan demikian, CSR bukan lagi sekedar aktivitas tempelan yang
kalau terpaksa bisa dikorbankan demi mencapai efisiensi, namun CSR merupakan nyawa perusahaan. CSR telah masuk ke dalam jantung strategi
perusahaan. CSR disikapi secara strategis dengan melakukan alignment antara inisiatif CSR dengan strategi perusahaan.
108
Ditinjau dari sudut keuangan, perusahaan memang terpaksa menyisihkan kasnya untuk mendanai kegiatan masyarakat. Hal ini berarti
Cara pandang tiap perusahaan terhadap pentingnya CSR tentu tidak sama. Beberapa merasa tidak perlu tahu dengan lingkungan sekitarnya,
beberapa bahkan bermusuhan dengan lingkungannya dan beberapa mulai menyadari tanggung jawab dan posisi perusahaan dalam masyarakat dan
bergerak aktif dalam kegiatan yang menyangkut lingkungannya. Tentu tidak ada sudut pandang yang salah dalam hal ini.
108
Ibid, hal 82.
Universitas Sumatera Utara
mereka kehilangan biaya kesempatan untuk melakukan hal-hal lain yang mungkin akan lebih berguna seperti buy back obligasi, membangun fasilitas
pabrik, berinvestasi pada pengembangan produk, menambah pekerja dan lain sebagainya.
Namun demikian, bila dilihat dari sudut lain, dari perspektif goodwill perusahaan, misalkan kegiatan berorientasi masyarakat yang didanai
perusahaan akan menumbuhkan simpati dari shareholders, investor, masyarakat luas, maupun masyarakat yang tertolong dengan kegiatan itu
sendiri. Hal-hal demikian tidak ternilai harganya dan sering kali menjadi support tambahan perusahaan saat perusahaan melakukan kegiatannya di
tengah-tengah masyarakat. Dalam ekonomi pembangunan, misalnya dikenal apa yang disebut
social cost dalam melakukan transaksi maupun operasi. Dalam masyarakat yang memiliki nilai trust rendah, transaksi yang dilakukan akan mengandung
biaya tinggi. Sebaliknya dalam masyarakat yang punya tingkat kepercayaan satu sama lain, biaya yang harus dikeluarkan untuk menjamin terlaksananya
transaksi relatif rendah.
Demikian halnya, bagi perusahaan yang memiliki goodwill akan lebih mudah mendapat izin membangun pabrik, maupun mengembangkan teknologi
baru dibandingkan perusahaan yang dicap buruk di depan mata masyarakat. Niat yang baik dan tulus tidak akan cukup berarti jika tidak diikuti perbuatan
nyata yang dapat mengundang simpati masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Jika diperhatikan, banyak kasus perusahaan yang hendak membangun instalasi yang modern dan ramah lingkungan jauh dari tempat tinggal
penduduk tetap ditentang dan digagalkan pembangunnya oleh masyarakat dan pemerintah setempat. Sebaliknya perusahaan yang memiliki reputasi baik,
meskipun terpaksa harus membangun sedikit lebih dekat dengan pemukiman namun keberadaannya tetap diakui dan diterima dengan baik oleh penduduk
sekitar.
Perbedaan di antara keduanya bukan masalah canggih atau ramah tidaknya instalasi perusahaan mereka, tetapi seberapa besar hubungan
emosional yang telah mereka bangun di masyarakat. Dalam jangka panjang, perusahaan yang dapat bertahan bukanlah semata-mata perusahaan yang
berhasil dalam kegiatan operasi ataupun penjualan melainkan perusahaan yang mampu membangun hubungan yang erat dengan komponen perusahaan yang
dimilikinya.
Di samping itu, budaya perusahaan merupakan suatu alat krusial untuk mewujudkan keharmonisan perusahaan dengan masyarakat. Budaya korporat
yang humanis akan mendorong setiap komponen perusahaan di dalamnya untuk bertindak dalam koridor kebijakan yang tidak bertentangan dengan
kepentingan masyarakat.
109
109
http:garisgaris.wordpress.com tentang Economist Answers About CSR tanggal 26 Januari 2008 diakses tanggal 28 Agustus 2009.
Universitas Sumatera Utara
B. Keuntungan Pelaksanaan CSR