i. Meningkatkan keberlanjutan usaha secara konsisten.
117
Manfaat-manfaat tersebut hendaknya dapat juga dirasakan oleh perusahaan lain yang telah melakukan program CSR. Melihat contoh di atas,
dapat memberikan gambaran bahwa implementasi program CSR bukan hanya untuk mengejar keuntungan ekonomi tapi juga dapat menghindari terjadinya
konflik dan menjaga keberlanjutan usaha secara konsisten. Apa yang telah dilakukan oleh PT Unilever dan Sinar Mas juga membuktikan bahwa sudah
saatnya bagi setiap perusahaan maupun instansi untuk memperhatikan CSR karena banyak manfaat positif yang dapat diperoleh dalam
pengaplikasiannya.
118
C. Konteks Pelaksanaan CSR di Indonesia
Perkembangan CSR untuk konteks Indonesia terutama yang berkaitan dengan pelaksanaan CSR untuk kategori discretionary responsibilities dapat
dilihat dari dua perspektif yang berbeda. Pertama, pelaksanaan CSR memang merupakan praktik bisnis secara sukarela discreationary businesss practice
artinya pelaksanaan CSR lebih banyak berasal dari inisiatif perusahaan dan bukan merupakan aktivitas yang dituntut untuk dilakukan perusahaan oleh
peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara Republik Indonesia. Kedua, pelaksanaan CSR bukan lagi merupakan discreationary
business practice, melainkan pelaksanaannya sudah diatur oleh undang- undang bersifat mandatory. Sebagai contoh, BUMN memiliki kewajiban
untuk menyisihkan sebagian laba yang diperoleh perusahaan untuk menunjang
117
Ibid.
118
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
kegiatan sosial seperti pemberian modal bergulir untuk Usaha Kecil dan Menengah UKM. Demikian halnya bagi perusahaan ynag menjalankan
kegiatan usaha di bidang sumber daya alam SDA atau berkaitan dengan SDA, diwajibkan untuk melaksanakan CSR sebagaimana diatur di dalam
UUPT Nomor 40 Tahun 2007 Pasal 74. Selain dilihat dari segi dasar hukum pelaksanaannya, CSR di Indonesia
secara konseptual masih harus dipilah antara pelaksanaan CSR yang dilakukan oleh perusahaan besar misalnya, perusahaan berbentuk korporasi dan
pelaksanaan CSR oleh perusahaan kecil dan menengah small-medium enterprise-SME. Selama ini, terdapat anggapan yang keliru bahwa
pelaksanaan CSR hanya diperuntukkan bagi perusahaan besar, padahal tidak hanya perusahaan besar yang dapat memberikan dampak negatif terhadap
masyarakat dan lingkungan melainkan perusahaan kecil dan menengah pun bisa memberikan damapak negatif terhadap masyarakat dan lingkungan
sekitar.
119
1. Terlibat langsung. Dalam melaksanakan program CSR, perusahaan
melakukannya sendiri tanpa melalui perantara atau pihak lain. Pada model ini perusahaan memiliki satu bagian tersediri atau bisa juga digabung
Model pelaksanaan CSR juga bemacam-macam. Setidaknya terdapat empat model pelaksanaan CSR yang umum digunakan di Indonesia. Keempat
model tersebut antara lain:
119
Ismail Solihin, Op.cit. Hal 161.
Universitas Sumatera Utara
dengan yang lain yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan kegiatan sosial perusahaan termasuk CSR.
2. Melalui Yayasan atau organisasi sosial perusahaan. Perusahaan
mendirikan yayasan sendiri di bawah perusahaan atau groupnya. Pada model ini biasanya perusahaan sudah menyediakan dana khusus untuk
digunakan secara teratur dalam kegiatan yayasan. Contoh yayasan yang didirikan oleh perusahaan sebagai perantara dalam melakukan CSR antara
lain seperti Danamon peduli, Sampoerna Foundation, kemudian PT. Astra International yang mendirikan Politeknik Manufaktur Astra dan Unilever
peduli Foundation UPF. 3.
Bermitra dengan pihak lain. Dalam menjalankan CSR perusahaan menjalin kerjasama dengan pihak lain seperti lembaga sosial non pemerintah,
lembaga pemerintah, media massa dan organisasi lainnya. Seperti misalnya Bank Rakyat Indonesia yang memiliki program CSR yang
terintegrasi dengan strategi perusahaan dan bekerjasama dengan pemerintah mengeluarkan produk pemberian kredit untuk rakyat atau yang
di kenal dengan Kredit Usaha Rakyat KUR. 4.
Mendukung atau bergabung dengan suatu konsorsium. Perusahaan turut mendirikan, menjadi anggota atau mendukung lembaga sosial yang
didirikan untuk tujuan sosial tertentu.
120
Gambar di bawah ini menggambarkan kategori pelaksanaan CSR oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia
120
www.google.co.id tentang Memahami CSR Sebagai Wujud Investasi Perusahaan diakses tanggal 28 Agustus 2009.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 6 : Kategori Pelaksanaan CSR di Indonesia
Sumber : Ismail Solihin, Corporate Social Responsibility from Charity to Sustainability, Jakarta : Salemba Empat, 2009, hal 163.
Perusahaan Multinasional
Perusahaan Domestik
Voluntary
BUMN
Perusahaan yang
mengolah atau terkait
dengan SDA Mandatory
Perusahaan Besar
Voluntary
Mandatory Perusahaan Kecil
dan Menengah Perusahaan
yang mengolah
atau terkait dengan SDA
Pelaksanaan CSR
Universitas Sumatera Utara
Pelaksanaan CSR Secara Sukarela Voluntary Oleh Perusahaan Besar Aktivitas CSR sebagai discreationary business practice di Indonesia
masih dapat dibagi ke dalam dua kategori. Pertama, pelaksanaan CSR sebagai discreationary business practice oleh perusahaan multinasional seperti Coca
Cola, Unilever, ataupun pemegang franchise dan lisensi internasional seperti Mc Donald dan Nike sangat dipengaruhi oleh perkembangan pelaksanaan
CSR di negara asal perusahaan mutinasional maupun pemberi franchise dan lisensi.
Kedua, pelaksanaan CSR oleh perusahaan-perusahaan domestik harus mengalami proses belajar lebih panjang dalam merancang dan melaksanakan
aktivitas CSR, karena perusahaan-perusahaan ini pada umumnya belum memiliki pengalaman yang banyak di dalam mengelola aktivitas CSR.
Pelaksanaan CSR oleh Perusahaan Multinasional di Indonesia Sebagai perusahaan yang menjalankan bisnis di berbagai negara,
perusahaan multinasional sangat membutuhkan legitimasi dari masyarakat warga negara di mana perusahaan multinasional berada. Hal ini sesuai dengan
dasar pemikiran corporate citizenship. Perusahaan multinasional yang berada di Indonesia seperti Coca Cola
dan Unilever pada umumnya memiliki kesiapan yang lebih baik untuk melaksanakan program CSR di banding perusahaan domestik.
121
121
Ismail Solihin, Op.cit. Hal 162.
Universitas Sumatera Utara
Pelaksanaan CSR oleh Perusahaan Domestik Kendati terdapat tenggang waktu yang cukup panjang dalam
mengadopsi CSR antara perusahaan multinasional dengan perusahaan domestik, tetapi saat ini tampaknya telah terjadi konvergensi program CSR di
antara kedua kategori korporasi tersebut. Hal ini disebabkan antara lain oleh mulai terbangunnya kesepahaman para manajer perusahaan, bahwa program
CSR yang mereka laksanakan harus terkait atau menunjang tujuan perusahaan dalam jangka panjang. Selain itu para manajer perusahaan memahami bahwa
pelaksanaan CSR yang selama ini hanya dianggap sebagai “cost center” tidak akan mengakibatkan perusahaan kehilangan daya saing mereka. Oleh
karenanya, program-program CSR yang memiliki muatan pengembangan masyarakat dan memiliki keterkaitan dengan core business perusahaan, telah
diadopsi baik oleh perusahaan multinasional maupun perusahaan domestik. Sebagai contoh, PT HM Sampoerna sebagai perusahaan domestik,
mengembangkan kemitraan dengan 2.035 petani temabakau dengan luas tanah mencapai 4.820 hektar yang dapat menghasilkan tembakau berkualitas
sebanyak 10.650 ton setiap tahun. Selain itu PT HM Sampoerna juga melaksanakan program kemitraan dengan 32 unit produksi rokok yang
tersebar di Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur.
Universitas Sumatera Utara
Pelaksanaan CSR secara Mandatory Diwajibkan Undang-undang oleh Perusahaan Besar
Indonesia mengambil inisiatif untuk melakukan regulasi penanaman CSR dengan mencantumkan kewajiban melaksanakan CSR yang tercantum di
dalam Pasal 74 UUPT Nomor 40 Tahun 2007 yaitu :
122
1 Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan atau
berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.
Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Pasal 74
2 Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud dalam
ayat 1 merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan
dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
3 Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud
pada ayat 1 dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
4 Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
123
Di dalam penjelasan pasal demi pasal, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang
sumber daya alam” sebagaimana dimaksud dalam pasal 74 ayat 1 adalah perseroan yang kegiatan usahanya mengelola dan memanfaatkan sumber daya
alam. Sedangkan yang dimaksud dengan “Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya yang berkaitan dengan sumber daya alam” adalah
perseroan yang tidak mengelola dan tidak memanfaatkan sumber daya alam, tetapi kegiatan usahanya berdampak pada fungsi kemampuan sumber daya
alam.
124
Kewajiban melaksanakan CSR juga diberlakukan bagi perusahaan yang melakukan penanaman modal di Indonesia sebagaimana diatur di dalam
122
Ibid, hal 164-165.
123
UUPT Nomor 40 Tahun 2007 Pasal 74.
124
Penjelasan UUPT Nomor 40 Tahun 2007 Pasal 47.
Universitas Sumatera Utara
UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang tertuang dalam Pasal 15, Pasal 17 dan Pasal 34, sebagai berikut :
125
a. Menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik
Pasal 15 Setiap penanam modal berkewajiban :
b. Melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan
c. Membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan
menyampaikannya kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal d.
Menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan penanaman modal
e. Mematuhi semua ketentuan perundang-undangan
126
Dalam penjelasan pasal demi pasal undang-undang ini, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan “tangung jawab sosial perusahaan” sebagaimana tercantum
pada Pasal 15 huruf b adalah tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan penanam modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi,
seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat.
127
Penanam modal yang mengusahakan sumber daya alam yang tidak terbarukan wajib mengalokasikan dana secara bertahap untuk pemulihan lokasi yang
memenuhi standar kelayakan lingkungan hidup, yang pelaksanaannya diatur sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Pasal 17
128
a peringatan tertulis
Pasal 34 Badan usaha atau usaha perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana ditentukan dalam Pasal 15 dapat dikenai sanksi administratif berupa :
b pembatasan kegiatan usaha
c pembekuan kegiatan usaha dan atau fasilitas penanaman modal
d pencabutan kegiatan usaha dan atau fasilitas penanaman modal
129
125
Ibid, hal 166.
126
UU Penanaman Modal Nomor 25 Tahun 2007 Pasal 15.
127
Penjelasan Pasal 15 UU Nomor 25 Tahun 2007.
128
UU Penanaman Modal Nomor 25 Tahun 2007 Pasal 17.
129
UU Penanaman Modal Nomor 25 Tahun 2007 Pasal 34.
Universitas Sumatera Utara
Pelaksanaan CSR oleh BUMN Pelaksanaan CSR lainnya yang bersifat mandatory adalah
pelaksanaan CR yang dilakukan oleh BUMN. BUMN berbentuk perseroan, memiliki karateristik berbeda dengan perusahaan korporasi
yang dimiliki sepenuhnya oleh swasta private company. Pada perusahaan BUMN berbentuk perseroan, selain melekat tujuan perusahaan untuk
memperoleh optimalisasi laba, perusahaan juga dituntut untuk memberi layanan kepada publik. Misalnya, melalui paket Januari 1990, Menteri
Keuangan membuat Surat Keputusan Menteri Keuangan yang diwajibkan BUMN menyisihkan 1-5 dari laba yang mereka peroleh untuk membina
Usaha Kecil dan Koperasi atau yang sangat ini diubah menjadi Program Kemitraan Bina Lingkungan PKBL. Peran BUMN dalam melakukan
PKBL memiliki arti tersendiri untuk kondisi Indonesia saat ini, karena negara Indonesia saat ini tengah mengalami ledakan pengangguran. Data
yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik baru-baru ini menyebutkan bahwa jumlah pengangguran pada bulan Agustus 2007 mencapai 10 juta
orang. PKBL yang dilaksanakan oleh BUMN akan turut menciptakan lapangan kerja sehingga dapat menyerap angkatan kerja yang selama ini
belum dapat diserpa oleh sektor formal.
130
Sebagai warga negara, para pelaku usaha yang tergolong pengusaha kecil dan menengah harus tunduk kepada peraturan perundang-
undangan yang diberlakukan di Indonesia. Bila diingat kembali kategori Pelaksanaan CSR secara Voluntary oleh Perusahaan Kecil dan Menengah
130
Ismail Solihin, Op.cit. Hal 168.
Universitas Sumatera Utara
CSR yang dikemukakan oleh Carroll, maka akan segera didapati masih banyaknya ketidaktaatan pengusaha terhadap hukum. Padahal ketaatan
terhadap hukum merupakan salah satu kategori kewajiban dalam CSR yakni legal responsibilities. Beberapa ilustrasi berikut memberikan
dampak negatif yang dapat ditimbulkan industri kecil bagi lingkungan sekitarnya akibat ketidakpatuhan pengusaha terhadap hukum.
1. Industri kecil yang bergerak di bidang pembuatan kaos atau sablon di
kota Bandung masih banyak yang membuang limbah sisa pewarna sablon mereka ke selokan atau sungai di sekitranya tanpa
memerhatikan dampaknya terhadap kualitas air sungai dan lingkungan hidup.
2. Industri kecil yang bergerak dalam bidang kerajinan emas masih
banyak yang membuang limbah logam berat air raksa ke sungai di mana limbah ini dapat menimbulkan pencemaran lingkungan yang
sangat besar. 3.
Industri fotokopi yang sebagian besar berbentuk industri kecil, masih melayani fotokopi buku textbook satu buku penuh tanpa mengindahkan
undang-undang hak cipta dan hak kekayaan intelektual. 4.
Para pedagang pasar tumpah berjualan di bahu-bahu jalan tanpa mengindahkan hak para pejalan kaki. Selain itu masih jamak
ditemukan para pedagang pasar tumpah yang sebagian di antaranya berjualan sayuran, ikan, dan buah-buahan membuang sampah ke
sungai.
Universitas Sumatera Utara
Beberapa ilustrasi di atas menunjukkan perlunya pelaksanaan CSR oleh perusahaan-perusahaan skala kecil dan menengah agar mereka pun
dapat meminimalisasi dampak negatif yang ditimbulkan dari kegiatan operasi perusahaannya.
131
Bila diamati secara sepintas, berbagai industri kecil dan menengah yang bergerak di bidang pengolahan sumber daya alam seperti industri
kecil dan menengah yang melakukan penambangan batu kapur di kawasan Padalarang Kabupaten Bandung atau di wilayah Pada Beunghar
Kabupaten Sukabumi, tampaknya industri tersebut telah memberikan dampak pemcemaran. Hal yang sama juga berlaku bagi para penambang
batu bintang, misalnya yang berada di Kabupaten Pariaman Sumatera Barat, di mana untuk meperoleh batu bintang tersebut perusahaan berskala
menengah pada umumnya melakukan pengerukan bukit secara besar- besaran. Hal ini mengakibatkan terjadinya erosi, pendangkalan sungai dan
tercampurnya air sungai dengan lumpur yang mengakibatkan kerusakan Pelaksanaan CSR secara Mandatory oleh Perusahaan Kecil dan Menengah
Perusahaan kecil dan menengah yang melakukan kegiatan usaha di bidang sumber daya alam dan atau berkaitan dengan sumber daya alam,
seperti perusahaan yang melakukan penggalian pasir atau penambangan batu kapur, batu bintang obsidian, dan berbagai bahan tambang lainnya,
berkewajiban untuk melaksanakan program CSR.
131
Ibid, hal 169-170.
Universitas Sumatera Utara
lahan-lahan pertanian seperti yang terjadi di Kecamatan Sungai Geringging.
Dengan memerhatikan beberapa fenomena di atas, sudah sepantasnya bila perusahaan-perusahaan tersebut menggambarkan biaya
CSR untuk mengatasi dampak negatif operasi perusahaan terhadap lingkungan di sekitarnya.
132
D. Risiko Hukum Dari Suatu Perusahaan Yang Tidak Melaksanakan CSR