2.3.2. Pengaruh Paparan Komunikasi di Situs Internet
Asupan seks dari media sebagai suatu kondisi dimana remaja mendapatkan sesuatu secara terus menerus berupa sajian seksual baik dalam bentuk tulisan ataupun
gambar, akan memberikan suatu tambahan pengetahuan bagi remaja, sehingga remaja akan bertambah wawasannya, dan hal ini kemungkinan akan merubah pola pikir dan
sikapnya atas objek seksual yang dilihat, didengar atau dibaca dari media televisi dan internet. Pada awalnya mungkin sajian seksual di media dianggap sebagai sesuatu hal
yang tabu, tetapi apabila media yang ada dengan mudah digunakan untuk menikmati sajian seksual tanpa sensor yang tegas, remaja yang melihat, mendengar akan
menganggap bahwa objek seksual yang ditampilkan adalah sesuatu hal yang wajar. Menurut Kunkel et al. 1999, bahwa muatan seks adalah semua
penggambaran tentang aktivitas seks, perilaku yang mengarah ke seksitas, atau obrolan tentang seksitas maupun aktivitas seks atau suatu dialog, situasi, tingkah
laku, yang melibatkan seks, bernada seks, dan aktivitas seks. Paparan berarti jumlah waktu per hari yang diisi oleh berbagai jenis media dan konteks sosial dari
penggunaan media. Dialog seks atau apa yang disebut sebagai obrolan tentang seks mencakup berbagai macam percakapan mulai dari diskusi tentang ketertarikan dan
topik seks. Perilaku seksual merupakan suatu tindakan yang memperlihatkan rasa
kedekatan secara seksual. Sebagai contoh, ciuman sambutan antara dua orang teman atau saudara tidak dikategorikan sebagai tingkah laku seks, sedangkan ciuman penuh
gairah antara dua orang dengan ketertarikan romantik dapat dikatagorikan kedalam
Universitas Sumatera Utara
tingkah laku seks Kunkel et al., 1999. Dialog seks atau yang disebut dengan obrolan seks mencakup berbagai macam percakapan mulai dari diskusi tentang ketertarikan
dan topik seks dengan pasangan, serta saling bertukar informasi tentang aktivitas seks seseorang. Dalam penilaian mengenai obrolan tentang seks, topik tentang kesehatan
reproduksi kontrasepsi atau aborsi serta penyakit menular seksual termasuk AIDS juga dimasukkan sebagai topik seks Kunkel et al., 1999.
Hubungan seks secara implisit, apabila ketika suatu tayangan menampilkan satu atau lebih adegan di mana tempat dan waktunya sangat mendekati hubungan
seks. Sebagai contoh, ada pasangan yang saling berciuman, meraba-raba dan melepaskan pakaian satu sama lain ketika mereka masuk ke sebuah ruangan dengan
adegan berangsur menghilang sebelum hubungan seks benar-benar terjadi, atau pasangan yang tampak bangun tidur dari ranjang sambil berbicara seputar peristiwa
seks semalam Kunkel et al., 1999. Beberapa faktor yang menyebabkan anak-anak mengakses pornografi, baik
melalui internet sekolah maupun di rumah sendiri, yaitu Haryadi, 2008. 1
Kurangnya pengawasan, pendidikan dan pembinaan dari guruorang tua kepada siswaanaknya tentang bagaimana penggunaan internet yang sehat, manfaat
internet dan dampak negatif serta cara menghindarinya; 2
Sikap ketertutupan dari guruorang tua kepada siswaanak-anak tentang sex education, akibatnya rasa penasaran yang begitu besar dicari jawabannya di luar
sekolahrumah, seperti di warnet;
Universitas Sumatera Utara
3 GuruOrang tua yang gagap teknologi gaptek, sehingga memenuhi kebutuhan
internet disekolah atau untuk anak di rumahdikamar, tetapi guruorang tua sendiri tidak menguasainya, bahkan tidak mengetahui dampak negatif internet;
4 Kurangnya upaya proteksi oleh guruorang tua yang memiliki internet di
sekolahdi rumah atau di kamar anak-anak, yaitu tidak melengkapinya dengan software untuk memblokir situs-situs porno;
5 Orientasi keuntungan finansial para pemilik warnet, sehingga siapa pun bisa
menyewa internet termasuk anak-anak atau remaja, bahkan pada jam-jam sekolah. Selain itu ruangan tertutup yang tersedia di warnet menjadikan anak-
anak merasa nyaman dan aman untuk membuka situs-situs porno; 6
Murahnya biaya untuk dapat mengkonsumsi bahkan memiliki foto-foto atau video porno dengan cara mendownloadnya dari sebuah situs porno dan
menyimpannya pada disket, CD atau flasdisk; 7
Sikap keterbukaan masyarakat, termasuk orang tua yang sedikit demi sedikit tidak menganggap tabu hal-hal yang bersifat pornografi. Akibatnya kontrol sosial
menjadi berkurang terhadap pornografi. Disamping itu, banyaknya jumlah situs porno yang setiap hari bertambah dan adanya situs mesin pencari di internet
seperti Google, semakin mempermudah untuk mengakses cyberporn. American Demographics Magazine dalam laporannya menyatakan bahwa
jumlah situs pornografi meningkat dari 22.100 pada tahun 1997 menjadi 280.300 pada tahun 2000 atau melonjak 10 kali lebih dalam kurun waktu tiga tahun. Apabila
dirata-rata, berarti setiap hari muncul 200-an lebih situs porno baru dan bisa
Universitas Sumatera Utara
dibayangkan berapa jumlahnya saat ini. Sementara Nathan Tabor, dalam artikelnya yang berjudul Adultary is killing the American Family mengatakan bahwa statistik
menunjukkan bahwa 25 dari semua internet, mesin pencarinya minta dihubungkan dengan pornografi.
Siswaanak yang semakin sering mengkonsumsi materi-materi pornografi, tentunya akan berdampak negatif bagi perkembangan mental dan keperibadiannya.
Menurut Ike R Sugianto, seorang psikolog, mengatakan bahwa efek psikologis pornografi dari internet bagi anak sangat memicu perkembangan kelainan seksual
mereka. Anak yang mengenal pornografi sejak dini akan cenderung menjadi antisosial, tidak setia, melakukan kekerasan dalam rumah tangga, tidak sensitif,
memicu kelainan seksual, dan menimbulkan kecanduan mengakses internet terutama pada situs game dan porno.
Menurut Strasburger dan Donnerstein 1999, bahwa setiap tahun, remaja menyaksikan sekitar 150.000 tayangan yang mengarah pada, menyindir, dan
bercanda yang berbau seksual. Jam tayang yang disebut sebagai waktu keluarga jam 8-9 malam ternyata mengandung lebih dari delapan adegan seksual perjam. Hampir
sepertiga jam tayangan keluarga mengandung tayangan yang mengarah pada seksualitas, dan tayangan dengan bahasa yang vulgar. Situs porno begitu
mengundang para pengguna internet untuk mengaksesnya karena adanya daya tarik seperti: tersedianya privacy, yakni kerahasiaan, keleluasaan pribadi tanpa harus
berjalan ke toko buku, bioskop atau tempat peminjaman film; efficiency dikarenakan meterimaterinya dapat diambil dari internet, dicetak atau ditampilkan pada komputer
Universitas Sumatera Utara
pribadi, yang jauh lebih efisien dari pada membeli utuh majalah atau video; serta bersifat harmless yakni kebebasan mengeksplorasi aspek-aspek seksualitas tanpa
harus membuka diri dengan adanya kemungkinan tertular penyakit karena tidak membutuhkan pasangan seks atau menjadi bahan tertawaan masyarakat umum
Elmer-Dewitt, 1995. Berdasarkan teori pembelajaran sosial Bandura dalam Strasburger
Donnerstein, 1999 remaja belajar melalui meniru, teori ini menduga bahwa tingkah laku dapat dipelajari dan dipengaruhi oleh konteks sosial. Escobar-Chaves et al.
2005, aktivitas seksual termotivasi tidak lama setelah remaja melihat media. Muatan seksual dalam media juga merupakan suatu motivasi bagi remaja untuk berperilaku
seksual. Ketika perilaku itu dirasa sebagai hal yang menarik, biasa dikerjakan tidak bermasalah maka perilaku itu dapat terjadi Brown et al., 2006.
Remaja mulai memahami hal-hal yang lebih menarik tentang seksual, muatan seksual yang ada di media LEngle etaal., 2006. Hasil dari penelitian Collin et al.
2003, bahwa remaja yang menonton tayangan TV dengan muatan seks yang tinggi lebih cenderung untuk melakukan hubungan seks dari pada mereka yang menonton
TV dengan muatan seks yang rendah dan remaja yang mempunyai pengalaman seks lebih cenderung mencari muatan seks di TV dari pada remaja yang tidak mempunyai
pengalaman seks.
Universitas Sumatera Utara
2.4. Landasan Teori