c. Kekuatan pendorong meningkat, kekuatan penahan menurun.
2.2.3. Perilaku Seksual Remaja
Menurut Sarwono 2006, perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama
jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini bisa bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu, dan bersenggama. Objek
seksualnya dapat berupa orang lain, orang dalam khayalan atau diri sendiri. Perilaku seks yang muncul tanpa melibatkan pasangan adalah masturbasi.
Menurut L’Engle, et al. 2006, perilaku seksual terbagi atas dua aktivitas yaitu aktivitas seksual ringan dan berat yang dimulai dari menaksir seseorang,
sesekali pergi berkencan, pergi ketempat yang bersifat pribadi, berciuman ringan, french kiss, sampai melakukan aktivitas seksual berat seperti, meraba payudara,
meraba vagina atau penis, oral seks, dan melakukan hubungan seksual. Cara-cara yang biasa dilakukan dalam mengatasi dorongan seksual: bergaul
dengan lawan jenis, berdandan untuk menarik perhatian terutama lawan jenis, menyalurkannya melalui mimpi basah, menahan diri dengan berbagai cara,
menyibukkan diri dengan berbagai aktivitas, menghabiskan tenaga dengan berolahraga, memperbanyak ibadah dan mendekatkan diri pada Tuhan, berkhayal
atau berfantasi tentang seksual, mengobrol tentang seks, menonton film pornografi, masturbasi dan onani, melakukan hubungan seksual non penetrasi berpegangan
tangan, berpelukan, cium pipi, cium bibir, cumbuan berat, petting, melakukan aktivitas penetrasi intercourse. Cara-cara ini ada yang sehat, ada juga yang dapat
Universitas Sumatera Utara
menimbulkan berbagai risiko secara fisik, psikologis, dan sosial. Makin ke bawah risikonya makin besar PKBI, 1999.
Menurut Koentjoro 2007, beberapa faktor penyebab perilaku seksual remaja yaitu faktor internal, eksternal dan campuran keduanya. Faktor internal atau yang
berasal dari dalam individu, adalah faktor asupan gizi yang makin membaik. Gizi yang semakin baik mempengaruhi tingkat pertumbuhan dan memacu percepatan
kemasakan hormon. Faktor eksternal yang diduga mempengaruhi perilaku seksual adalah dampak globalisasi dan budaya materialisme. Kemajuan telekomunikasi
dalam hal ini media akan berpengaruh pada pola hidup materialisme. Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa perilaku seksual
adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual baik dengan lawan jenis maupun sesama jenisnya dan aktivitas seksual yang dilakukan dapat terbagi dua yaitu
aktivitas seksual ringan dan berat. Aktivitas seksual ringan dimulai dari menaksir seseorang, sesekali pergi berkencan, pergi ketempat yang bersifat pribadi, berciuman
ringan, french kiss, dan aktivitas seksual berat seperti, meraba payudara, meraba vagina atau penis, oral seks, dan melakukan hubungan seksual.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fakultas Psikologi UI tahun 1987 pada siswa-siswi kelas II SLTA di Jakarta dan Banjarmasin terungkap bahwa
diantara remaja yang sudah berpacaran hampir semua di atas 93 pernah berpegangan tangan dengan pacarnya. Melakukan ciuman 61 untuk pria, 39,4
untuk wanita, yang meraba payudara 2,32 untuk pria dan 6,7 untuk wanita. Sementara itu yang memegang alat kelamin 7,1 untuk pria, 1,0 untuk wanita dan
Universitas Sumatera Utara
yang pernah berhubungan kelamin dengan pacarnya 2,0 semuanya pria Sarwono, 2006.
Menurut Hanifah 2001, bedasarkan dari beberapa laporan penelitian menunjukkan bahwa remaja laki-laki cenderung mempunyai perilaku seks yang
agresif, terbuka, gigih, terang-terangan, serta lebih sulit menahan diri dibandingkan remaja perempuan. Menurut Saifuddin Hidayana 1999 dalam Hanifah, 2001,
perilaku laki-laki tersebut mungkin sebagai perwujudan nilai jender yang dipercayainya sebagai lebih dominan, yaitu laki-laki harus aktif, berinisiatif, berani,
sedangkan perempuan harus pasif, penunggu, dan pemalu. Jika perempuan tidak menyesuaikan diri dengan nilai itu maka ia akan dianggap murahan. Begitu juga
sebaliknya, apabila laki-laki tidak menyesuaikan dengan nilai tersebut, maka ia akan di cap kurang jantan.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Goldman Goldman 1982 dalam Sarwono, 2006, bahwa perbedaan jenis kelamin berpengaruh pada
perilaku seksual remaja, dimana wanita-wanita di Inggris lebih berpengalaman dalam perilaku seks tertentu daripada rekanrekan prianya yang sebaya. Hal ini karena
memang sesuai dengan ketentuan peran mereka, wanita dianggap sudah lebih dewasa dalam usia daripada prianya. Akan tetapi, remaja prianya justru lebih banyak
pengalaman dalam hal berganti-ganti pasangan. Karena besar hal ini ada kaitannya dengan tersedianya sarana pelacuran.
Banyak remaja perempuan yang mendapatkan pengalaman pertama hubungan seksual pra nikah dari pacarnya. Alasan yang dikemukakan dalam berhubungan
Universitas Sumatera Utara
seksual sebagai bukti cinta, sayang, pengikat hubungan, serta berencana untuk menikah dalam waktu dekat, namun sering terjadi hubungan seksual pertama tidak
diawali dengan permintaan lisan tetapi dengan stimulasi atau rangsangan langsung terhadap pasangannya, sehingga informan perempuan yang awalnya menolak, pada
saat itu sudah terangsang sehingga tidak mampu menolak, dengan itu alasan menuruti keinginan pacar untuk berhubungan seksual cukup banyak.
Perilaku seksual yang sehat bertanggung jawab adalah menunjukkan adanya pengharagaan baik pada diri sendiri maupun orang lain, mampu mengindahkan diri
dan mengontrol diri, mempertahankan diri dari teman sebaya, pacar dan dari hal-hal negatif, memahami konsekuensi tingkah laku dan sikap menerima risiko tingkah
lakunya, bentuk perilaku seksual yang sehat dan bertanggungjawab akan berbeda untuk masing-masing individu tergantung pada pengalaman, kebudayaan, nilai-nilai
dan keyakinan yang dianut oleh masing-masing. Namun demikian idealnya perilaku seksual yang sehat dan bertanggungjawab hendaknya didasarkan pada pertimbangan
terhadap segala risiko yang mungkin dihadapi dan kesiapan berbagai risiko Imran, 1999.
Seks yang sehat secara fisik artinya tidak tertular penyakit, tidak menyebabkan kehamilan sebelum menikah, tidak menyakiti dan merusak kesehatan
orang lain. Sehat secara psikologis artinya mempunyai integritas yang kuat kesesuaian antara nilai, sikap, dan perilaku, mampu mengambil keputusan dan
mempertimbangkan segala risiko yang akan dihadapi dan siap atas segala risiko dari keputusan PKBI, 1999.
Universitas Sumatera Utara
Sehat secara sosial artinya mampu mempertimbangkan nilai-nilai sosial yang ada disekitarnya dalam menampilkan perilaku tertentu agama, budaya dan sosial,
mampu menyesuaikan diri atau beradaptasi dengan nilai norma yang diyakini. Jadi perilaku seks yang sehat dan bertanggung jawab adalah perilaku yang dipilih
berdasarkan pertimbangan secara fisik, sosial, agama serta psikologis yang dilandasi kesiapan untuk meminimalkan risiko perilaku yang diiringi dengan upaya
bertanggung jawab terhadap diri, orang lain, keluarga, lingkungan dan Tuhan PKBI, 1999.
Hubungan komunikasi yang baik antara orangtua dan anak remaja akan memiliki kemampuan yang efektif di dalam memecahkan masalah baik dalam
keluarga dan perilaku remaja itu sendiri. Perilaku positif orang tua mempunyai hubungan yang bermakna terhadap perilaku positif remaja, dengan kata lain orang tua
yang memiliki perilaku yang positif maka anak remaja mereka akan lebih berpeluang berperilaku positif Lerner, et al., 1998.
2.3. Media Massa