commit to user
15
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan investasi yang paling utama bagi setiap bangsa, terutama bagi bangsa yang sedang berkembang. Dalam arti kata pembangunan
hanya dapat dilakukan oleh bangsa yang telah dipersiapkan untuk membangun negaranya melalui pendidikan, karena pada hakekatnya pendidikan merupakan
cermin peradaban suatu bangsa. Bangsa yang peradabannya tinggi ditandai dengan tingkat pendidikan yang relatif tinggi bagi warga negaranya.
Tingkat pendidikan yang tinggi bergantung pada mutu pendidikan yang mana berkaitan erat dengan proses belajar mengajar. Perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi harus segera direspon secara positif oleh dunia pendidikan. Salah satu bentuk respon positif dunia pendidikan adalah dengan
mengadakan perubahan kurikulum. Sikap tersebut diwujudkan dalam bentuk usaha sekolah dengan memberikan layanan terbaik bagi semua anak didiknya.
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 5 ayat 4 menyebutkan bahwa warga negara yang memiliki kecerdasan dan bakat istimewa
berhak memperoleh pendidikan khusus. Penyelenggaraan kelas akselerasi percepatan belajar dianggap salah satu
alternatif bagi siswa yang memiliki kemampuan dan kecerdasan di atas rata-rata. Ini dilakukan untuk mengimbangi kekurangan yang terdapat pada kelas
klasikal yang bersifat massal. Melalui program ini memungkinkan siswa dapat menyelesaikan waktu belajar lebih cepat dari yang ditetapkan.
Herry Widyastono mengelompokkan kecerdasan dan kemampuan siswa dalam tiga strata: anak yang memiliki kemampuan dan kecerdasan di atas rata-
rata, rata-rata, dan di bawah rata-rata. Siswa di bawah rata-rata memiliki kecepatan belajar di bawah kecepatan belajar siswa umumnya. Sebaliknya, siswa
yang memiliki kemampuan dan kecerdasan di atas rata-rata memiliki kecepatan belajar di atas kecepatan belajar siswa-siswa lainnya. Siswa yang memiliki
kemampuan dan kecerdasan rata-rata, menurut dia, selama ini diberikan layanan
commit to user 16
pendidikan dengan mengacu pada kurikulum yang berlaku secara nasional. Itu karena kurikulum tersebut disusun terutama diperuntukkan bagi anak-anak yang
memiliki kemampuan
dan kecerdasan
rata-rata. http:www.golkar.or.idcontentsisu , diakses 20 Juli 2009
Siswa dengan kemampuan di bawah rata-rata, diberikan layanan pengajaran remidi
remedial teaching
. Herry yang berbicara dalam seminar Program Percepatan Belajar bagi Pengawas dan Kepala SMP Negeri dan swasta di
Jakarta mengatakan siswa yang mempunyai kecerdasan di atas rata-rata belum mendapat layanan pendidikan sebagaimana mestinya, bahkan, kebanyakan
sekolah memberikan perlakuan yang standar rata-rata, bersifat klasikal dan massal, terhadap semua siswa, baik siswa di bawah rata-rata, rata-rata, dan di atas
rata-rata, yang sebenarnya memiliki kebutuhan berbeda. Akibatnya, siswa di bawah rata-rata yang memiliki kecepatan belajar di bawah rata-rata akan selalu
tertinggal dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar. Siswa di atas rata-rata akan jenuh karena harus menyesuaikan diri dengan kecepatan belajar siswa-siswa
lainnya. Mengutip Yaumil 1991, bahwa sekitar 30 persen siswa SMA di Jakarta yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa berprestasi di bawah
potensinya. Herry juga menemukan ada 20 persen siswa SLTP dan SD di Jawa Barat, Jawa Timur, Lampung, dan Kalimantan Barat yang memiliki kemampuan
dan kecerdasan luar biasa, berisiko tinggal kelas karena nilai rata-rata rapornya untuk semua mata pelajaran catur wulan 1 dan 2, kurang dari enam.
Bagi siswa dalam kategori ini, perlu ada pelayanan pendidikan khusus. Salah satu alternatif yang bisa dilakukan, dengan menyelenggarakan akselerasi,
program percepatan belajar. Akselerasi pendidikan baik di tingkat pendidikan dasar maupun
menengah merupakan suatu kebijakan yang dikeluarkan Depdiknas, yang tertuang dalam Undang-undang nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Esensi dari program akselerasi pendidikan adalah memberikan pelayanan kepada siswa yang mempunyai bakat istimewa dan kecerdasan luar biasa untuk mengikuti
percepatan dalam menempuh pendidikannya. Untuk tingkat pendidikan dasar, siswa yang mempunyai bakat istimewa dan kecerdasan luar biasa dapat
commit to user 17
menempuh pendidikannya selama 5 tahun, sedangkan untuk tingkat menengah SMP dan SMU siswa dapat menempuh pendidikannya selama 2 tahun. Melalui
program akselerasi, anak akan mendapat keuntungan, karena memperoleh bantuan pengajaran seusai dengan bakat dan intelektualnya. Dengan program percepatan
diharapkan siswa berbakat tidak bosan di kelas, sehingga tidak menganggu, mengacau kelas, dan anak dapat maju terus dengan cepat. Secara konseptual,
program akselerasi ini cukup bagus relevansinya dalam pengembangan bakat dan kecerdasan anak, yaitu memberikan perhatian yang lebih kepada anak didik
yang memiliki bakat istimewa dan kecerdasan yang luar biasa, sehingga mereka bisa mengembangkan ilmu pengetahuannya secara luas. Tetapi secara praksis,
program akselerasi memiliki kelemahan yang sangat signifikan, yaitu cenderung berorientasi pada tingkatan kognisi saja.
Bloom mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah mengembangkan tiga kemampuan dasar, yaitu aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ketiga
aspek tersebut merupakan sebuah entitas integral yang tidak dapat dipisah- pisahkan dan berdiri sendiri. Antara aspek yang satu dengan aspek lainnya saling
berkaitan. Dengan demikian, keberhasilan pendidikan hanya akan dapat tercapai manakala ketiga aspek tersebut dapat diaplikasikan oleh guru secara seimbang
dalam proses belajar mengajar. Menurut Herry, berkaitan dengan program akselerasi, mau tidak mau
anak didik kita dipacu untuk terus mengejar nilai. Agar anak didik dapat mendapatkan nilai yang baik, guru dituntut untuk dapat menyampaikan
materinya pada anak didik dengan metode yang tepat dan singkat. Itupun ditambah dengan adanya pelajaran tambahan yang diharapkan dapat membantu
anak didik agar nilainya tetap stabil di samping dapat mengejar materi pelajaran agar tidak tertinggal. Realitas ini mengindikasikan bahwa akselerasi hanya
berkutat pada tataran kognisi. Sehingga dalam konteks ini, anak didik yang tingkat kognisinya lemah akan tertinggal, sebaliknya anak didik yang tingkat
kognisinya kuat akan melaju terus. Akselerasi tidak bisa melihat prestasi anak didik yang sebenarnya, karena prestasi yang sudah ada didapat melalui suatu
perampasan terhadap hak-hak anak didik. Fenomena sosial yang muncul di
commit to user 18
dalam sekolah penyelenggara program akselerasi adalah padatnya jam belajar anak didik dan banyaknya muatan pelajaran yang harus dipelajari. Semua itu
bermuara pada perampasan hak-hak anak didik dalam kehidupannya. Anak didik kehilangan waktu untuk bermain maupun berinteraksi dengan
lingkungannya. Hal ini pada akhirnya berakibat pada teralienasinya dan termarjinalkannya anak didik dari lingkungannya. Anak didik tidak memiliki
kesempatan untuk belajar dengan dunianya atau dengan lingkungannya tentang, bagaimana menghargai orang lain, berempati terhadap orang lain, mengendalikan
nafsu dan lain sebagainya, yang semuanya berkaitan dengan masalah emosionalnya. Padahal semua yang berkaitan dengan masalah emosional sangat
penting sekali bagi seseorang apabila ia ingin berhasil. Aspek kemampuan kognisi saja tidak cukup bagi seseorang untuk dapat berhasil dalam kehidupannya. Daniel
Goleman berpendapat bahwa keberhasilan seseorang tidak hanya ditentukan oleh aspek kecerdasan kognisi saja, tetapi aspek kecerdasan emosional memegang
peranan yang sangat penting. Intelektualitas tidak dapat bekerja dengan sebaik- baiknya tanpa disertai dengan kecerdasan emosional. Antara kecerdasan kognisi
dan kecerdasan emosional merupakan satu kesatuan yang saling mengisi dalam membentuk keberhasilan seseorang Goleman, 1999. Akan tetapi, ketika aspek
kognisi lebih dominan dalam praksisnya, maka pertanyaan yang muncul dalam pikiran kita relevansinya dengan program akselerasi adalah mau dibawa kemana
anak-anak kita yang mengikuti program kelas akselerasi. Edy Junaedi, Sastradiharja, dari sekolah AlAzhar Syifa Budi Jakarta
dalam seminar menyebut beberapa cara: sekolah khusus, kelas khusus, dan program khusus. Untuk mengantisipasi timbulnya sikap ekslusifisme dan
mendorong tumbuhnya keterampilan sosial
social skill
, dapat dilakukan manajemen kelas dengan beberapa pola sistem pelayanan belajar. Antara lain,
pengelompokan siswa dalam kelas khusus. Siswa yang memenuhi persyaratan masuk kelas percepatan belajar di kelas tersendiri walaupun jumlahnya sedikit;
tidak seperti kelas lainnya, Bahkan apabila jumlah siswa yang terjaring cukup banyak, misalnya melebihi 22 siswa, akan lebih baik dibuat dua kelas yang lebih
kecil sehingga setiap siswa akan mendapat kesempatan belajar lebih banyak.
commit to user 19
Selain itu, dapat pula dilakukan pengelompokan siswa dalam kelas khusus dengan semi inklusi. Yaitu, pada sebagian mata pelajaran siswa belajar bersama sama
dengan kelas reguler. Misalnya, pada mata pelajaran yang bersifat vokasional seperti olahraga, kesenian, komputer, muatan lokal Alquran dan mata pelajaran
lain yang lebih banyak menekankan kepada kompetensi dasar keterampilan psikomotorik maupun afektif. Menurut dia, pengembangan strategi pembelajaran
perlu diarahkan pada terwujudnya proses belajar tuntas melalui pendekatan siswa belajar aktif dan kreatif dengan penekanan pada pemilihan materi esensial sesuai
indikator indikator hasil belajar pada setiap kompetensi dasar dalam kurikulum yang berlaku http:www.golkar.or.idcontentsisu , diakses 20 Juli 2009
Perbedaan kualitas penyelenggara layanan pembelajaran cerdas istimewa dan perbedaan penafsiran terhadap pedoman ditambah lagi munculnya
tujuan-tujuan lain dari penyelenggaraan sekolah cerdas istimewa menyebabkan pelaksanaan di sekolah mengalami distorsi. Akibat adanya distorsi tersebut di
tanah air terdapat berbagai macam layanan pembelajaran cerdas istimewa dengan bobot kualitas berbeda. Dikuatirkan keragaman layanan pembelajaran cerdas
istimewa menyimpang dari pedoman bahkan bertolak belakang dengan maksud penyelenggaraan layanan pembelajaran tersebut. Kehadiran kelas akselerasi di
sekolah banyak dipersepsikan sebagai kelas khusus atau kelas unggulan sehingga sekolah difungsikan sebagai bagian dari nilai jual sekolah bersangkutan.
Demikian halnya mengenai tenaga pengajar, banyak guru kelas akselerasi beranggapan kelas akselerasi adalah kelompok homogen atau sama dengan kelas
lainnya. Anggapan seperti itu tentu menghasilkan salah identifikasirekruitmen. Padahal siswa cerdas istimewa harus ditanggapi dengan penyediaan layanan
pendidikan yang berbeda sesuai dengan tingkat kecerdasannya, minat dan kebutuhannya.
SMP Negeri 1 Sragen adalah sekolah yang telah diakui keberadaannya oleh masyarakat di kabupaten Sragen dan memiliki bermacam macam prestasi
yang dimiliki oleh para siswanya. Berdasarkan perintah lisan dari Direktur Jendral
Pembinaan Sekolah Luar Biasa pada tanggal 17 Desember 2007, bahwa SMP Negeri 1 Sragen ditunjuk untuk menyelenggarakan Sekolah Program Percepatan
commit to user 20
Belajar Akselerasi maka mulai Tahun Pelajaran 20082009 SMP Negeri 1 Sragen menerima peserta didik baru kelas VII tujuh untuk Program Akselerasi.
Dengan latar belakang tersebut di atas maka peneliti membuat judul tesis Pelaksanaan Program Kelas Akselerasi di SMP Negeri 1 Sragen tahun 2009-
2010.
B. Fokus Masalah