Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

commit to user 15

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan investasi yang paling utama bagi setiap bangsa, terutama bagi bangsa yang sedang berkembang. Dalam arti kata pembangunan hanya dapat dilakukan oleh bangsa yang telah dipersiapkan untuk membangun negaranya melalui pendidikan, karena pada hakekatnya pendidikan merupakan cermin peradaban suatu bangsa. Bangsa yang peradabannya tinggi ditandai dengan tingkat pendidikan yang relatif tinggi bagi warga negaranya. Tingkat pendidikan yang tinggi bergantung pada mutu pendidikan yang mana berkaitan erat dengan proses belajar mengajar. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi harus segera direspon secara positif oleh dunia pendidikan. Salah satu bentuk respon positif dunia pendidikan adalah dengan mengadakan perubahan kurikulum. Sikap tersebut diwujudkan dalam bentuk usaha sekolah dengan memberikan layanan terbaik bagi semua anak didiknya. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 5 ayat 4 menyebutkan bahwa warga negara yang memiliki kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus. Penyelenggaraan kelas akselerasi percepatan belajar dianggap salah satu alternatif bagi siswa yang memiliki kemampuan dan kecerdasan di atas rata-rata. Ini dilakukan untuk mengimbangi kekurangan yang terdapat pada kelas klasikal yang bersifat massal. Melalui program ini memungkinkan siswa dapat menyelesaikan waktu belajar lebih cepat dari yang ditetapkan. Herry Widyastono mengelompokkan kecerdasan dan kemampuan siswa dalam tiga strata: anak yang memiliki kemampuan dan kecerdasan di atas rata- rata, rata-rata, dan di bawah rata-rata. Siswa di bawah rata-rata memiliki kecepatan belajar di bawah kecepatan belajar siswa umumnya. Sebaliknya, siswa yang memiliki kemampuan dan kecerdasan di atas rata-rata memiliki kecepatan belajar di atas kecepatan belajar siswa-siswa lainnya. Siswa yang memiliki kemampuan dan kecerdasan rata-rata, menurut dia, selama ini diberikan layanan commit to user 16 pendidikan dengan mengacu pada kurikulum yang berlaku secara nasional. Itu karena kurikulum tersebut disusun terutama diperuntukkan bagi anak-anak yang memiliki kemampuan dan kecerdasan rata-rata. http:www.golkar.or.idcontentsisu , diakses 20 Juli 2009 Siswa dengan kemampuan di bawah rata-rata, diberikan layanan pengajaran remidi remedial teaching . Herry yang berbicara dalam seminar Program Percepatan Belajar bagi Pengawas dan Kepala SMP Negeri dan swasta di Jakarta mengatakan siswa yang mempunyai kecerdasan di atas rata-rata belum mendapat layanan pendidikan sebagaimana mestinya, bahkan, kebanyakan sekolah memberikan perlakuan yang standar rata-rata, bersifat klasikal dan massal, terhadap semua siswa, baik siswa di bawah rata-rata, rata-rata, dan di atas rata-rata, yang sebenarnya memiliki kebutuhan berbeda. Akibatnya, siswa di bawah rata-rata yang memiliki kecepatan belajar di bawah rata-rata akan selalu tertinggal dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar. Siswa di atas rata-rata akan jenuh karena harus menyesuaikan diri dengan kecepatan belajar siswa-siswa lainnya. Mengutip Yaumil 1991, bahwa sekitar 30 persen siswa SMA di Jakarta yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa berprestasi di bawah potensinya. Herry juga menemukan ada 20 persen siswa SLTP dan SD di Jawa Barat, Jawa Timur, Lampung, dan Kalimantan Barat yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa, berisiko tinggal kelas karena nilai rata-rata rapornya untuk semua mata pelajaran catur wulan 1 dan 2, kurang dari enam. Bagi siswa dalam kategori ini, perlu ada pelayanan pendidikan khusus. Salah satu alternatif yang bisa dilakukan, dengan menyelenggarakan akselerasi, program percepatan belajar. Akselerasi pendidikan baik di tingkat pendidikan dasar maupun menengah merupakan suatu kebijakan yang dikeluarkan Depdiknas, yang tertuang dalam Undang-undang nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Esensi dari program akselerasi pendidikan adalah memberikan pelayanan kepada siswa yang mempunyai bakat istimewa dan kecerdasan luar biasa untuk mengikuti percepatan dalam menempuh pendidikannya. Untuk tingkat pendidikan dasar, siswa yang mempunyai bakat istimewa dan kecerdasan luar biasa dapat commit to user 17 menempuh pendidikannya selama 5 tahun, sedangkan untuk tingkat menengah SMP dan SMU siswa dapat menempuh pendidikannya selama 2 tahun. Melalui program akselerasi, anak akan mendapat keuntungan, karena memperoleh bantuan pengajaran seusai dengan bakat dan intelektualnya. Dengan program percepatan diharapkan siswa berbakat tidak bosan di kelas, sehingga tidak menganggu, mengacau kelas, dan anak dapat maju terus dengan cepat. Secara konseptual, program akselerasi ini cukup bagus relevansinya dalam pengembangan bakat dan kecerdasan anak, yaitu memberikan perhatian yang lebih kepada anak didik yang memiliki bakat istimewa dan kecerdasan yang luar biasa, sehingga mereka bisa mengembangkan ilmu pengetahuannya secara luas. Tetapi secara praksis, program akselerasi memiliki kelemahan yang sangat signifikan, yaitu cenderung berorientasi pada tingkatan kognisi saja. Bloom mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah mengembangkan tiga kemampuan dasar, yaitu aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ketiga aspek tersebut merupakan sebuah entitas integral yang tidak dapat dipisah- pisahkan dan berdiri sendiri. Antara aspek yang satu dengan aspek lainnya saling berkaitan. Dengan demikian, keberhasilan pendidikan hanya akan dapat tercapai manakala ketiga aspek tersebut dapat diaplikasikan oleh guru secara seimbang dalam proses belajar mengajar. Menurut Herry, berkaitan dengan program akselerasi, mau tidak mau anak didik kita dipacu untuk terus mengejar nilai. Agar anak didik dapat mendapatkan nilai yang baik, guru dituntut untuk dapat menyampaikan materinya pada anak didik dengan metode yang tepat dan singkat. Itupun ditambah dengan adanya pelajaran tambahan yang diharapkan dapat membantu anak didik agar nilainya tetap stabil di samping dapat mengejar materi pelajaran agar tidak tertinggal. Realitas ini mengindikasikan bahwa akselerasi hanya berkutat pada tataran kognisi. Sehingga dalam konteks ini, anak didik yang tingkat kognisinya lemah akan tertinggal, sebaliknya anak didik yang tingkat kognisinya kuat akan melaju terus. Akselerasi tidak bisa melihat prestasi anak didik yang sebenarnya, karena prestasi yang sudah ada didapat melalui suatu perampasan terhadap hak-hak anak didik. Fenomena sosial yang muncul di commit to user 18 dalam sekolah penyelenggara program akselerasi adalah padatnya jam belajar anak didik dan banyaknya muatan pelajaran yang harus dipelajari. Semua itu bermuara pada perampasan hak-hak anak didik dalam kehidupannya. Anak didik kehilangan waktu untuk bermain maupun berinteraksi dengan lingkungannya. Hal ini pada akhirnya berakibat pada teralienasinya dan termarjinalkannya anak didik dari lingkungannya. Anak didik tidak memiliki kesempatan untuk belajar dengan dunianya atau dengan lingkungannya tentang, bagaimana menghargai orang lain, berempati terhadap orang lain, mengendalikan nafsu dan lain sebagainya, yang semuanya berkaitan dengan masalah emosionalnya. Padahal semua yang berkaitan dengan masalah emosional sangat penting sekali bagi seseorang apabila ia ingin berhasil. Aspek kemampuan kognisi saja tidak cukup bagi seseorang untuk dapat berhasil dalam kehidupannya. Daniel Goleman berpendapat bahwa keberhasilan seseorang tidak hanya ditentukan oleh aspek kecerdasan kognisi saja, tetapi aspek kecerdasan emosional memegang peranan yang sangat penting. Intelektualitas tidak dapat bekerja dengan sebaik- baiknya tanpa disertai dengan kecerdasan emosional. Antara kecerdasan kognisi dan kecerdasan emosional merupakan satu kesatuan yang saling mengisi dalam membentuk keberhasilan seseorang Goleman, 1999. Akan tetapi, ketika aspek kognisi lebih dominan dalam praksisnya, maka pertanyaan yang muncul dalam pikiran kita relevansinya dengan program akselerasi adalah mau dibawa kemana anak-anak kita yang mengikuti program kelas akselerasi. Edy Junaedi, Sastradiharja, dari sekolah AlAzhar Syifa Budi Jakarta dalam seminar menyebut beberapa cara: sekolah khusus, kelas khusus, dan program khusus. Untuk mengantisipasi timbulnya sikap ekslusifisme dan mendorong tumbuhnya keterampilan sosial social skill , dapat dilakukan manajemen kelas dengan beberapa pola sistem pelayanan belajar. Antara lain, pengelompokan siswa dalam kelas khusus. Siswa yang memenuhi persyaratan masuk kelas percepatan belajar di kelas tersendiri walaupun jumlahnya sedikit; tidak seperti kelas lainnya, Bahkan apabila jumlah siswa yang terjaring cukup banyak, misalnya melebihi 22 siswa, akan lebih baik dibuat dua kelas yang lebih kecil sehingga setiap siswa akan mendapat kesempatan belajar lebih banyak. commit to user 19 Selain itu, dapat pula dilakukan pengelompokan siswa dalam kelas khusus dengan semi inklusi. Yaitu, pada sebagian mata pelajaran siswa belajar bersama sama dengan kelas reguler. Misalnya, pada mata pelajaran yang bersifat vokasional seperti olahraga, kesenian, komputer, muatan lokal Alquran dan mata pelajaran lain yang lebih banyak menekankan kepada kompetensi dasar keterampilan psikomotorik maupun afektif. Menurut dia, pengembangan strategi pembelajaran perlu diarahkan pada terwujudnya proses belajar tuntas melalui pendekatan siswa belajar aktif dan kreatif dengan penekanan pada pemilihan materi esensial sesuai indikator indikator hasil belajar pada setiap kompetensi dasar dalam kurikulum yang berlaku http:www.golkar.or.idcontentsisu , diakses 20 Juli 2009 Perbedaan kualitas penyelenggara layanan pembelajaran cerdas istimewa dan perbedaan penafsiran terhadap pedoman ditambah lagi munculnya tujuan-tujuan lain dari penyelenggaraan sekolah cerdas istimewa menyebabkan pelaksanaan di sekolah mengalami distorsi. Akibat adanya distorsi tersebut di tanah air terdapat berbagai macam layanan pembelajaran cerdas istimewa dengan bobot kualitas berbeda. Dikuatirkan keragaman layanan pembelajaran cerdas istimewa menyimpang dari pedoman bahkan bertolak belakang dengan maksud penyelenggaraan layanan pembelajaran tersebut. Kehadiran kelas akselerasi di sekolah banyak dipersepsikan sebagai kelas khusus atau kelas unggulan sehingga sekolah difungsikan sebagai bagian dari nilai jual sekolah bersangkutan. Demikian halnya mengenai tenaga pengajar, banyak guru kelas akselerasi beranggapan kelas akselerasi adalah kelompok homogen atau sama dengan kelas lainnya. Anggapan seperti itu tentu menghasilkan salah identifikasirekruitmen. Padahal siswa cerdas istimewa harus ditanggapi dengan penyediaan layanan pendidikan yang berbeda sesuai dengan tingkat kecerdasannya, minat dan kebutuhannya. SMP Negeri 1 Sragen adalah sekolah yang telah diakui keberadaannya oleh masyarakat di kabupaten Sragen dan memiliki bermacam macam prestasi yang dimiliki oleh para siswanya. Berdasarkan perintah lisan dari Direktur Jendral Pembinaan Sekolah Luar Biasa pada tanggal 17 Desember 2007, bahwa SMP Negeri 1 Sragen ditunjuk untuk menyelenggarakan Sekolah Program Percepatan commit to user 20 Belajar Akselerasi maka mulai Tahun Pelajaran 20082009 SMP Negeri 1 Sragen menerima peserta didik baru kelas VII tujuh untuk Program Akselerasi. Dengan latar belakang tersebut di atas maka peneliti membuat judul tesis Pelaksanaan Program Kelas Akselerasi di SMP Negeri 1 Sragen tahun 2009- 2010.

B. Fokus Masalah