Biaya Hidup Persepsi Masyarakat Desa Parbutaran Terhadap Pendidikan Formal (Studi Etnografi Mengenai Persepsi Masyarakat Terhadap Pendidikan Formal di Desa Parbutaran Kec. Bosar Maligas Kab. Simalungun)

mereka mulai mengumpulkan uang dari penghasilan itu sehingga ketika uangnya sudah terkumpul maka akan membeli lahan kelapa sawit atau karet.

3.5 Biaya Hidup

Seperti yang diketahui bersama bahwa untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari diperlukan uang . Besarnya pengeluaran biaya hidup seseorang tidaklah sama, hal ini disebabkan karena penghasilan seseorang tidaklah sama. Kebutuhan pangan merupakan kebutuhan yang paling penting di antara kebutuhan pokok lainnya. Di Desa Parbutaran ini makanan pokok mereka adalah nasi. Frekuensi makan mereka pada umumnya adalah 3 kali sehari. Meskipun demikian ada juga yang makan hanya 2 kali sehari karena alasan tidak nafsu makan atau malas. Keadaan ini biasanya terjadi pada anak-anak sehingga tidak jarang para orang tua memarahi anaknya yang susah makan. Seperti penuturan salah seorang informan yaitu sebagai berikut: “…….Disuruh makan aja susah, long tinggal masukkan nasi ke mulut a ja susah…gak disuruh nyarinya cuman suruh makan aja payah kali…belum ngrasakan kau nanti ya kayak mana susahnya cari uang baru tau rasa kau .” Kamini, 51 tahun Setiap hari Minggu ada pekan 38 di desa ini yaitu mulai pukul 06.20 WIB-12.30 WIB karena cukup besar, biasanya bukan hanya orang Parbutaran saja yang belanja disni melainkan dari desa tetangga juga. Di pekan inilah biasanya para ibu membeli sayur-mayur, lauk pauk, perlengkapan dapur, dan untuk kebutuhan 1 minggu. Sekitar kurang lebih 38 pasar yang di adakan di akhir pekan. Pasar ini biasanya berlangsung setiap hari minggu Universitas Sumatera Utara 10 tahun yang lalu masih banyak penduduk yang menanam sayuran seperti daun singkong, pepaya, bayam, gori, kangkung, dan genjer untuk di makan sendiri dan saling bertukar dengan tetangga lain. Namun sekarang, kebiasaan tersebut sudah jarang ditemui karena sudah jarang sekali penduduk yang mau menanam sayuran karena malas. Bagi yang pendapatannya tinggi tentu saja mereka bebas memilih membeli ikan, sayur dan bahkan buah-buahan, sedangkan bagi yang pendapatannya tidak tinggi untuk bisa makan saja sudah syukur. Seperti penuturan salah seorang informan sebagai berikut: “…..hala gak pake ikan-ikan segala kalau ada nasi dan sayur kan udah yang pentingkan perutnya kenyang….boro- boro beli buah- buah, bisa makan aja udah syukur.” Ngaisem, 53 tahun. Berbanding terbalik dengan penuturan salah seorang informan yang pendapatannya tinggi seperti berikut: “…….ya kalo kami misalnya ke pekan wajib beli ikan dan buah-buahan yang kami simpen di kulkas. Anak ku kalo makan gak pake ikan kurang enak katanya jadi ya hampir tiap hari selain sayur harus ada ikan juga. Kamini, 51 tahun. Terkadang ada pula salah seorang warga yang demi memenuhi kebutuhan pangannya harus berhutang dulu kepada tetangga lainnya yang dirasa ekonominya lebih mampu. Akan tetapi tidak jarang ketika seseorang hendak berhutang akan mengalami penolakan sehingga harus dengan orang yang tepat untuk mendapatkan hutangan. Walaupun kebutuhan pangan penting akan tetapi kebutuhan akan perlengkapan rumah tangga juga tidak kalah penting. Perlengkapan rumah Universitas Sumatera Utara tangga merupakan salah satu kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia, sebab apabila perlengkapan tersebut tidak ada atau tidak lengkap, maka akan dapat mengurangi kenikmatan dalam kehidupan dalam keluarga. Sebagi contoh, apabila dalam keluarga ada yang tidak mempunyai salah satu perlengkapan rumah tangga kursi, maka kalau ada tamu dari daerah lain, keluarga akan merasa malu, karena didudukkan pada tempat lain. DEPDIKBUD, 1992:105. Begitu juga bagi masyarakat Parbutaran perlengkapan rumah tangga juga sangat penting. Akan tetapi masalah ekonomi membuat mereka harus memakai perlengkapan yang sudah lama dan sudah tak layak pakai bahkan masih ada rumah penduduk yang hanya mempunyai 1 kursi kayu dirumahnya. Berbanding terbalik dengan orang yang pendapatannya tinggi, mereka tak sungkan-sungkan mengeluarkan uangnya untuk membeli barang dengan harga Rp. 10.000.000 bahkan lebih. Bukan hanya dari pemenuhan kebutuhan pangan, perlengkapan rumah tangga dari segi perlengkapan pakaian juga sangat berbanding terbalik. Masyarakat yang pendapatannya tinggi berbondong-bondong pergi ke toko untuk membeli pakaiannya. Sedangkan, masyarakat yang pendapatannya rendah jangankan untuk membeli pakaian ke toko untuk membeli pakaian ke pekan saja mereka masih harus berpikir seribu kali. Bila ada yang berbaik hati maka biasanya mereka akan menerima pakaian bekas, itu pun sudah jadi kebahagiaan tersendiri dari pada tidak pernah ganti. Pakaian yang seharusnya berfungsi menjadi penutup tubuh saja, Universitas Sumatera Utara malah berubah fungsi untuk menunjukkan status sosial dan gaya hidup seseorang. Status sering diartikan sebagai tempat seseorang dalam suatu pola atau kelompok sosial. Untuk mengukur status seseorang menurut Pitirin Sorokin secara rinci dapat dilihat dari: 1. Jabatan atau pekerjaan 2. Pendidikan dan luasnya ilmu penegetahuan 3. Kekayaan 4. Politis 5. Keturunan 6. Agama Gaya hidup life style yang ditampilkan antara kelas sosial yang satu dengan kelas sosial yang lain dalam banyak hal tidak sama, bahkan ada kecenderungan masing-masing mencoba mengembangkan gaya hidup yang ekslusif untuk membedakan dirinya dengan kelas yang lain. Salah satu gaya hidup yang tidak sama antara kelas sosial satu dengan yang lain adalah dalam hal berpakaian. Atribut-atribut yang sifatnya massal dan dianggap berselera rendahan biasanya selalu dihindari oleh orang-orang yang secara ekonomi mapan atau berada.J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, 2010: 183. Lebih-lebih pada waktu menjelang hari-hari besar, seperti hari Raya Idul Fitri, hari Raya Natal dan lain sebagainya, mereka selalu berusaha menyediakan pakaian yang baru bagi keluarganya. Frekuensi pembelian pakaian berbeda-beda sesuai dengan pendapatannya. Untuk yang Universitas Sumatera Utara pendapatannya cukup tinggi biasanya mereka akan membeli pakaian ke toko dengan jumlah yang cukup banyak pula biasanya 3-5 buah baju. Sedangkan, untuk yang pendapatannya sedikit pada umumnya mereka akan membeli ke pekan dengan jumlah yang tidak banyak yaitu 1-2 buah. Terkadang ada pula yang sampai kredit pakaian karena kalau tidak begitu mereka tidak bisa membeli. Pada umumnya ibu-ibu yang pendapatannya tidak banyak sampai rela tidak membeli baju asal anak memakai baju baru karena si ibu tidak tega melihat anaknya tidak pakai baju baru sedangkan teman-teman lainnya memakai baju baru. Seperti penuturan salah seorang informan sebagai berikut: “…..enggak apa-apalah mamak bapaknya gak pake baju baru asal anaknya pake baju baru. Fitri, 33 tahun.

3.6 Pola Hubungan Keluarga

Dokumen yang terkait

Persepsi Keluarga Pemulung Terhadap Pendidikan Formal Anak (Studi Deskriptif Terhadap Keluarga Pemulung di Daerah Pinang Baris, Medan)

14 168 105

Persepsi Masyarakat Tentang Pengobatan Tradisional Di Desa Percut Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2004

0 27 124

Pengaruh Tingkat Pendidikan Formal Terhadap Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Kesehatan Masyarakat (Studi Kantor kelurahan Kendana Kabupaten Labuhan Batu)

15 92 101

Persepsi Masyarakat Tentang Pentingnya Pendidikan Formal 12 Tahun (Studi kasus kp.pejamuran, Ds.Pasilian, Kec.Kronjo, Kab.Tangerang)

2 47 111

Persepsi Masyarakat Nelayan terhadap Pendidikan Formal (Kasus di Pantai Pamayang Desa Cikawungading, Kecamatan Cipatujah, Kabupaten Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat)

0 13 136

PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN FORMAL DAN PENDIDIKAN NON FORMAL TERHADAP PARTISIPASI MASYARAKAT PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN FORMAL DAN PENDIDIKAN NON FORMAL TERHADAP PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MENSUKSESKAN PEMBANGUNAN MASYARAKAT DI KELURAHAN TRUKAN, PRACI

0 1 13

PERSEPSI KELUARGA PETANI TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL ANAK DI DESA SUNGAI TOMAN KECAMATAN SALATIGA KABUPATEN SAMBAS ARTIKEL PENELITIAN

0 0 12

BAB II GAMBARAN UMUM - Persepsi Masyarakat Desa Parbutaran Terhadap Pendidikan Formal (Studi Etnografi Mengenai Persepsi Masyarakat Terhadap Pendidikan Formal di Desa Parbutaran Kec. Bosar Maligas Kab. Simalungun)

0 1 27

BAB I PENDAHULUAN - Persepsi Masyarakat Desa Parbutaran Terhadap Pendidikan Formal (Studi Etnografi Mengenai Persepsi Masyarakat Terhadap Pendidikan Formal di Desa Parbutaran Kec. Bosar Maligas Kab. Simalungun)

0 2 24

Persepsi Masyarakat Desa Parbutaran Terhadap Pendidikan Formal (Studi Etnografi Mengenai Persepsi Masyarakat Terhadap Pendidikan Formal di Desa Parbutaran Kec. Bosar Maligas Kab. Simalungun)

0 0 15