BAB II GAMBARAN UMUM
2.1 Sejarah Desa Parbutaran
Menurut sejarah dahulu kala sekitar tahun 1800-an ada seorang yang bernama Mandis Purba yang berasal dari Pematang Raya ke daerah yang
sekarang disebut Parbutaran. Kedatangan Tuan Mandis ke daerah tersebut dikarenakan perkelahiannya dengan saudara tirinya sehingga Tuan Mandis
memutuskan untuk pergi ketempat lain untuk mencari rotan dan damar. Akhirnya sampailah beliau ke daerah yang sekarang bernama Parbutaran.
Ketika Tuan Mandis masuk ke daerah tersebut beliau membuat rumah yang beratapkan bambu atap butar.
Lambat laun Tuan Mandis Purba pun mengajak kawan-kawannya yang bermarga Saragih, Sinaga, Sitorus dan Manurung untuk datang ke
daerah tersebut dan orang-orang mulai memanggil daerah tersebut dengan Parbutaran asal mula atap bambu = butar. Awal mula dibentuknya
Parbutaran terdiri dari anak kampung Halagoi sekarang kampung Lalang, Batu Hopit, Turunan, Marihat Tanjung sekarang Tanjungan, Butar Lembu
sekarang Marihat Butar. Pada zaman dulu Parbutaran disebut kerajaan dengan Tuan Mandis
sebagai rajanya. Tuan Mandis sangat suka berkawan sehingga beliau sangat senang kalau di Parbutaran banyak orang sehingga pada masa penjajahan
Belanda Tuan Mandis sering mengajak orang Jawa yang bekerja dengan Belanda untuk tinggal di Parbutaran. Orang Jawa pun banyak yang
melarikan diri ke Parbutaran dan Belanda tidak akan berani mengambil
Universitas Sumatera Utara
kembali orang yang lari ke Parbutara Karena takut pada Tuan Mandis. Barang siapa yang sudah menetap di Parbutaran maka tidak akan ada yang
berani mengusiknya karena mitosnya Tuan Mandis ini mempunyai kekuatan gaib sehingga orang Belanda pun tidak berani.
Tapi ada 1 hal yang menarik, Tuan Mandis hanya menerima orang Simalungun dan orang Jawa untuk menetap di Parbutaran karena orang
Jawa dianggap sebagai orang yang patuh sehingga ada sebutan Pak enggeh untuk orang Jawa yang artinya
“Pak iya”. Di luar kedua suku bangsa itu tidak akan diterima masuk ke
Parbutaran. Tuan Mandis menganggap orang suku Jawa itu baik. Setiap orang yang mau memasuki Parbutaran harus melapor terlebih dahulu pada
Tuan Mandis dan apabila tidak melapor atau diam-diam masuk akan diberi sangsi dan apabila tetap tidak mau pergi maka resikonya akan bertarung
dengan salah seorang warga Parbutaran dan biasanya akan berakhir dengan kematian dan itu sudah terjadi sekitar 5 kali.
Pada tahun 1920 Tuan Mandis pun meninggal dan kemudian posisinya digantikan oleh anaknya yang bernama Imbang Purba. Setelah
merdeka maka Parbutaran menjadi sebuah Kelurahan dan pada masa orde baru ada peraturan yang mengatakan apabila di suatu wilayah sudah ada 400
kepala keluarga maka harus dibuat sebuah Desa sehingga jadilah Desa Parbutaran dan terpisah dari Marihat Butar.
Universitas Sumatera Utara
2.2. Sistem Pemerintahan