Dalam rapat yang berlangsung di latuharhari seorang utusan maluku keberatan akan usulan tersebut, hal ini didasarkan bahwa misalkan seorang Kristen menjadi
menteri Agama, kaum muslimin akan merasa kurang tenteram dan begitu pula sebaliknya. Dan di adakan voting yang mana hasilnya gagasan membentuk
Kementrian Agama hanya mendapat 6 suara dari banyaknya peserta. Namun pada sidang badan pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat BPKNIP sebuah komite
lanjutan dari PPKI, usul ini muncul kembali dan para tokoh Islam seperti Mochammad Natsir mendukung usul ini dengan pertimbangan supaya masalah
Agama tidak dianggap sambil lalu oleh Kementrian Pendidikan.
Suasana politik Indonesia pada tahun-tahun pertama kemerdekaan memperlihatkan tidak adanya hambatan penting yang menghalangi hubungan
politik antara kelompok Islam dan kelompok Nasionalis. Perdebatan mereka tentang corak hubungan antara Islam dan negara seperti terhenti. Paling tidak
untuk sementara waktu kedua kelompok ini melupakan perbedaan ideologis di antara mereka. Kelompok Islam menjadikan Masyumi sebagai organisasi politik
untuk menyuarakan aspirasi mereka. Para anggota Masyumi adalah kaum modernis dan kaum tradionalis baik secara pribadi maupun organisasi seperti
Muhammadiyah dan NU. Kekuatan masyumi antara tahun 1946-1951 benar-benar mencolok Hebert
Feith mengatakan dalam Pemilihan Umum tingkat regional yang diselengarakan di beberapa wilayah Jawa pada tahun 1946 dan di Yogyakarta 1951 Masyumi
meraih mayoritas suara mutlak atau paling tidak lebih banyak dibandingkan dengan kontestan lain mana pun. Namun keutuhan Masyumi harus di uji dengan
keputusan NU keluar dari Partai itu. NU kemudian membentuk partai sendiri.
94
3. Orde Baru
94
Buchori, Didin Saefuddin, Sejarah Politik Islam “Indonesia Pasca Kemerdekaan Orde Lama“,
Jakarta: Pustaka 2009, hal. 316
Jika dicermati masalah Politik pasca Orde Baru yang memakai simbol atau idiom-idiom Islam lengkap dengan segala fragmentasinya sebenarnya bukanlah
fenomena baru. Di masa sebelumnya kekuatan Politik Islam juga mengalami keterbelahan seperti Partai Nahdatul Ulama NU, Majelis Syuro Muslimin
Indonesia masyumi fragmentasi bahwa sempat terjadi perlawanan terhadap kaum Nasionalis Islam bekerja sama melawan penjajah.
95
Fragmentasi antara komponen Politik Islam kembali terjadi di era- Kemerdekaan Di masa Orde Baru, tepatnya tanggal 10 Januari 1966, para
mahasiswa turun ke jalan memprotes pemerintahan yang makin tidak berpihak kepada rakyat. President Soekarno pada masa ini sudah tidak mempunyai
kekuasaan lagi berdasarkan surat perintah sebelas maret supersemar,ia memberikan kekuasaan kepada Jenderal Soeharto untuk memulihkan keamanan
dan ketertiban. Soeharto diperintahkan untuk menciptakan suasana ketenangan dan
keamanan dan menjamin keselamatan pribadi President yang mana jelas merasa terancam dan kemudian melalui rapat MPRS, Soeharto kemudian dipercaya
menjadi President RI menggantikan Soekarno. Harapan baru umat Islam muncul kembali Masyumi diusulkan untuk direhabilitasi, namun kenyataanya ditolak oleh
pemerintahan. Sebagai kompensasinya pemerintah mengizinkan pendirian partai baru untuk menampung para mantan aktifis masyumi. Partai tersebut adalah Partai
Muslim Indonesia Parmusi dengan pimpinanya Djarnawi Hadikusumo dan
95
Mashad, Dhurorudin, Problematika Politik Indonesia “Akar Konflik Politik Islam Indonesia”,
Jakarta: Staka 2008, hal. 155
Lukman Harun. Satu demi satu keinginan umat Muslim kandas di tangan Orde Baru. Piagam Jakarta yang diusulkan untuk dilegalisasi kembali pada sidang
MPRS tahun 1968 ditolak demikian pula untuk menyelengarakan kongres umat Islam Indonesia tidak pula dikabulkan.
96
Menurut Din Syamsudin agenda Politik Orde Baru mencakup depolitisasiIslam. Proyek ini menurutnya didasarkan pada anggapan bahwa Islam yang kuat secara
politik akan menjadi hambatan bagi modernisasi. Dengan depolitisasiIslam, mereka berharap akan dapat mempertahankan kekuasaan dan melindungi
kepentingan mereka.
97
Hanya ada tiga buah Partai pada masa Orde Baru yang boleh berpolitik dengan azas tunggal yaitu Pancasila Partai Politik tersebut adalah Partai Persatuan
Pembangunan PPP, Golongan Karya GOLKAR dan Partai Demokrasi Indonesia PDI. Kendati Islam secara Politik mendapat tekanan dari berbagai
sudut, dipihak lain secara kultural kebangkitan Islam justru menyeruak tanpa dapat dibendung, mungkin ini hikmah dari perlakuan kurang bersahabat
pemerintah terhadap umat Islam.
4. Reformasi
Berakhirnya masa kekuasaan Soeharto menandai dimulainya Reformasi, dimana Presiden B.J Habibie mendapat tugas berat menahkodai Indonesia di masa
transisi. Langkah-langkah yang mengarah kepada proses demokratisasi pun diambil. Kebebasan pers dijamin, pemberantasan korupsi dilakukan, para pejabat
96
Buchori, Didin Saefuddin, Sejarah Politik Islam “Masa Orde Baru“, Jakarta: Pustaka 2009,
hal. 319
97
Buchori, Didin Saefuddin, Sejarah Politik Islam “Depolitisasi Islam Din Syamsudin“, Jakarta:
Pustaka 2009, hal. 320
yang diangkat melalui nepotisme diberhentikan, kabinet dirombak dan sistem Politik yang berkaitan dengan penetapan Presiden dan para Kepala Daerah pun
kini dilakukan melalui Pemilihan Langsung oleh Rakyat. Secara fenomenal dimasa ini kembali Politik Islam berdiri seperti Partai keadilan PK, Partai Bulan
Bintang PBB, Partai Politik Islam Indonesia Masyumi PPIIM dan Partai Sarekat Islam Indonesia dan PPP pun yang awalnya berasaz Pancasila
menegaskan Islamlah asaz mereka dengan mengganti Ka’bah pada lambang
Partainya.
98
Partai-partai baru ini selain ada yang secara tegas berasaskan Islam ada pula yang tidak menegaskan sebagai Partai Islam namun konstituenya adalah kalangan
Islam. Diantaranya Partai Amanat Nasional PAN yang digagas oleh Amin Rais, mantan Ketua Umum Pusat PP Muhammadiyah dan Partai Kebangkitan Bangsa
PKB yang digagas oleh mantan Ketua Umum Pengurus Besar PB NU KH. Abdurrahman Wahid Gus Dur. Era baru ini kemudian ditandai dengan
digelarnya pemilu hanya berselang satu tahun setelah kejatuhan Soeharto. Secara fantastis Pemilu tahun 1999 ini di ikuti oleh 48 Partai Politik, dengan 16 buah
diantaranya merupakan Partai Islam. Bila dicermati dari 48 partai tersebut dapat dikelompokan ke dalam lima kategori. Pertama adalah Partai Nasionalis seperti
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan PDIP, Partai Golongan Karya GOLKAR dan Partai Keadilan dan Persatuan PKP. Kedua Partai Islam seperti,
PPP, PK PKS, PBB, PPIIM dan PSII. Ketiga partai Nasionalis berbasis Islam seperti PAN, PKB keempat Partai Kristen seperti Partai Demokrasi Kasih Bangsa
PDKB dan Partai Buruh Nasional PBN.
99
Gambar 1.6 Partai Politik dalam Pemilu 2014
98
Buchori, Didin Saefuddin, Sejarah Politik Islam “Reformasi“, Jakarta: Pustaka 2009, hal.