Dasar Hukum dan Tujuan Pembinaan Karakter Siswa

e. Melaksanakan hidup aktif; f. Melakukan diversifikasi pangan; g. Melaksanakan pengamanan jajan anak sekolah. 8 Pembinaan sastra dan budaya, antara lain : a. Mengembangkan wawasan dan keterampilan siswa di bidang sastra; b. Menyelenggarakan festivallomba, sastra dan budaya; c. Meningkatkan daya cipta sastra; d. Meningkatkan apresiasi budaya. 9 Pembinaan teknologi informasi dan komunikasi TIK, antara lain : a. Memanfaatkan TIK untuk memfasilitasi kegiatan pem-belajaran; b. Menjadikan TIK sebagai wahana kreativitas dan inovasi; c. Memanfaatkan TIK untuk meningkatkan integritas kebangsaan. 10 Pembinaan komunikasi dalam bahasa Inggris, antara lain : a. Melaksanakan lomba debat dan pidato; b. Melaksanakan lomba menulis dan korespodensi; c. Melaksanakan kegiatan English Day; d. Melaksanakan kegiatan bercerita dalam bahasa Inggris Story Telling; e. Melaksanakan lomba puzzies wordsscrabble. Materi pembinaan karakter siswa tidak hanya diberikan dalam bentuk pemberian mata pelajaran saja, tetapi juga diterapkan dalam segala aspek kehidupan siswa terutama di sekolah melalui kegiatan ekstrakurikuler, kurikuler maupun ko-kurikuler, sehingga pembinaan karakter siswa dapat diberikan setiap saat setiap siswa melakukan segala aktifitasnya.

4. Penerapan Tata Tertib Sekolah sebagai Salah Satu Upaya Pembinaan

Karakter Disiplin Siswa a. Pentingnya Penerapan Tata Tertib Sekolah Membina karakter disiplin siswa merupakan upaya membimbing dan mengarahkan agar mereka dapat tumbuh dan berkembang menuju ke arah yang lebih baik sesuai dengan tujuan pendidikan nasional berdasarkan pancasila. Pembinaan karakter disiplin siswa sangat efektif diterapkan pada jalur pendidikan formal. Dalam undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 1 ayat 11 menerangkan bahwa ”pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.” 26 Pendidikan formal ini merupakan jalur pendidikan yang telah memiliki perencanaan yang matang dan kuat dalam program pendidikannya dimulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi, sehingga pendidikan formal telah menjadi pendidikan yang wajib dilaksanakan oleh seluruh warga Indonesia terutama dalam pendidikan dasar yang dikenal dengan wajib belajar 9 tahun. Selain itu, pendidikan formal sekolah merupakan kelompok masyarakat kecil yang terdiri dari sebagian besar siswa, guru dan anggota lainnya yang saling berinteraksi antara satu dengan yang lainnya. 27 Setiap individu memiliki perbedaan yang mendasar dari individu yang lainnya, begitu pula dengan masyarakat kecil yang ada di sekolah. Tentunya terdapat beragam sifat dan sikap yang menjadi ciri khas masing-masing diantara mereka. Untuk itu perlu adanya suatu norma yang harus ditaati bersama oleh semua anggota kelompok atau masyarakat kecil di sekolah. Norma kelompok yang diharapkan dapat mengatur dan mengendalikan tindakan atau sikap individu diwujudkan berupa tata tertib sekolah. 28 Tata tertib sekolah menurut H.M Alisuf Sabri merupakan serangkaian peraturan yang harus ditaati dalam suatu situasi atau dalam kehidupan tertentu. 29 Makna dari pengertian ini, bahwa tata tertib sekolah adalah segala jenis ketentuan yang berlaku di sekolah guna untuk mengarahkan dan membimbing perilaku anggota sekolah agar memiliki sikap dan perilaku yang baik. Sedangkan, Muhammad Rifa’I mendefinisikan tata tertib sekolah sebagai aturan yang harus dipatuhi setiap warga sekolah tempat berlangsungnya proses belajar mengajar. 30 Arti tata tertib sekolah yang terkandung dalam definisi tersebut adalah sekumpulan aturan tertulis yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh warga sekolah sehingga mereka terikat di dalam aturan tersebut. 26 Maswardi Muhammad Amin, op.cit., h. 49 27 Ibid., h. 60 28 Ibid., h. 61 29 H.M Alisuf Sabri, op.cit., h. 38 30 Muhammad Rifa’I, Sosiologi Pendidikan Struktur dan Interaksi Sosial di dalam Institusi Pendidikan, Jogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011, h. 140 Selanjutnya, menurut pendapat Maswardi Muhammad Amin tata tertib sekolah merupakan ketentuan atau peraturan yang di akui oleh lebih dari dua orang yang saling berinteraksi di sekolah, di mana tingkah laku atau sikap mereka banyak di pengaruhi oleh tata tertib sekolah tersebut. 31 Penjelasan ini mengandung arti bahwa tata tertib sekolah adalah aturan yang telah disepakati bersama oleh seluruh warga sekolah agar setiap tingkah laku mereka memiliki batasan tertentu yang sesuai dengan aturan tata tertib sekolah yang telah diterapkan, sehingga mereka dapat berperilaku disiplin dan teratur. Melihat dari uraian definisi di atas, disimpulkan bahwa tata tertib dalam suatu sekolah merupakan peraturan yang mengikat, dimana semua warga sekolah wajib mentaati dan melaksanakan setiap butir tata tertib sekolah agar semua warga sekolah dapat terbentuk suatu karakter disiplin yang tinggi. Apabila ada yang melanggar tata tertib, maka pelanggar tersebut akan mendapatkan sanksi sesuai dengan apa yang telah dilanggar itu. Oleh sebab itu, tata tertib di sekolah setiap butirnya memiliki point pelanggaran yang berbeda-beda. Tata tertib sekolah akan membentuk sikap disiplin warga sekolah terutama dalam diri siswa. Sesuai dengan pendapat Heri Gunawan yang mengungkapkan bahwa “kepatuhan dan ketaatan siswa terhadap berbagai aturan dan tata tertib yang berlaku di sekolahnya itu biasa disebut disiplin siswa”. 32 Hal ini mengandung arti bahwa dengan adanya tata tertib sekolah maka siswa akan memiliki pedoman untuk berperilaku sesuai dengan noram dan aturan yang harus ditaati dan dilaksanakan, sehingga muncul sikap disiplin dalam diri siswa dengan sendirinya. Selanjutnya menurut Eka Prihatin menyatakan bahwa “disiplin menunjuk pada kepatuhan seseorang dalam mengikuti peraturan atau tata tertib karena didorong oleh adanya kesadaran yang ada pada kata hatinya”. 33 Pendapat ini lebih 31 Maswardi Muhammad Amin, op.cit., h. 64 32 Heri Gunawan, Pendidikan Karakter:Konsep dan Implementasi, Bandung: Alfabeta, 2012, h. 266 33 Eka Prihatin, Manajemen Peserta Didik, Bandung: Alfabeta, 2011, h. 94