Legitimasi Budaya dilembagakan melalui Praktek Pembelajaran

Lebih luas sesuai dengan salah satu tujuan sekolah pihak sekolah dan masyarakat melihat siswa mampu melaksanakan ibadah sesuai dengan ajaran yang dianutnya. Informan G4 AH menuturkan harapan dari hasil pengembangan kurikulum ini , “mereka lebih bisa mengerti tentang Islam. Yang petama itu yang berikutnya, agar mereka bisa selamat dunia dan akhirat dengan mengamalkan alquran dan Hadist ”. Maka sudah selayaknya pembelajaran Alqur’an dan Hadistt sebagai pondasi pembelajaran yang lain implementasikan dengan sebaik-baiknya. Sementara warga menuturkan, masyarakat pada umumnya menilai positif kegiatan pembelajaran di MTs, selain karena kepercayaan warga pada sekolah oleh sebab satu keyakinan, juga efek yang terlihat di masyarakat siswa lebih mau dan mampu mengikuti kegiatan budaya dan keagamaan di lingkungan masyarakat.

4.2.3 Legitimasi Budaya dilembagakan melalui Praktek Pembelajaran

Pembelajaran pendidikan agama disekolah diakui oleh guru, warga, dan tokoh masyarakat konsisten dengan realitas sosial. Pasalnya guru mengadopsi budaya keagamaan lokal masyarakat setempat dalam kegiatan pembelajaran. Guru menyampaikan konten pembelajaran kontekstual dengan kondisi masyarakat sekitar melalui hidden curriculum yang telah dijelaskan pada poin sebelumnya. Penulis menemukan adanya pengaruh kondisi geografis, sosial, dan budaya masyarakat setempat ke dalam pengembangan kurikulum madrasah yang dapat penulis ringkas dalam tabel berikut: Tabel 4.8 Legitimasi komponen budaya dalam pembelajaran Legitimasi ke Pembelajaran Perencanaan Pelaksanaan Hasil Nyadran sebagai upacara wujud rasa sukur kepada Allah atas hasil panen yang didapat petani serta iriban kegiat- an doa bersama agar aliran sungai mengalir lancar. Nilai-nilai baik yang terkandung dalam nyadran di adopsi dalam pembelajaran atas kesepakatan guru, kepala sekolah, dan tokoh masyarakat sekolah menerapkan kebijakan mengem- bangkan kurikulum pembelajaran seperti nyadran yang di pelajari langsung dalam mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam pokok bahasan Peradaban Islam di Indonesia kelas 9, Akidah Akhlaq pokok bahasan Akhlakul Kari-mah kelas 8, dan Aswaja di seluruh pokok bahasan disetiap kelas Siswa mampu memaknai ke- giatan nyadran dan iriban se- bagai objek pembelajaran dan memahami nilai-nilai dida- lamnya seperti bersyukur, sabar, tawakal, dan berbakti kepada orang tua. Nilai gotong royong, silaturrahim, nyuwun pangestu, dan sebagainya. Nilai sosial semacam ini sudah tercantum dalam ketentuan pembelajaran seperti silabus, RPP. Guru menanamkan nilai-nilai baik dalam budaya tersebut pada siswa melalui nata pelajaran akidah akhlaq pokok bahasan Akhlakul Karimah kelas 8 Nilai-nilai PAI diamalkan dalam masyarakat seperti gotong royong, silaturrahim, nyuwun pangestu, dan sebagainya. Masyarakat meng- ikuti dan melaksa- nakan budaya santri seperti ngaji, tahlil, diadopsi dalam pembelajaran atas kesepakatan kepala sekolah, Budaya santri dalam PAI lebih kental di banding budaya Jawa. Guru membiasakan peserta didik tidak hanya kaya akan pengetahuan slametan, ziarah, doa-doa, namun juga tidak meninggalkan kesan Jawa. Misal warga memiliki hari-hari tertentu untuk berdoa misal : selikuran. guru, dan tokoh masyarakat. siswa mengaji, berdoa didalam kelas keaga- maan seperti Alqur’an Hadits pokok bahasan mencintai kitab-kitab Allah, Fikih pokok bahasan takziyah dan ziarah kubur kelas 9, dan SKI pokok bahasan Sejarah tradisi Islam Nusantara kelas 9 agama Islam secara kognitif tetapi juga memahami konteks dan praktek budaya dalam agama ditengah masyarakat. Rata-rata siswa dididik orang tua mereka dengan paduan pola asuh demokratis dan permisif, menekan- kan pendidikan keagamaan. Siswa dikenalkan pendidikan agama dengan corak khas NU sebagai jamaah mayoritas warga Nyatnyono. Kegiatan siswa di sekolah di susun atas persetujuan wali murid. Sekolah mencoba membangun komunikasi pada orang tua siswa untuk mengontrol kegiatan siswa di luar sekolah. Sekolah memberi pengetahuan sepadan atau minimal tidak berseberangan dengan orang tua. Ke-NU-an di ajarkan dalam mata pelajaran ke-NU-an atau Aswaja. Pada setiap pokok bahasan dan setiap kelas. Orang tua menanggapi dengan baik dan mendukung sepenuhnya kegiatan siswa di sekolah. Organisasi bentuk pengajian yang paling masif dilakukan. Hal ini dianggap oleh masyarakat selain mampu mengeratkan persaudaraan juga menambah ilmu pengetahuan. Pengajian di anggap paling efektif untuk mengedukasi siswa. Kegiatan semacam penga- jian kemudian di gagas kepala sekolah untuk di adopsi dalam kegiatan pembiasaan. Oleh pihak sekolah disusun kegiatan rutinan mengaji bersama khusus warga sekolah dalam kegiatan pembiasaan dan kegiatan rutinan berupa pengajian dan mujahadah yang melibatkan warga. Siswa meng- ikuti kegiatan dengan antusias, lebih mudah meneri- ma pengetahu- an melalui ke- giatan pengaji- an yang sudah terbiasa siswa ikuti. a. Legitimasi Budaya Nyadran dan Iriban Nilai yang terkandung dalam nyadran dan iriban ini di adopsi atau secara tidak langsung diajarkan oleh guru kepada siswa melalui mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam pokok bahasan Peradaban Islam di Indonesia kelas 9, Akidah Akhlaq pokok bahasan Akhlakul Kari-mah kelas 8, dan Aswaja di seluruh pokok bahasan disetiap kelas. b. Legitimasi Budaya gotong royong, silaturrahim dan nyuwun pangestu Nilai-nilai yang dianggap baik yang membudaya dalam masyarakat Nyatnyono seperti gotong royong, silaturrahim dan nyuwun pangestu diakomodasi dalam pembelajaran akidah akhlaq pokok bahasan Akhlakul Karimah kelas 8 c. legitimasi budaya ziarah, tahlil, dan selikuran Budaya santri dalam PAI lebih kental di banding budaya Jawa. Guru membiasakan siswa mengaji, berdoa didalam kelas keagamaan seperti Alqur’an Hadits pokok bahasan mencintai kitab-kitab Allah, Fikih pokok bahasan takziyah dan ziarah kubur kelas 9, dan SKI pokok bahasan Sejarah tradisi Islam Nusantara kelas 9 d. Penekanan pola asuh orang tua lebih mementingkan pendidikan agama. Mengingat budaya santri-Jawa di daerah Nyatnyono sangat kental, yakni Islam bercorak Nahdatul Ulama, hal ini selaras dengan basic MTs Ma ’arif Nyatnyono Semarang sebagai yayasan atau lembaga pendidikan di bawah naungan Nahdatul Ulama. Sekolah memberi pengetahuan sepadan atau minimal tidak berseberangan dengan orang tua. Ke-NU-an di ajarkan dalam mata pelajaran ke-NU- an atau Aswaja. Pada setiap pokok bahasan dan setiap kelas e. legitimasi budaya pengajian, mujahadah, dan kegiatan keagamaan berkelompok lainnya. Untuk membiasakan siswa melakukan kegiatan yang memang sudah menjadi kegiatan rutin masyarakat Nyatnyono, sekolah berupaya untuk membelajarkan dan membiasakan siswa melakukan kegiatan rutinan mengaji bersama khusus warga sekolah dalam kegiatan pembiasaan dan kegiatan rutinan berupa pengajian dan mujahadah yang melibatkan warga. Hal ini juga diajarkan dalam secara khusus dalam mata pelajaran Aswaja.

4.2.4 Perlunya Akomodasi Budaya dalam Konten Pembelajaran di dalam