Latar Belakang Pendidikan merupakan upaya dasar untuk membentuk karakter dan

1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan upaya dasar untuk membentuk karakter dan

membangun masyarakat. Lebih lanjut, dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, tertulis bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab dalam segala urusan yang menjadi tanggung jawabnya. Pendidikan tentu akan lebih mudah diterima jika mampu disesuaikan dengan kebutuhan dan budaya masyarakat setempat. Untuk mencapai tujuan tersebut, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan empat strategi pembangunan pendidikan nasional, 1 Pemerataan kesempatan pendidikan, 2 Relevansi pendidikan, 3 Kualitas pendidikan, dan 4 Efisiensi pengelolaan pendidikan. Depdikbud, 1994; 97-98. Relevansi pendidikan ini juga didasari UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas Bab X pasal 36 ayat 1 meyatakan bahwa kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diverifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. Pada pasal yang sama ayat 3 butir C juga menyatakan bahwa kurikulum disusun sesuai jenjang pendidikan dalam kerangka dasar negara kesatuan Republik Indonesiadengan memperhatikan keragaman potensi daerha dan lingkungan. Sebagai upaya untuk meningkatkan relevansi pendidikan dengan perkembangan kondisi sosial budaya masyarakat serta mengimbangi kebutuhan peserta didik terhadap pemahaman agama, pemerintah mengambil kebijakan penerapan Kurikulum Pendidikan Agama secara menyeluruh untuk tingkatan Sekolah Dasar maupun Sekolah Menengah atau sederajat. Sekolah-sekolah telah mengembangkan kurikulum pendidikan agama baik di sekolah umum negeri maupun swasta. Tidak terkecuali di madrasah. Madrasah sebagai lembaga pendidikan mempunyai nilai tambah selain membelajarkan pendidikan umum juga memadukan dengan pendidikan agama. Penerapan kurikulum pendidikan agama di madrasah tersebut telah diatur dalam Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 000912 Tahun 2013 Tentang Kurikulum Madrasah 2013 Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab. Madrasah adalah salah satu bagian penting dari sistem pendidikan di Indonesia. Lebih khusus lagi porsi bidang studi Pendidikan Agama Islam PAI yang cukup besar, dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia. Keberadaan Madrasah sebagai sekolah yang bercirikan Islam dituntut untuk mampu mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu pendidikan nasional agar dapat bersaing dengan sekolah umum. Beberapa madrasah di daerah Semarang juga mengadopsi sebagian kurikulum yang bercirikan kurikulum pesantren mengingat kentalnya budaya kesantrian di daerah tersebut. Kurikulum pendidikan agama berbasis pesantren dapat dikembangkan sebagai ciri khas dan keunggulan sekolahmadrasah dalam membentuk kepribadian peserta didik yang berkarakter santri. Materi keagamaan dan nilai-nilai kepribadian santri yang telah dibiasakan di lingkungan pesantren kemudian ditransfer di dalam kurikulum sekolahmadrasah. Pengembangannya bisa secara penuh dengan pondok atau asrama, maupun kurikulum mata pelajarannya saja, dan juga bisa melalui kegiatan pengembangan diri, ekstrakurikuler dan kokurikuler. Melihat potensi pengembangan pendidikan yang semakin beragam, maka tidak menutup kemungkinan hal ini juga berkaitan dengan perkembangan budaya maupun kebiasaan masyarakat setempat. Desa Nyatnyono, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang cukup dikenal dengan kentalnya budaya masyarakat yang agamis. Memang tidak semua warga desa ini memiliki karakteristik dan kepentingan yang sama, tetapi pada umumnya hubungan masyarakat desa Nyatnyono cukup erat antar warga, selain karena kesamaan agama atau keyakinan yang mereka anut juga di pengaruhi oleh hubungan tokoh agama dan masyarakat setempat yang terjalin dengan baik, termasuk dengan berbagai lembaga pendidikan diwilayah tersebut, antara lain Sekolah Dasar SD Nyatnyono, Madrasah Ibtidaiyah MI, dan Madrasah Tsanawiyah MTs Ma’arif. Madrasah sebagai lembaga pendidikan merupakan tempat untuk mencerdaskan para peserta didik, menghilangkan ketidaktahuan atau memberantas kebodohan mereka, serta melatih keterampilan mereka sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan yang mereka miliki Muhaimin dalam Arifin, 2012 : 26. Dalam realitas sejarahnya, madrasah tumbuh dan berkembang dari, oleh, dan untuk masyarakat Islam itu sendiri, sehingga sebenarnya sudah jauh lebih dahulu menerapkan konsep Pendidikan berbasis masyarakat community based education. MTs Ma’arif Nyatnyono merupakan satu diantara sekian sekolah yang membelajarkan pendidikan agama yang berdasar kurikulum pendidikan agama formal oleh kementerian agama, juga berusaha menyesuaikan pendidikan agama dengan ajaran-ajaran keagamaan masyarakatnya. Sekolah dengan visi terwujudnya kader yang cakap, terampil, kreatif dan inovatif dalam pencerahan pada masyarakat ini melihat adanya relevansi antara kurikulum pendidikan agama terhadap budaya keagamaan masyarakat setempat. Selain konsep pendidikan dan karakter sekolah yang agamis, MTs Ma’arif juga berada pada lokasi yang dikenal oleh banyak masyarakat kental dengan budaya keagamaannya. Peneliti juga menemukan beberapa data awal pada studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Februari 2016 antara lain, apabila dilihat dari kecenderungan terhadap pendidikan secara umum, masyarakat Desa Nyatnyono masih berpendidikan rendah tingkat sekolah menengah, sementara masih tergolong sedikit warga yang berpendidikan hingga ke perguruan tinggi. Rendahnya pendidikan umum oleh warga Nyatnyono ini tidak lepas dari anggapan sebagian besar masyarakat, bahwa pendidikan umum masih dilihat secara fungsional yaitu untuk mendidik anak agar bisa membaca dan menulis. Artinya, masyarakat belum sepenuhnya menganggap pendidikan umum sebagai alternatif terbaik untuk pendidikan anak-anak mereka. Sebagian masyarakat Desa Nyatnyono lebih mementingkan pendidikan agama dengan memasukkan anak-anak ke sekolah agama atau pondok pesantren. Melihat kondisi pendidikan masyarakat Desa Nyatnyono tersebut, dapat dipahami bahwasanya kebutuhan masyarakat akan pendidikan agama menjadi pilihan dominan masyarakat Desa Nyatnyono. Dilain sisi masyarakat Desa Nyatnyono memiliki karakteristik, dan potensi yang harus tetap dijaga sebagai pelestarian budaya, terutama budaya keagamaan mereka yang cenderung kental dengan budaya “santri orang Jawa ” dibanding daerah lain disekitarnya. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi pengembang kurikulum dan tenaga pendidik dalam penyusunan desain kurikulum dan implementasinya terhadap pengembangan kebiasaan dan kebutuhan siswa di masyarakat. Melihat sejarah berdirinya MTs, Kepala Madrasah Tsanawiyah Ma’arif Nyatnyono, Isni 2016 menjelaskan berdirinya madrasah ini tidak lepas dari keinginan masyarakat untuk mendapat pendidikan umum sekaligus agama, termasuk yang mengusahakan, mewakafkan tanah, dan tenaga gotong royong merupakan swadaya dari masyarakat. Anemo warga Nyatnyono untuk menyekolahkan putra-putri mereka ke MTs Ma’arif juga begitu tinggi. Mengingat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi cukup pesat, tidak menutup kemungkinan menimbulkan dampak negatif yang sering kali luput dari saringan budaya ketimuran, menjadi problem tersendiri masyarakat terhadap perkembangan sikap dan perilaku putra-putri mereka. Oleh karenanya, diperlukan sebuah pandangan hidup word view bagi tiap-tiap individu atau masyarakat yang akan menjadi landasan filosofis yang terdapat dalam nilai-nilai kebudayaan culture values atau nilai-nilai yang eksis dalam kehidupan mereka. Upaya untuk memiliki pandangan hidup word view tersebut dimulai dari dunia pendidikan, sehingga individu atau masyarakat dalam memandang kehidupan mereka akan memperoleh dan mengahasilkan makna yang berbeda-beda yaitu bagi tiap-tiap individu atau makna yang sudah disepakati bersama oleh suatu masyarakat Ikhwanto, 2008. Dalam hal ini bidang pendidikan memberi pengaruh besar dalam proses pembelajaran di sekolah, termasuk pendidikan agama. Memaknai pembelajaran pendidikan agama di MTs Ma’arif dan pemahaman oleh sekolah dan masyarakat terhadap budaya setempat, dapat menjadi kunci untuk memahami relevansi pengembangan kurikulum pendidikan agama di MTs Ma’arif dengan budaya masyarakat Desa Nyatnyono saat ini serta peran masyarakat dalam pengembangan pendidikan agama. Oleh sebab hal tersebut peneliti menggagas tema penelitian Legitimasi Budaya dalam Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama.

1.2 Identifikasi Masalah