lembaga pendidikan di bawah naungan Nahdatul Ulama. Sekolah memberi pengetahuan sepadan atau minimal tidak berseberangan
dengan orang tua. Ke-NU-an di ajarkan dalam mata pelajaran ke-NU- an atau Aswaja. Pada setiap pokok bahasan dan setiap kelas
e. legitimasi budaya pengajian, mujahadah, dan kegiatan keagamaan
berkelompok lainnya. Untuk membiasakan siswa melakukan kegiatan yang memang
sudah menjadi kegiatan rutin masyarakat Nyatnyono, sekolah berupaya untuk membelajarkan dan membiasakan siswa melakukan
kegiatan rutinan mengaji bersama khusus warga sekolah dalam kegiatan pembiasaan dan kegiatan rutinan berupa pengajian dan
mujahadah yang melibatkan warga. Hal ini juga diajarkan dalam secara khusus dalam mata pelajaran Aswaja.
4.2.4 Perlunya Akomodasi Budaya dalam Konten Pembelajaran di dalam
Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama di MTs
4.2.4.1 Ruang Batin Masyarakat pada Kebutuhan Pendidikan Agama Guru, kepala sekolah, tokoh masyarakat, dan masyarakat umum
menganggap kebutuhan pendidikan agama menjadi pilihan bermakna dalam hidupnya. W2 mengungkapkan pentingnya pendidikan agama yang
sebenarnya tergambar dalam kegiatan nyadran. Nyadran memiliki arti salah satunya menyadarkan kita dan salah satu anjuran hidup bahwa kelak
yang akan dipertanggungjawabkan adalah mencari ilmu, termasuk ilmu agama.
Lebih terang tokoh TM 1 menambahkan, kebermaknaan agama baginya adalah satu pilihan yang wajib kita pegang. Agama sebagai
landasan hidup untuk kehidupan dunia dan akhirat. Sehingga untuk dunia dan akhirat keduanya harus berjalan seimbang. Dalam hal ini agama juga
mengajarkan demikian. Selaras dengan TM 1, TM 2 menyatakan pendapatnya mengenai
kebutuhan pendidikan agama, “Ya itu sangat sangat penting. Agama itu kan mengatur seluruh dan sepanjang hidup kita
”. Lamp. TWTM 2. Kebermaknaan pendidikan agama yang bernilai besar oleh warga sekolah
maupun desa, oleh warga diupayakan dalam bentuk usaha menyekolahkan anak-anak mereka ke sekolah-sekolah agama seperti MTs. Pun oleh guru
diupayakan untuk menyampaikan nilai-nilai agama dalam konten pembelajaran di sekolah. Implementasi konten pembelajaran dapat
diterima dengan baik oleh peserta didik hanya jika mampu disesuaikan dengan kondisi lingkungan masyarakat dan siswa itu sendiri.
4.2.4.2 Urgensi budaya lokal dalam pengembangan pendidikan agama. Kurikulum baku dari pemerintah perlu disesuaikan dengan
konteks masyarakat untuk bisa diterima baik oleh siswa. Selain itu juga perlu ada penyesuaian kegiatan keagamaan masyarakat yang diterapkan di
sekolah atau sebaliknya, kegiatan sekolah diterapkan di masyarakat. Karena satu akidah antar sekolah dengan warga, yakni Akidah Ahlusunnah
waljamaah, tutur seorang guru, penyesuaian cukup mudah diterapkan. Terlebih dengan satu keyakinan tadi, komunikasi yang baik menciptakan
hubungan yang harmonis antara madrasah dengan masyarakat, apalagi tentang kebudayaan, kegiatan Ahlusunnah waljamaah. Warga dan sekolah
saling berupaya untuk mempertahankan. Diakui oleh guru dan kepala sekolah besarnya pengaruh budaya
lokal terhadap penerapan pembelajaran di sekolah. Kesadaran akan kebutuhan siswa oleh guru dan kepala sekolah menjadi kunci utama
pengembangan kurikulum. TM 2 kembali menerangkan pentingnya budaya lokal dalam
pendidikan agama. Agama tidak bisa terlepas dari budaya masyarakatnya atau sebaliknya. Keduanya saling berkaitan, bahwa agama mengatur
seluruh dan sepanjang hidup manusia, sehingga penyampaiannya harus disampaikan dengan cara yang mudah diterima oleh penganutnya. Dalam
hal ini cara yang mudah diterima adalah dengan menyesuaikan isi ajaran dengan konteks dan ralitas dalam masyarakat, yakni budaya. Lamp.
TWTM 2
4.3 Bahasan dan diskusi hasil penelitian