Definisi Legitimasi Bentuk legitimasi berdasar Budaya-Kognisi

mendalam dari sumber utamanya, yaitu Al- Qur’an dan Hadist serta literatur-literatur pendukungnya yang berbahasa Arab seperti Kitab Tafsir dan Syarah Hadits. Sebagai lembaga atau yayasan pendidikan di bawah naungan Nahdatul Ulama NU, MTs Ma’arif membelajarkan ke-NU-an untuk setiap peserta didik baik kelas VII, VIII, maupun kelas IX. Mata pelajaran ini masuk kurikulum inti pembelajaran yang setiap minggunya dibeban ajarkan 1 jam pelajaran untuk seluruh tingkatan kelas.

2.3.2 Ekstrakurikuler

Kurikulum pembelajaran tidak saja mencakup kurikulum intra intrakurikuler seperti yang telah tertulis diatas, melainkan juga kurikulum ekstra sekolah ekstrakurikuler. Ektrakurikuler atau kegiatan pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri d i MTs Ma’arif antara lain; Pramuka, Baca Tulis Alqur’an, Kaligrafi, Seni Rebana, Aplikasi Olahraga, PMR Palang Merah Remaja, dan Komputer

2.4. Konsep Legitimasi dalam Budaya

2.4.1 Definisi Legitimasi

Suchman N. Siregar, 2013 : 574 menjelaskan bahwa “Legitimacy is a generalized perception or assumtion that the action of an entity are desirable, proper or approriate within some socially constructed system of norms, value, beliefed, and defenitions ”. Dengan kata lain bahwa legitimasi adalah generalisasi persepsi atau asumsi bahwa tindakan tersebut sungguh diperlukan, tepat atau cocok dengan sistem konstruksi sosial yang meliputi norma, nilai, keyakinan dan defenisi. Legitimasi dapat dianggap sebagai menyamakan persepsi atau asumsi bahwa tindakan yang dilakukan oleh suatu entitas adalah merupakan tindakan yang diinginkan, pantas ataupun sesuai dengan sistem norma, nilai, kepercayaan dan definisi yang dikembangkan secara sosial Suchman dalam N. Siregar : 2013. Irawan mengutip teori-teori legitimasi dalam konteks pemerintahan menurut beberapa ahli dalam karya ilmiahnya, Coicaud 2002 menjelaskan bahwa legitimasi adalah pengakuan atas kebenaran dalam memerintah, sedangkan Johnson, et.al 2006 : 57 menjelaskan bahwa legitimasi merupakan konstruksi secara kolektif atas realitas sosial.

2.4.2 Bentuk legitimasi berdasar Budaya-Kognisi

Mengutip ulasan Irawan dalam Faktor-faktor yang menjadi Basis Legitimasi dalam Pelayanan, Legitimasi yang berdasarkan budaya-kognisi adalah kesesuaian dengan kepercayaan budaya secara luas dipegang dan praktek yang taken-for-granted diambil begitu saja Scott, 2001. Elemen kognitif dapat digambarkan sebagai aturan yang menentukan jenis aktor yang memungkinkan ada, apakah struktural fitur yang digunakan, prosedur apa mereka dapat mengikuti, dan apa makna yang berhubungan dengan tindakan ini. Sumber-sumber budaya-kognitif dalam legitimasi adalah asumsi yang taken-for-granted pada sistem sosial Scott, 2001, yang memiliki karakter informal. Menurut Suchman 1995, dimensi kultural-kognitif legitimasi yang paling halus dan paling kuat dan juga yang paling sulit untuk mendapatkan dan memanipulasi. Davis dan Greve 1997 : 6 menjelaskan bahwa pendekatan kognitif berfokus pada berbagi kerangka pemikiran shared frameworks atas penafsiran pelaku, yang memungkinkan mereka untuk memperoleh definisi umum dari situasi tertentu. Dengan demikian, legitimasi berasal dari mengadopsi kerangka acuan umum yang konsisten dengan yang berlaku dalam sistem sosial. Namun dalam perspektif kognitif atau budaya-kognisi tidak boleh dipahami secara keliru, karena fokus kajian bukan pada kognisi individual, tetapi pada realitas taken-for-granted konstruksi sosial yang memandu tindakan organisasi Zucker, 1977. Adapun dimensi yang digunakan ialah aturan rules yang pada dasarnya merupakan pengganti dari realitas sosial dan perumusan formulas yang berarti cara mendapatkan Ligero, 2011.

2.4.3 Legitimasi oleh Tokoh Masyarakat