yang kurang lengkap, dimana dengan susunan makanan seperti ini akan dapat menimbulkan kegemukan. Hal ini disebabkan karena akan lebih banyak karbohidrat
yang dikonsumsi dibandingkan dengan zat gizi lainnya, seperti vitamin dan mineral. Bertambahnya berat tubuh seseorang akibat mengkonsumsi makanan tertentu
sebenarnya tergantung pada banyaknya pangan tersebut menyumbang asupan energi dan banyaknya yang terbakar Rimbawan Albiner, 2004. Seperti pada penelitian
Meiningtias 2003 yang menyatakan bahwa ada hubungan antara pola makan karbohidrat dengan kegemukan, dan pola makan lemak dengan kegemukan. Hal ini
menunjukkan bahwa ketidakseimbangan antara konsumsi dengan pengeluaran energi dapat menyebabkan terjadinya penumpukan lemak dalam tubuh dan akhirnya
mengakibatkan kegemukan.
5.5.2. Hubungan Jumlah Energi dan Protein Yang Dikonsumsi Dengan Tingkat Kegemukan Pedagang Sayur
Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa pedagang sayur yang mengalami kegemukan di Lingkungan XIII Kelurahan Kwala Bekala terbanyak mempunyai
tingkat konsumsi energi dalam kategori sangat tinggi, yaitu sebanyak 38,3. Berdasarkan hasil tabulasi silang antara jumlah energi yang dikonsumsi dengan
tingkat kegemukan pedagang sayur dengan menggunakan uji chi-square menunjukkan bahwa Ho ditolak dimana p0,036
α 0,05, dimana ada hubungan yang signifikan antara jumlah energi yang dikonsumsi dengan tingkat kegemukan
pada pedagang sayur. Artinya, jumlah energi yang dikonsumsi turut menentukan tingkat kegemukan pada pedagang sayur di Lingkungan XIII Kelurahan Kwala
Bekala Medan. Hal ini dapat dilihat dari kebiasaan pedagang sayur yang
Universitas Sumatera Utara
mengonsumsi nasi sebagai bahan makanan pokok dalam porsi berlebihan, serta jenis sumber energi lainnya, seperti; roti dan mie selama berjualan di pasar. Di samping
itu, pedagang sayur juga mempunyai kebiasaan mengonsumsi minuman, seperti; teh manis, susu, dan kopi, dimana semua minuman tersebut mengandung gula dan
berdasarkan Daftar Komposisi Bahan Makanan DKBM menyatakan bahwa di dalam gula tersebut hanya mengandung kalori 364 kal tetapi tidak ada protein 0 g.
Dari hasil food recall 24 jam yang telah dilakukan juga dapat dilihat bahwa sebagian besar pedagang sayur sering mengkonsumsi jenis lauk pauk yang digoreng dan jenis
sayuran yang ditumis, dimana di dalam makanan tersebut terdapat minyak. Berdasarkan Daftar Komposisi Bahan Makanan dapat dilihat bahwa minyak
mengandung kalori yang tinggi 902 kal tetapi tidak ada protein 0 g. Dengan demikian kebiasaan seperti ini dapat meningkatkan jumlah energi di dalam tubuh dan
akhirnya dapat menyebabkan kegemukan pada pedagang sayur. Seseorang yang obesitas mempunyai status nutrisi yang melebihi kebutuhan
metabolisme karena kelebihan masukan energi dan atau penurunan penggunaan kalori energi. Artinya, masukan kalori tidak seimbang dengan penggunaannya yang
pada akhirnya berangsur-angsur berakumulasi meningkatkan berat badan Nurachmah, 2001.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pedagang sayur yang mengalami kegemukan di Lingkungan XIII Kelurahan Kwala Bekala terbanyak mempunyai
tingkat konsumsi protein dalam kategori cukup sesuai standar yaitu sebanyak 69,2. Berdasarkan hasil tabulasi silang antara jumlah protein yang dikonsumsi dengan
tingkat kegemukan pedagang sayur dengan menggunakan uji chi-square
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan bahwa Ho diterima dimana p0,425 α 0,05, dimana tidak ada
hubungan yang signifikan antara jumlah protein yang dikonsumsi dengan tingkat kegemukan pada pedagang sayur. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi protein tidak
turut menentukan tingkat kegemukan pada pedagang sayur. Hal ini kemungkinan disebabkan karena konsumsi energi pedagang sayur yang tinggi sehingga fungsi
protein sebagai pemberi tenaga sumber energi kurang berperan dalam meningkatkan berat badan kegemukan pada pedagang sayur. Dalam hal ini protein dalam tubuh
lebih berperan ke fungsinya sebagai zat pembangun bagi pemeliharaan jaringan tubuh.
5.6. Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Tingkat Kegemukan Pedagang Sayur