BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perkembangan yang pesat dalam bidang kehidupan manusia, yang meliputi bidang ekonomi, teknologi, sosial dan budaya serta bidang-bidang yang lain telah
membawa pengaruh yang besar bagi manusia itu sendiri. Kehidupan yang sulit dan kompleks dengan meningkatnya kebutuhan menyebabkan bertambahnya stressor
psikososial sehingga manusia tidak mampu menghindari tekanan tekanan hidup yang dialami. Kondisi kritis ini membawa dampak terhadap peningkatan kualitas maupun
kuantitas gangguan mental-emosional manusia Northouse, 1998. Gangguan jiwa merupakan salah satu masalah dalam upaya peningkatan
derajat kesehatan masyarakat di Indonesia. Di masyarakat ada stigma bahwa gangguan jiwa merupakan penyakit yang sulit disembuhkan, memalukan dan aib bagi
keluarganya. Pandangan lain yang beredar di masyarakat bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh guna-guna orang lain. Ada kepercayaan di masyarakat bahwa
gangguan jiwa timbul karena musuhnya roh nenek moyang masuk kedalam tubuh seseorang kemudian menguasainya Hawari, 2003.
Faktor penyebab terjadinya gangguan jiwa bervariatif tergantung pada jenis- jenis gangguan jiwa yang dialami. Secara umum gangguan jiwa disebabkan karena
adanya tekanan psikologis yang disebabkan oleh adanya tekanan dari luar individu maupun tekanan dari dalam individu.
Universitas Sumatera Utara
Skizofrenia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu gangguan psikiatrik mayor yang ditandai dengan adanya perubahan pada persepsi,
pikiran, afek, dan perilaku seseorang. Kesadaran yang jernih dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun defisit kognitif tertentu dapat
berkembang kemudian. Gejala skizofrenia secara garis besar dapat di bagi dalam dua kelompok, yaitu gejala positif dan gejala negatif. Gejala positif berupa delusi,
halusinasi, kekacauan pikiran, gaduh gelisah dan perilaku aneh atau bermusuhan. Gejala negatif adalah alam perasaan afek tumpul atau mendatar, menarik diri atau
isolasi diri dari pergaulan, ‘miskin’ kontak emosional pendiam, sulit diajak bicara, pasif, apatis atau acuh tak acuh, sulit berpikir abstrak dan kehilangan dorongan
kehendak atau inisiatif. Skizofrenia adalah suatu sindroma klinis yang bervariasi, dan sangat mengganggu. Manifestasi yang terlibat bervariasi pada setiap individu dan
berlangsung sepanjang waktu. Pengaruh dari penyakit skizofrenia ini selalu berat dan biasanya dalam jangka panjang Santrock, 1999.
Berdasarkan Laporan World Health Organization WHO tahun 2007, penderita tekanan psikologis ringan tidak membutuhkan pertolongan spesifik.
Penderita tekanan psikologis sedang sampai berat membutuhkan intervensi sosial dan dukungan psikologis dasar, sedangkan gangguan mental ringan sampai sedang
depresi, dan gangguan kecemasan yaitu gangguan mental berat depresi berat, gangguan psikotik memerlukan penanganan kesehatan mental yang dapat diakses
melalui pelayanan kesehatan umum dan pelayanan kesehatan mental komunitas
Universitas Sumatera Utara
Kaplan, 2002. Sementara menurut Maramis 2005 insiden skizofrenia di seluruh dunia diperkirakan antara 0,2 – 0,8 tiap 1000 penduduk.
Masalah kesehatan jiwa atau gangguan jiwa juga masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga SKRT Tahun 2007,
diketahui prevalensi gangguan jiwa per 1000 anggota rumah tangga terdapat 1401000 penduduk dan diperkirakan jumlahnya akan semakin naik dengan semakin
kompleksnya masalah yang ada di masyarakat Indonesia, khususnya masalah sosial ekonomi.
Laporan American Psychiatric Association selama kurun waktu 5 tahun terakhir menunjukkan bahwa prevalensi skizofrenia adalah 1 dari populasi
penduduk dunia menderita gangguan jiwa, sedangkan di Indonesia sekitar 1 hingga 2 dari total jumlah penduduk dan jumlah ini terus bertambah Notosoedirdjo, 2005.
Hal ini didukung oleh penelitian Priyanto 2007 bahwa prevalensi skizofrenia di negara berkembang dan negara maju adalah hampir relatif sama yaitu sekitar 20
dari jumlah penduduk dewasa dan begitu juga di Indonesia. Oleh karena itu siapa saja bisa terkena skizofrenia, tanpa melihat jenis kelamin, status sosial maupun tingkat
pendidikan. Usia terbanyak berdasarkan statistik adalah 15-30 tahun, namun pada imunologi dikenal juga penyakit skizofrenia yang dialami oleh anak-anak sekitar usia
8 tahun dan skizofrenia pada usia lanjut lebih dari 45 tahun. Berbagai bentuk kesalahan sikap masyarakat dalam merespon kehadiran
penderita gangguan jiwa terjadi akibat konstruksi pola berpikir yang salah akibat ketidaktahuan publik. Terdapat logika yang salah di masyarakat, kondisi mispersepsi
Universitas Sumatera Utara
tersebut selanjutnya berujung pada tindakan yang tidak membantu percepatan kesembuhan si penderita. Masyarakat cenderung menganggap orang dengan kelainan
mental sebagai sampah sosial Wicaksana, 2008. Telah banyak ditemukan obat-obatan psikofarmaka yang efektif yang mampu
mengendalikan gejala gangguan pada penderita gangguan jiwa seperti skizofrenia, artinya dengan pemberian obat yang tepat dan memadai penderita gangguan jiwa
berat, cukup berobat jalan. Sebenarnya kondisi di banyak negara berkembang termasuk Indonesia lebih menguntungkan dibandingkan negara maju, karena
dukungan Sosial Keluarga primary support groups yang diperlukan dalam pengobatan gangguan jiwa berat ini lebih baik dibandingkan di negara maju. Stigma
terhadap gangguan jiwa berat ini tidak hanya menimbulkan konsekuensi negatif terhadap penderitanya tetapi bagi juga anggota keluarga, meliputi sikap-sikap
penolakan, penyangkalan, disisihkan, dan diisolasi. Penderita gangguan jiwa mempunyai risiko tinggi terhadap pelanggaran hak asasi manusia Priyanto, 2007.
Penanganan skizofrenia harus dilakukan secara komprehensif melalui multi- pendekatan, khususnya pendekatan keluarga dan pendekatan petugas kesehatan
secara langsung dengan penderita, seperti bina suasana, pemberdayaan penderita gangguan jiwa dan pendampingan penderita skizofrenia agar mendapatkan pelayanan
kesehatan yang terus-menerus. Keluarga merupakan orang terdekat dari seseorang yang mengalami gangguan
kesehatan dalam keadaan sakit. Keluarga juga merupakan salah satu indikator dalam masyarakat apakah masyarakat sehat atau sakit Effendy, 1998. Perantugas keluarga
Universitas Sumatera Utara
dalam kesehatan yang dikembangkan oleh ilmu keperawatan dalam hal ini adalah ilmu kesehatan masyarakat Komunitas sangatlah mempunyai arti dalam
peningkatan dalam perantugas keluarga itu sendiri Friedman, 1998. Skizofrenia yang merupakan salah satu bentuk gangguan jiwa masih di
anggap sebagai penyakit yang memalukan, menjadi aib bagi penderita dan keluarganya. Persepsi masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa masih negatif,
mereka dipandang sebelah mata. Masyarakat menganggap penderita gangguan jiwa adalah sampah sosial, dihina dan dicaci maki, padahal mereka adalah manusia biasa
sama seperti kita, makhluk ciptaan Tuhan yang seharusnya mendapatkan penanganan dan diperlakukan sama seperti manusia yang lainnya. Sampai saat ini penanganan
skizofrenia baik di rumah maupun di rumah sakit belum memuaskan. Hal ini terutama terjadi di negara-negara sedang berkembang. Beberapa hal yang ditengarai menjadi
penyebabnya adalah ketidaktahuan keluarga dan masyarakat terhadap jenis gangguan jiwa ini, serta ada beberapa stigma mengenai skizofrenia ini Hawari, 2001. Hal
tersebut menunjukkan pengetahuan keluarga dan masyarakat tentang gangguan jiwa masih kurang. Padahal disisi yang lain keluarga mempunyai tugas untuk membuat
keputusan tindakan kesehatan yang tepat bagi anggota keluarga yang sakit Friedman, 1998.
Menurut Suryantha, seorang psikiater di sanatorium Dharmawangsa, dukungan Sosial Keluarga dan teman merupakan salah satu obat penyembuh yang
sangat berarti bagi penderita skizofrenia Anonim, 2008. Dukungan Sosial Keluarga terhadap pasien-pasien skizofrenia menjadi hal yang sangat penting dalam proses
Universitas Sumatera Utara
pencegahan kekambuhan selain obat-obatan dan terapi psikologi yang di berikan oleh dokter.
Terapi yang dapat diberikan pada pasien Skizofrenia beragam bentuknya. Terapi psikososial dimaksudkan agar pasien mampu kembali beradaptasi dengan
lingkungan sosial sekitarnya, mampu merawat diri dan tidak bergantung pada orang lain Hawari, 2007. Sedangkan pasien gangguan jiwa Skizofrenia yang berulang kali
kambuh dan berlanjut kronis serta menahun maka selain program terapi seperti tersebut diatas diperlukan program rehabilitasi Hawari ,2003.
Peran keluarga dalam mengenali masalah kesehatan yaitu mampu mengambil keputusan dalam kesehatan, Ikut merawat anggota keluarga yang sakit, memodifikasi
lingkungan, dan memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada sangatlah penting dalam mengatasi kecemasan pasien Friedman, 1998.
Salah satu upaya penting dalam pencegahan kekambuhan kembali adalah dengan adanya dukungan sosial keluarga yang baik, baik dalam perawatan maupun
dalam pendampingan penderita gangguan jiwa berobat. Rendahnya Dukungan sosial keluarga terhadap anggota keluarganya yang menderita gangguan jiwa dapat dilihat
dari tingginya angka penderita gangguan jiwa. Hal ini disebabkan masih dianggapnya penderita gangguan jiwa sebagai aib keluarga serta ketidakmampuan keluarga dalam
pentatalaksanaan penderita gangguan jiwa dalam keluarga Notosoedirjo, 2005. Bertambahnya penyandang masalah gangguan jiwa juga disebabkan belum
maksimalnya perawat dan dokter spesialis kejiwaan dalam merencanakan intervensi penyakit dengan mengikutsertakan keluarga pada setiap upaya pencegahan
Universitas Sumatera Utara
kekambuhan. Kesenjangan ini mengakibatkan angka kekambuhan yang cukup tinggi, seringkali pasien yang sudah dipulangkan kepada keluarganya beberapa hari,
kemudian kambuh lagi dengan masalah yang sama atau bahkan lebih berat. Tidak sedikitjuga keluarga yang menolak kehadiran pasien kembali bersamanya Rasmun,
2001. Selain dianggapnya pasien gangguan jiwa sebagai aib keluarga, rendahnya
peran keluarga dalam proses pencegahan kekambuhan pasien adalah ketidaktahuan keluarga mengenai tata laksana penderita gangguan jiwa. Hal ini dikarenakan
rendahnya pengetahuan keluarga, pendidikan yang rendah, serta kelemahan finansial dari keluarga tersebut untuk memberikan pelayanan gangguan jiwa dengan kualitas
yang baik Maslim, 1998. Berdasarkan hasil penelitian Kartiko 2009, menunjukkan bahwa dari 60
reponden penelitian, sebagian besar yaitu sebanyak 42 responden 70 pasien dengan skizofrenia yang menjalani rawat inap di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta
kurang mendapatkan dukungan yang memadai. Akibatnya keluarga tidak mengikuti proses perawatan pasien, dan kesan yang ada pada keluarga hanyalah perilaku pasien
sewaktu dibawa ke Rumah Sakit. Dari hasil survei pendahuluan yang dilakukan di Badan Layanan Umum
Daerah Rumah Sakit Jiwa Medan, didapat jumlah seluruh pasien gangguan jiwa yang dirawat di rumah sakit ini berjumlah 682 pasien, yang terdiri atas 295 pasien rawat
inap dan 387 pasien rawat jalan berobat jalan. Berdasarkan survei pendahuluan ini juga didapat 392 pasien mengalami gangguan skizofrenia yang berobat di rumah sakit
Universitas Sumatera Utara
ini pada Januari 2011 sampai Agustus 2011, dimana pasien skizofrenia yang rawat jalan berobat jalan berjumlah 312 pasien. Sekitar 94 pasien skizofrenia yang
berobat jalan 293 pasien datang dengan ditemani oleh keluarganya. Hal ini disebabkan keadaan pasien yang kurang stabil akibat skizofrenia. Selain itu, hal ini
juga menunjukkan bahwa pentingnya peran keluarga dalam proses pencegahan kekambuhan pasien berobat jalan di rumah sakit ini.
1.2. Permasalahan