Merokok sebagai faktor risiko terjadinya karsinoma nasofaring

bermutasi dapat dilisiskan dengan proses apoptosis. Jika mutasi terjadi pada bagian utama dalam gen-gen yang krusial, seperti pada RAS atau MYC onkogen atau TP53 atau CDKN2A tumor supresor gen, hasilnya dapat terjadi kehilangan kontrol regulasi pertumbuhan sel-sel normal dan terjadi pertumbuhan tumor. Nikotin dan karsinogen dapat juga berikatan secara langsung dengan reseptor beberapa sel, selanjutnya mengaktifasi protein kinase B AKT, protein kinase A PKA dan faktor-faktor lain. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya penurunan proses apoptosis, peningkatan angiogenesis dan peningkatan tranformasi sel. Bahan isi tembakau juga berisi promotor tumor dan kokarsinogen, yang dapat mengaktifkan protein kinase C PKC, aktivator protein 1 AP1 atau faktor lain, yang selanjutnya meningkatkan proses karsinogenesis Hecht, 2003.

c. Merokok sebagai faktor risiko terjadinya karsinoma nasofaring

Pada tahun 1986, International Agency for Research on Cancer IARC Working Group menemukan cukup bukti bahwa merokok dapat menyebabkan kanker pada manusia, dan disimpulkan bahwa merokok dapat menyebabkan tidak hanya kanker paru, tapi juga dapat terjadi pada saluran kemih, termasuk ginjal dan kandung kemih, saluran nafas bagian atas termasuk rongga mulut, faring, laring, esofagus, dan pankreas. Pada tahun 2002, Vineis et al 2004 menemukan terjadinya peningkatan risiko kanker sinonasal dan kanker nasofaring diantara para perokok, yang secara konsisten dilaporkan dalam beberapa penelitian kasus-kontrol, dengan tren positive dose-response berhubungan dengan banyaknya dan lamanya merokok. Merokok telah memberi gambaran sebagai faktor risiko yang cukup berarti untuk terjadinya kanker pada berbagai organ tubuh. Komponen isi rokok, termasuk nitrosamine dan formaldehide , juga menunjukkan rokok mempunyai potensi karsinogenik. Menghisap rokok akan memberi pajanan bahan karsinogenik yang ada di dalam rokok secara langsung terhadap nasofaring. Dengan demikian hubungan antara merokok dan KNF secara biologi cukup dapat diterima. Beberapa hasil penelitian yang meneliti hubungan antara merokok dan KNF menunjukkan hasil yang tidak sama. IBRAHIM IRSAN NASUTION : HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KARSINOMA NASOFARING, 2008. Namun, Lin et al 1971 di Taiwan, melaporkan adanya peningkatan risiko yang signifikan terjadinya KNF dengan peningkatan lamanya merokok. Hasil penelitian ini didukung oleh beberapa penelitian selanjutnya, akan tetapi beberapa penelitian yang lain menunjukkan hasil yang berlawanan tentang hubungan antara merokok dan KNF Cheng et al , 1999. Enzyme Cytochrome P450 2EI CYP2EI diketahui merupakan enzim aktivasi pada nitrosamine dan karsinogen lainnya yang mungkin terlibat dalam perkembangan terjadinya KNF. Hildesheim et al 1997 dalam penelitian case control mengemukakan bahwa asap rokok adalah sumber penting paparan nitrosamine sehingga memodulasi aktivitas CYP2EI, dan dia melihat efeknya sebagai faktor risiko pada KNF, dimana merokok mempunyai hubungan dan merupakan risiko terjadinya KNF. Vaughan et al 2000 menemukan bukti tentang hubungan antara risiko KNF dan potensi paparan formaldehyde yang lebih kuat pada para perokok. Diantara orang perokok dan mantan perokok, odds ratio dihubungkan dengan yang pernah bekerja pada pekerjaan yang terpapar formaldehyde OR 2,3, dibandingkan dengan orang- orang yang tidak pernah merokok OR 0,5.

d. Lama merokok dan jumlah rokok yang dikonsumsi