Sindrom retroparotidian terjadi akibat kelumpuhan n.IX,X,XI, dan XII. Manifestasi kelumpuhan ialah :
a. n.IX :Kesulitan menelan karena hemiparesis otot konstriktor superior
serta gangguan pengecap pada sepertiga belakang lidah. b. n.X
:Hiperhipoanastesi mukosa palatum mole, faring dan laring disertai gangguan respirasi.
c. n.XI
:Kelumpuhan atau atropi otot-otot trapezius, sternokleidomastoideus, serta hemiparesis palatum mole.
d. n.XII :Hemiparalisis dan atropi sebelah lidah.
Biasanya beberapa saraf otak terkena secara unilateral, tetapi pada beberapa kasus pernah ditemukan bilateral. Nervus VII dan VIII, karena letaknya
agak tinggi serta terletak dalam kanalis tulang, sangat jarang terkena tumor Sudyartono dan Wiratno, 1996.
3. Gejala akibat metastase jauh Sel-sel kanker dapat ikut mengalir bersama aliran getah bening atau
darah, mengenai organ tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring. Yang sering ialah tulang femur, hati dan paru. Hal ini merupakan stadium akhir dan
prognosis sangat buruk Sudyartono dan Wiratno, 1996; Ahmad, 2002.
2.2.10 Diagnosis
Bila dicurigai kemungkinan adanya karsinoma nasofaring, maka dilakukan rangkaian pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis dan stadium penyakit.
a. Anamnesis
Keluhan penderita karsinoma nasofaring sangat bervariasi. Pada stadium dini keluhan sering tidak menimbulkan kecurigaan atas adanya tumor ini. Keluhan
tersebut biasanya berupa keluhan telinga, hidung atau keduanya. Pada stadium lanjut, kecurigaan pada penyakit ini akan mudah timbul dan sering ditemukan ialah
pembesaran kelenjar limfe leher, gejala kelainan saraf kranial atau gejala akibat metastase jauh yang sangat berat dirasakan pasien Mulyarjo, 2002.
IBRAHIM IRSAN NASUTION : HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KARSINOMA NASOFARING, 2008.
b. Pemeriksaan nasofaring
Nasofaring merupakan daerah yang tersembunyai atau daerah buta. Karsinoma nasofaring biasanya berasal dari lapisan epitel fossa Rosenmuller,
biasanya bersembunyi di dekat muara tuba eustakhius
Mulyarjo, 2002. a. Pemeriksaan nasofaring secara konvensional adalah dengan menggunakan
kaca rinoskopi posterior, dengan atau tanpa menggunakan kateter. Pemeriksaan yang lebih sempurna adalah dengan menggunakan
nasofaringoskopi baik yang fleksibel maupun yang kaku Wei dan Sham, 1996.
b. Rinoskopi posterior tanpa menggunakan Kateter Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien dewasa yang tidak sensitif. Tumor
yang tumbuh eksofitik dan sudah agak besar akan tampak dengan mudah Ahmad, 2002; Mulyarjo, 2002.
c. Rinoskopi posterior menggunakan kateter Dua buah kateter dimasukkan masing-masing kedalam rongga hidung kanan
dan kiri. Setelah tampak di orofaring, ujung kateter terebut dijepit dengan pinset dan ditarik keluar selanjutnya disatukan dengan masing-masing ujung
kateter yang lainnya. Kedua ujung ini ditarik dengan kuat agar palatum mole terangkat ke atas sehingga rongganya menjadi luas, selanjutnya dikunci
dengan klem. Dengan kaca besar kaca laring, rongga nasofaring tampak dengan jelas. Adanya kelainan yang minimal akan mudah tampak. Selanjutnya
dengan tang biopsi, daerah yang dicurigai diambil Chew, 1997; Ahmad, 2002; Mulyarjo, 2002.
d. Nasofaringoskopi 1. Nasofaringoskopi kaku
Alat yang digunakan terdiri dari teleskop dengan sudut bervariasi yaitu sudut 0, 30, dan 70 derajat dan tang biopsi yang membuka ke kanan atau ke kiri Chew,
1997.
IBRAHIM IRSAN NASUTION : HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KARSINOMA NASOFARING, 2008.
Nasofaringoskopi dapat dilakukan dengan cara : transnasal teleskop
dimasukkan melalui hidung dan transoral teleskop dimasukkan melalui rongga mulut.
2. Nasofaringoskopi lentur Alat ini bersifat lentur dengan ujungnya dilengkapi alat biopsi. Biopsi massa
tumor dapat dilakukan dengan melihat langsung sasaran Wei dan Sham, 1996.
e. Biopsi nasofaring
Obat anastesi lokal disemprotkan ke daerah nasofaring dan orofaring. Melalui tuntunan rinoskopi posterior dengan menggunakan kateter, daerah yang
dicurigai diambil dengan tang biopsi. Biopsi dapat juga dilakukan melalui tuntunan nasofaringoskopi kaku dengan cunam yang terdapat dalam perangkat
ini. Eksplorasi nasofaring bisa juga dilakukan dengan anastesi umum Hold et
al , 1993; Wei dan Sham, 1996.
f. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi pada penderita yang dicurigai menderita karsinoma bertujuan untuk memperkuat kecurigaan adanya tumor di daerah nasofaring,
menentukan lokasi tumor yang dapat membantu dalam melakukan biopsi yang tepat dan menentukan luas penyebaran tumor ke jaringan sekitarnya.
Pemeriksaan radiologi yang dilakukan adalah : foto polos nasofaring dan dasar tengkorak dan
CT scan nasofaring. Pada karsinoma nasofaring yang tumbuh
secara endofitiksubmukosa dapat dideteksi dengan CT scan
. Disamping itu pemeriksaan ini dapat mengetahui penyebaran tumor ke jaringan sekitarnya
yang belum terlalu luas. Magnetic Resonance Imaging
MRI merupakan suatu
sarana pemeriksaan diagnostik yang terbaru dan canggih yang tidak menggunakan sinar X tetapi dengan menggunakan medan magnit dan
gelombang radio untuk menghasilkan gambar Wei dan Sham, 1996. Bone
Scintigraphy, jika dicurigai adanya metastase tulang, selanjutnya diikuti dengan
foto lokal pada tulang yang dicurigai pada bone scantigraph
Brennan, 2006.
IBRAHIM IRSAN NASUTION : HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KARSINOMA NASOFARING, 2008.
USG hepar, jika dicurigai metastase ke hati Her, 2001.
Positron Emission Tomography PET,
merupakan pemeriksaan yang paling sensitif untuk mendeteksi adanya tumor residual atau rekuren pada nasofaring Wei dan
Sham, 2005.
c. Pemeriksaan patologi anatomi