rokok kretek 81,34 yaitu rokok yang berisi campuran tembakau dengan cengkeh Caldwell, 2001.
Asap rokok mengandung lebih dari 4000 bahan campuran dan dalam analisis kimia diketahui telah teridentifikasi sedikitnya 50 jenis kasinogen. Dari penelitian yang
ada, karsinogen yang telah teridentifikasi diantaranya adalah polycyclic aromatic
hydrocarbons PAHs, nitrosamines, aromatic amines, aza-arenes, aldehydes, various organic compounds, inorganic compounds;
seperti hydrazine
dan beberapa logam, dan beberapa radikal bebas Haugen, 2000; Drastyawan et al, 2001; Port
et al , 2004.
Selain komponen gas ada komponen padat atau partikel yang terdiri dari nikotin dan tar. Tar mengandung bahan karsinogen, sedangkan nikotin bukan
karsinogen Pfiefer et al
,2002, tapi merupakan bahan adiktif yang menimbulkan ketergantungan atau kecanduan Aditama, 2001.
Hubungan antara merokok dan KNF telah banyak diteliti di daerah geografik dengan insiden tinggi dan sedang, seperti di China Selatan dan sebagian daerah di Asia
Tenggara. Hasil dari penelitian-penelitian tersebut bervariasi, ada yang mempunyai hubungan dan ada yang tidak mempunyai hubungan Zhu
et al , 1995.
Selama tahun 1950, mulai terbukti dengan cukup jelas bahwa merokok tembakau sebagai zat karsinogen. Di akhir tahun 1950 tersebut, bukti yang meyakinkan
tentang hubungan merokok dengan kanker paru dan kanker-kanker lainnya telah diperoleh dari penelitian-penelitian kasus kontrol dan kohort, dan karsinogen telah
teridentifikasi dalam asap rokok tembakau. Asap rokok dapat menyebabkan terjadinya tumor ketika tar asap rokok tersebut dioleskan pada kulit tikus percobaan. Pada dekade
sebelumnya, jumlah kematian akibat merokok meningkat tajam, dimana gambaran ini terjadi pada perokok-perokok berat Sasco
et al , 2004; Vinies
et al , 2004.
b. Merokok dan kanker.
Karsinogenesis adalah suatu studi tentang asal muasal kanker. Penelitian pada sistem biologi dapat dilakukan untuk menghasilkan suatu observasi yang dapat
mengetahui tentang tahap-tahap yang terjadi pada perubahan dari sel normal menjadi
IBRAHIM IRSAN NASUTION : HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KARSINOMA NASOFARING, 2008.
sel kanker. Dugaan hubungan antara penggunaan tembakau dan kanker telah dikemukakan oleh Hill Marshal, 1993. Potensi bahan karsinogen di dalam asap rokok
dan hubungannya dengan kanker dapat dievaluasi dengan cara yang bervariasi, akan tetapi sangatlah penting untuk mempertimbangkan komponen-komponen yang ada di
dalam asap rokok tersebut dan kemampuannya untuk menginduksi tumor dalam percobaan pada hewan. Pfiefer
et al , 2002.
Bukti yang ada sekarang menunjukkan bahwa asap tembakau adalah campuran bahan karsinogen yang multipoten. Dengan kemajuan dalam biokimia dan
biologi molekuler telah dilakukan riset-riset untuk mengukur bahan-bahan metabolit rokok dalam cairan dan organ tubuh yang berbeda, untuk mengukur karsinogen-protein
dan karsinogen-DNA, dan untuk mengidentifikasi kerusakan genetik mutasi atau penyimpangan kromosom yang berhubungan dengan merokok Venies
et al , 2004.
Pada kanker paru, terdapat bukti yang mengindikasikan bahwa bahan karsinogen
polycyclic aromatic amines PAHs dan
nitrosamines adalah bahan yang
sangat penting dalam menginduksi kanker paru. Bahan tersebut merupakan karsinogen yang kuat, dan jumlahnya relatif banyak di dalam tembakau. Selanjutnya, penelitian ini
menunjukkan bahwa jaringan paru manusia dapat memetabolisme PAHs menjadi metabolit yang reaktif, dimana dapat berinteraksi dengan DNA, membentuk DNA yang
mutagen. Terbentuknya DNA mutagen adalah suatu permulaan dalam proses karsinogenesis. Konsentrasi
nitrosamines yang ditemukan didalam tembakau relatif
tinggi, dan pada perokok berat mempunyai tingkat keterpaparan yang tinggi terhadap nitrosamines
. Penamaan tobacco spesific N-nitrosamines
TSNA, secara prinsip 4
methylnitrosamino -3-3-
Pyridyl -1-
butanone NNK, adalah bahan karsinogen yang
sangat kuat pada saluran napas yang teridentifikasi di dalam produk rokok Haugen, 2000.
Pada asap rokok terdapat logam-logam yang relatif banyak. Sedikitnya 30 logam telah teridentifikasi. Kromium, kadmium dan nikel terdapat di dalam asap rokok.
Yang pasti logam-logam tersebut diketahui sebagai bahan karsinogen. Bukti eksperimen mengindikasikan banyak bahan logam adalah efektif sebagai inisiator dalam proses
IBRAHIM IRSAN NASUTION : HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KARSINOMA NASOFARING, 2008.
karsinogenesis, tapi dapat juga menjadi promotor yang potensial selama proses karsinogenesis Haugen, 2000.
Ivy dari Universitas Illinois Amerika Serikat yang telah bertahun-tahun menyelidiki rokok, menemukan bahwa orang yang merokok sebungkus perhari selama
10 tahun, menghirup sekitar 7 liter tar dalam jangka waktu tersebut Caldwell, 2001. Selanjutnya pernyataan tersebut dikaji ulang oleh Graham dan Wynder.
Mereka mengecat punggung tikus dengan tar tembakau. Eksperimen ini sebenarnya sudah pernah dilakukan oleh peneliti lain, tetapi tidak menghasilkan kesimpulan yang
meyakinkan. Menurut kedua peneliti ini, penyebabnya adalah pada penelitian yang terdahulu tidak dikerjakan dalam waktu yang lama, sehingga sebelum hasilnya terlihat
penelitian sudah dihentikan. Kali ini Graham dan Wynder akan menyempurnakan penelitian itu, dengan menggunakan larutan tar yang lebih pekat dan periode percobaan
yang lebih panjang. Tar yang mereka gunakan diambil dari asap rokok yang dihasilkan oleh sebuah mesin yang mampu menghisap 60 batang rokok sekaligus. Tar yang sudah
dikumpul dilarutkan oleh suatu pelarut, kemudian dioleskan pada punggung tikus yang telah dicukur terlebih dahulu, tiga kali dalam seminggu. Selama dua bulan pertama,
secara bertahap mereka menaikkan kadar larutan tar sebesar tiga kali dari kadar sebelumnya. Pada pekan ke-42, seekor tikus memperlihatkan gejala awal penyakit
kanker. Memasuki pekan ke-72, rata-rata setiap tikus telah terserang kanker Caldwell, 2001.
Brennan et al
1991 dalam penelitiannya tentang hubungan antara merokok dan mutasi gen
p53 pada karsinoma sel skuamosa di kepala dan leher menyatakan
bahwa dari sediaan tumor 129 penderita karsinoma sel skuamosa di kepala dan leher, didapati mutasi gen
p53 yang mempunyai hubungan kuat dengan merokok.
Dalam analisis penelitian lainnya mendapatkan bahwa perokok merupakan major risk factor
untuk terjadinya kanker di kepala dan leher. Penelitian ini menunjukkan hasil yang signifikan yang membandingkan perokok dengan bukan perokok, dimana
kemungkinan perokok menderita kanker kepala dan leher sangat besar Daly, 1993. Juga didapatkan hubungan antara lama merokok dan banyaknya rokok yang
IBRAHIM IRSAN NASUTION : HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KARSINOMA NASOFARING, 2008.
dikonsumsi dengan tren positive dose-respons relationship
Uzcudun et al
, 2002; Sasco et al
, 2004; Pinar et al
, 2007. Pada hasil penelitian lainnya didapatkan bahwa risiko terjadinya kanker pada faring lebih besar jika dihubungkan dengan lama merokok,
dibandingkan hubungan risiko dengan banyaknya rokok yang dikonsumsi Pelucchi et
al , 2006.
Berikut ini ditampilkan skema tentang hubungan adiksi nikotin dan kanker paru yang berkaitan dengan bahan karsinogen di dalam asap rokok. Dimana skema yang
hampir sama dapat dipertimbangkan untuk kanker-kanker lain yang mempunyai hubungan dengan rokok Hecht, 2003.
Skema ini menggambarkan peran utama perubahan DNA dalam proses karsinogenesis. Dalam skema ini, nikotin menyebabkan sifat adiksi ingin terus merokok
dan menyebabkan pajanan kronis terhadap bahan karsinogen. Karsinogen secara metabolik dapat diaktifkan untuk bereaksi dengan DNA, membentuk produk kovalen
gabungan yang disebut DNA yang berubah DNA adducts
. Bersaing dengan proses metabolik ini, proses detoksifikasi produk karsinogen gagal untuk diekskresikan. Jika
DNA yang berubah tersebut dapat diperbaiki repair
oleh enzim perbaikan selular, DNA akan kembali kebentuk normalnya. Akan tetapi jika perubahan terus berlangsung
selama replikasi DNA, kegagalan pengkodean DNA dapat terjadi, yang cenderung untuk menjadi mutasi permanen dalam urutan DNA. Sel-sel dengan DNA rusak atau
IBRAHIM IRSAN NASUTION : HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KARSINOMA NASOFARING, 2008.
bermutasi dapat dilisiskan dengan proses apoptosis. Jika mutasi terjadi pada bagian utama dalam gen-gen yang krusial, seperti pada
RAS atau
MYC onkogen atau
TP53 atau
CDKN2A tumor supresor gen, hasilnya dapat terjadi kehilangan kontrol regulasi
pertumbuhan sel-sel normal dan terjadi pertumbuhan tumor. Nikotin dan karsinogen dapat juga berikatan secara langsung dengan reseptor beberapa sel, selanjutnya
mengaktifasi protein kinase B AKT,
protein kinase A PKA dan faktor-faktor lain. Hal
ini dapat menyebabkan terjadinya penurunan proses apoptosis, peningkatan angiogenesis dan peningkatan tranformasi sel. Bahan isi tembakau juga berisi promotor
tumor dan kokarsinogen, yang dapat mengaktifkan protein kinase C PKC,
aktivator protein 1 AP1
atau faktor lain, yang selanjutnya meningkatkan proses karsinogenesis Hecht, 2003.
c. Merokok sebagai faktor risiko terjadinya karsinoma nasofaring