C. Perkembangan Pengakuan Anak Di Luar Perkawinan Menurut Hukum Positif
Sejak diundangkannya UUP 1974 seorang anak yang dilahirkan diluar
perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya sebagaimana diatur dalam Pasal 43 UUP 1974. Ketentuan ini menyebabkan anak-
anak yang dilahirkan diluar perkawinan tidak mempunyai hubungan perdata dengan bapaknya orangtua laki-lakinya. Akibat hukumnya anak-anak yang dilahirkan di
luar perkawinan tentu tidak memiliki hak keperdataan atas apa-apa yang dipunyai bapaknya yang singkatnya tidak mempunyai hubungan waris dengan orang tua laki-
lakinya. Tolak ukur dari anak yang lahir di luar perkawinan tentu ukurannya sesuai dengan rumusan mengenai perkawinan itu sendiri menurut UUP 1974 , dimana
menurut ketentuan UUP1974 perkawinan itu sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu dan tiap-tiap perkawinan dicatat
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
190
Sekalipun suatu perkawinan itu sah tetapi bila tidak dicatatkan, maka anak yang lahir dari perkawinan yang sah yang tidak dicatatkan itulah yang digolongkan
anak yang lahir diluar perkawinan. Anak yang lahir diluar perkawinan itu lazimnya hasil suatu perkawinan di bawah tangan, bahkan kemudian populer juga disebut
kawin sirri. Tidak sedikit persoalan yang muncul dalam masyarakat yang bersumber
190
Boy Yendra Tamin, “Tentang Kedudukan Anak Diluar Perkawinan Perkawinan Bawah Tangan Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No.46PUU-
VIII2010”, http:boyyendratamin.blogspot.com201203kedudukan-anak-diluar-perkawinanan.html
, diakses pada tanggal 25Juli 2013 Pkl. 18.30 wib.
Universitas Sumatera Utara
dari perkawinan dibawah tangan, termasuk pengakuan terhadap seorang anak yang lahir di luar perkawinan. Meskipun disisi lain ada yang menerima keadaan serupa itu
apa adanya, walaupun dari segi formalitas hukum, anak-anak yang lahir di luar perkawinan mengalami kesulitan dalam memahami statusnya.
191
Pro-kontra terhadap keberadaan atau status anak yang lahir di luar perkawinan sudah berlangsung sejak lama dan sejumlah ahli telah memberikan pandangannya,
dengan hilangnya hubungan keperdataan antara anak yang lahir di luar perkawinan dengan orang tua laki-lakinya. Namun berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 46PUU-VIII2010 tanggal 12 Februari 2012, terjadi perubahan yang mendasar. Pertimbangan putusan Nomor 46PUU-VIII2010 tanggal 12 Februari
2012, Mahkamah Konstitusi berpendirian, “Bahwa hubungan anak dengan seorang laki-laki sebagai bapak tidak semata-
mata karena adanya ikatan perkawinan, akan tetapi dapat juga didasarkan pada pembuktian adanya hubungan darah antara anak dengan laki-laki tersebut sebagai
bapak”. Pendirian Mahkamah Konstitusi tersebut jelas merupakan suatu koreksi
mendasar terhadap UUP1974 yang tidak hanya sebatas soal hubungan keperdataan antara anak yang lahir diluar perkawinan, tetapi sebenarnya menyentuh eksistensi
seorang anak. Artinya adalah naif apabila seorang anak tidak ada bapaknya atau tidak jelas bapaknya, apalagi jika keberadaan seorang anak itu hanya sebatas soal lahir
diluar perkawinan dengan acuan perkawinan orang tuanya tidak tercatat dilembaga
191
Ibid
Universitas Sumatera Utara
pencatatan perkawinan. Meskipun Mahkamah Konstitusi telah memberikan putusan yang mendasar atas keberadaan anak-anak yang lahir di luar perkawinan, namun
putusan Mahkamah Konstitusi itu tidak hanya memberi jalan keluar atas masalah yang dihadapi anak-anak yang lahir di luar perkawinan, dan tentu tidak pula harus
diartikan sebagai stimulant bagi terus terjadinya perkawinan dibawah tangan.
192
Pemerintah dalam konteks ini, sudah seharusnya merevisi UUP 1974 terutama berkaitan dengan pengaturan terhadap perkawinan dibawah tangan yang tidak lagi
disangkutkan dengan hubungan keperdataan dengan orangtuanya, terutama orang tua laki-laki dari si-anak. Artinya sepanjang perkawinan di bawah tangan harus diberi
saluran sehingga sampai pada proses pencatatan dan tidak terhenti hanya sebatas perkawinan yang sah saja sebagaimana terjadi selama ini.
193
Perkara Nomor 46PUU- VIII2010 menjadi salah satu putusan Mahkamah Konstitusi yang mempunyai
implikasi yang sangat besar terhadap UUP 1974 khususnya yang berkaitan dengan adanya hubungan keperdataan anak dari hubungan di luar nikah terhadap ayah
biologis.
194
Tetapi sebelum keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46PUU- VIII2010 ada juga kasus dengan nomor perkara 17.PdtP2010PN.WNP yang
mengajukan permohonan untuk pengakuanpengesahan anak, dalam Permohonan Pemohon Ferry Andung Pilidisebut sebagai Pemohon-I, dan Hermina Djara Bonga,
selanjutnya disebut sebagai Pemohon-II.
192
Taufiqurrohman Syahuri,Op.Cit, hal. 192
193
Ibid
194
Ibid
Universitas Sumatera Utara
Para pemohon adalah suami isteri yang telah menikah secara sah pada tanggal 19 Mei 2010 dengan nomor Akta Perkawinan Nomor 01GKIIJMKCS-V2010.
Tetapi sebelum menikah secara gereja para pemohon telah dikarunia 1 satu orang anak perempuan yang telah lahir di Payeti pada tanggal 02 Mei 2006 yang bernama
Amanda Crostarossa Gloria. Walaupun para pemohon telah melangsungkan perkawinan tetapi anak pasangan tersebut tetap dikatakan sebagai anak luar kawin.
Secara biologis anak tersebut adalah anak para pemohon, dan demi masa depan dan kepastian hukum maka para pemohon berkehendak mengajukan permohonan
untuk pengakuanpengesahan anak di dalam perkawinan yang sah para pemohon. Maka berdasarkan alasan inilah maka para pemohon mengajukan permohonan guna
mendapatkan penetapan dari Pengadilan Negeri Waingapu, yang memeriksa surat pemohon dengan nomor perkara 17 PdtP2010PN.WNP.
Berdasarkan alasan-alasan dan bukti-bukti yang diajukan oleh para Pemohon memohon kiranya Pengadilan Negeri Waingapu berkenan memeriksa dan mengadili
para Pemohon ini kemudian menjatuhkan PutusanPenetapan yang berbunyi mengabulkan Permohonan para Pemohon, menetapkan bahwa anak perempuan yang
bernama Amanda Crostarossa Gloria lahir di Payeti yang lahir di luar perkawinan pada tanggal 09 Mei 2010 dengan nomor Akta Perkawinan 01GKIIJMKCS-
V2010, menjadi anak sah dalam perkawinan tersebut, membebankan kepada para Pemohon segala biaya yang timbul akibat Permohonan ini.
Universitas Sumatera Utara
Sehingga dari penjelasan diatas terlihat bahwa untuk meminta kejelasan status seorang anak yang lahir di luar perkawinan dan demi masa depan juga kehidupan
anak tersebut yang secara biologis anak tersebut adalah anak kandung para Pemohon, maka para Pemohon mengajukan permohonan untuk pengakuanpengesahan anak
didalam perkawinan yang sah dari para Pemohon. Dengan memperhatikan ketentuan K.U.H.Perdata,Rbg. serta peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan
dengan permohonan dimaksud maka hakim menetapkan mengabulkan permohonan para Pemohon seluruhnya, menghukum para Pemohon untuk membayar biaya
permohonan yang ditetapkan sebesar Rp. 116.000,- seratus enam belas ribu rupiah. Selanjutnya ada kasus setelah keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
46PUU-VIII2010 dimana hakim yang memutuskan perkara tersebut dengan memakai acuan putusan Mahkamah Konstitusi tersebut. Kasus dengan nomor perkara
49Pdt.G2012PTA Bdg. Dalam hal ini Pengadilan Tinggi Agama Bandung telah memeriksa dan mengadili perkara perdata pada tingkat banding, dalam persidangan
Majelis Hakim telah menjatuhkan putusan sebagai berikut antara Pembanding
195
195
Nama tidak dibuat dalam putusan.
, berdomisili di Kota Depok yang mana sebelumnya telah terdaftar di kepaniteraan
Pengadilan Agama Depok dengan nomor register 273RSK14352010PA.Dpk tanggal 09 Agustus 2011 semula sebagai Tergugat sekarang Pembanding.Melawan,
Universitas Sumatera Utara
Terbanding, berdomisili di Kota Depok yang mana sebelumnya Penggugat sekarang Terbanding.
196
Termuat dalam putusan Pengadilan Agama Depok tanggal 03 Agustus 2011 dengan nomor 1435Pdt.G2010PA.Dpk yang amarnya berbunyi sebagai berikut :
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menjatuhkan talak satu bain sughra, Tergugat terhadap Penggugat;
3. Memerintahkan Panitera untuk mengirim salinan putusan ini yang telah
berkekuatan tetap kepada Pegawai Pencatat Nikah pada Kantor Urusan Agama Kec.Pancoran Mas dan Kantor Urusan Agama Kec. Cimanggis Kota Depok;
4. Menyatakan gugatan Penggugat untuk selainnya tidak diterima N.O;
5. Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara ini sejumlah Rp. 516.000,-
lima ratus enam belas ribu rupiah. Setelah membaca Akta Permohonan Banding yang dibuat oleh Panitera
Pengadilan Agama Depok tanggal 09 Agustus 2011 nomor 1435Pdt.G2010PA.Dpk, permohonan banding tersebut telah diberitahukan kepada
pihak lawannya pada tanggal 23 Agustus 2011, kemudian mengajukan memori banding tanggal 26 Agustus 2011 yang diterima oleh Pengadilan Agama Depok
tanggal 27 September 2011 dan telah diserahkan memori banding tersebut kepada Terbanding tanggal 12 Oktober 2011 atas memori banding Terbanding
menyampaikan kontra memori banding tertanggal 04 November 2011 yang telah
196
Nama tidak dibuat dalam putusan.
Universitas Sumatera Utara
diterima oleh wakil Panitera Pengadilan Agama Depok tanggal 08 November 2011, Kontra Memori Banding tersebut telah diberitahukan kepada pihak Pembanding
tanggal 24 Januari 2012. Para pihak yang berpekara telah diberi kesempatan dengan patut untuk
memeriksa dan mempelajari berkas perkara Inzage sebelum dikirim ke Pengadilan Tinggi Agama Bandung ternyata Pembanding tidak melakukan hal tersebut
sedangkan Terbanding telah melakukan Inzage sesuai surat keterangan Wakil Panitera Pengadilan Agama Depok tanggal 15 November 2011.
Adapun tentang hukumnya, oleh karena permohonan banding yang diajukan oleh Pembanding telah diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara-cara
sebagaimana menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka permohonan banding tersebut harus dapat diterima. Setelah Pengadilan Tinggi
Agama mempelajari dan meneliti dengan seksama berkas perkara yang terdiri dari Berita Acara Persidangan pengadilan tingkat pertama, surat-surat bukti dan surat-
surat lainnya yang berhubungan dengan perkara ini serta keterangan saksi-saksi yang diajukan oleh pihak yang berpekara, salinan resmi putusan Pengadilan Agama Depok
tanggal 03 Agustus 2011 nomor 1435Pdt.G2010PA.Dpk dan setelah pula memperhatikan pertimbangan hukum Majelis Hakim tingkat pertama, memori
banding dari Pembanding dan kontra memori banding dari Terbanding, maka Pangadilan Tinggi Agama memberikan pertimbangan, bahwa sehubungan dengan
gugatan PenggugatTerbanding, Majelis Hakim tingkat pertama telah menjatuhkan putusan yang pada pokoknya mengabulkan gugatan tersebut sebagian dan tidak
Universitas Sumatera Utara
menerima selebihnya. Atas putusan tersebut TergugatPembanding telah mengajukan keberatannya sebagaimana yang tersebut dalam memori bandingnya itu, terlepas dari
keberatan yang dikemukakan oleh TergugatPembanding atas putusan Majelis Hakim tingkat pertama yang telah menceraikan perkawinannya dengan
PenggugatTerbanding dengan melampirkan surat pernyataan PenggugatTerbanding tertanggal 24 Juni 2011 yang isi pokoknya adalah ingin mencabut gugatan cerainya,
bahwa selain surat pernyataan tersebut bertentangan dengan sikap PenggugatTerbanding dipersidangan tanggal 03 Agustus 2011 yang tetap pada
pendiriannya tersebut. Dari kenyataan yang demikian maka Pengadilan Tinggi Agama sependapat dengan kesimpulan Majelis Hakim tingkat pertama yang
menganggap bahwa gugatan PenggugatTerbanding tersebut telah cukup alasan sebagaimana yang dimaksud oleh Peraturan Perundang-undangan yang berlaku, yang
dalam hal ini setidak-tidaknya adalah Pasal 19 f Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo Pasal 116 f Kompilasi Hukum Islam.
Menimbang bahwa atas dasar pertimbangan sebagaimana tersebut diatas serta sejalan pula dengan :
1. Yurisprudensi Mahkamah Agung RI nomor 1287KSIP1995 tanggal 24 April
1997 yang mengandung abstraksi hukum bahwa bilamana suami isteri dalam kehidupan rumah tangga telah terjadi percekcokan secara terus menerus semua
usaha perdamaian yang dilakukan tidak berhasil menyatukan mereka lagi, maka fakta yang demikian itu seharusnya ditafsirkan bahwa hati kedua belah pihak
suami isteri tersebut telah pecah sehingga telah memenuhi ketentuan Pasal 19 f Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975;
2. Sesuai dengan yang dikemukan oleh As Syaukani dalam kitabnya Nailul Author
juz 6 halaman 366 yang diambil alih oleh Pengadilan Tinggi Agama sebagaimana pendapatnya sendiri yang berbunyi sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
“Bagi seorang isteri tidak boleh melepaskan diri dari ikatan perkawinan dengan suaminya kecuali jika ia dapat menunjukkan alasan yang membolehkannya seperti
halnya karena mu’sir tidak mampunya seorang suami dalam hal memberi nafkah atau karena ada aib cacat yang membolehkannya fasakh dan demikian pula jika
isteri telah membenci suaminya dengan kebencian yang sangat”, maka Pengadilan Tinggi Agama menganggap bahwa putusan a quo telah tepat dan benar karenanya
haruslah dikuatkan.
Berdasarkan pengakuan PenggugatTerbanding dan TergugatPembanding bahwa anak tersebut adalah anak kedua belah pihak yang telah lahir sebelum kedua
belah pihak secara resmi melaksanakan pernikahan, maka anak tersebut adalah anak yang dilahirkan diluar perkawinan. Sesuai dengan Pasal 43 1 Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang mengatur kedudukan anak yang dilahirkan di luar perkawinan yang menyatakan bahwa anak yang dilahirkan di luar
perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya, setelah dilakukan judicial review, Mahkamah Konstitusi Nomor 46PUU-VIII2010
tanggal 17 Februari 2012 menyatakan bahwa Pasal 431 Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 harus dibaca “Anak yang dilahirkan di luar
perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan ilmu pengetahuan dan
teknologi danatau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya”.
Sekalipun secara hukum anak tersebut adalah anak di luar kawin dan setidak- tidaknya sebagaimana yang di atur dalam Pasal 100 Kompilasi Hukum Islam, bahwa
antara anak dan ayah biologisnya tidak ada hubungan nasab, akan tetapi sangat wajar
Universitas Sumatera Utara
dan bahkan pada tempatnya jika TergugatPembanding sebagai ayah biologisnya ikut bertanggungjawab memelihara, mengasuh dan mendidik anak tersebut.
Kenyataannya sejak dilahirkan lebih kurang 8 delapan bulan sebelum pernikahan dilangsungkan hingga sekarang anak tersebut telah dirawatdiasuh oleh
TergugatPembanding dan orang tuanya dengan penuh tanggung jawab, sedangkan PenggugatTerbanding sekalipun sebagai ibu kandung dari anak tersebut, telah tega
menyerahkan atau setidak-tidaknya membiarkan anak tersebut dirawat dan diasuh oleh TergugatPembanding yang adalah sebagai ayah biologisnya sejak dilahirkan
sebelum dilakukan pernikahan, dan hingga sekarang TergugatPembanding sendiri juga tidak bisa menunjukkan hal-hal negatif yang berkaitan dengan pelaksanaan
pemeliharaanpengasuhan anak tersebut, maka demi kepentingan anak sebagaimana yang dimaksud oleh Pasal 41 a Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974
yang antara lain menyatakan “Bahwa ibu dan bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak...” dan Pasal
4 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang menyatakan “Bahwa setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh berkembang dan
berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Pengadilan Tinggi Agama
berpendapat bahwa dengan tanpa mengurangi hak PenggugatTerbanding untuk ikut memelihara dan mendidik anaknya tersebut, hak penguasaan, pemeliharaan,
pengasuhan dan pendidikan anak tersebut lebih tepat berada ditangan
Universitas Sumatera Utara
TergugatPembanding, karenanya gugatan PenggugatTerbanding yang mengenai hal tersebut haruslah ditolak.
Atas dasar pertimbangan tersebut maka putusan a quo harus dibatalkan dan kemudian Pengadilan Tinggi Agama akan mengadili sendiri sebagaimana yang akan
disebut dalam amar putusan ini, juga menimbang bahwa kemudian tentang biaya perkara, maka berdasarkan maksud Pasal 89 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1989 telah diubah pertama dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 biaya perkara dalam
tingkat pertama harus dibebankan kepada PenggugatTerbanding sedangkan pada tingkat banding dibebankan kepada TergugatPembanding.Demikianlah diputus
dalam sidang permusyawaratan Majelis Hakim Pangadilan Agama Bandung pada tanggal 15 Maret 2012.
Sehingga dari penjelasan di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa dalam kasus ini hanya memperebutkan hak anak asuh saja, dan hakim mengacu kepada
putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46PUU-VIII2010 dan UUP Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan juga UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan
anak. Yang dilakukan para hakim untuk kepentingan si anak tersebut. Ada juga kasus yang terjadi pada Pengadilan Negeri Pasuruan dimana ada
permohonan dengan nomor perkara 232Pdt.P2012PN.Psr, Pengadilan Negeri Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara perdata pada Pengadilan
Tingkat Pertama telah menjatuhkan penetapan sebagai berikut dalam permohonan
Universitas Sumatera Utara
dari Ima Hidayati disebut sebagai Pemohon, dalam permohonannya diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Pasuruan pada tanggal 06 September 2012 dibawah
register nomor 232Pdt.P2012PN.Psr yang pada pokoknya menerangkan bahwa Pemohon telah menikah secara agamasirri dengan seorang laki-laki bernama Slamet
Hariyadi pada tanggal 16 September 2004 di Pasuruan, dari perkawinan tersebut dilahirkan seorang anak bernama Nilam Yulia Eka Prasasti jenis kelamin perempuan
lahir di Salatiga pada tanggal 13 Juli 2005 berdasarkan surat keterangan kelahiran dari Bidan Ledok Kec. Argomulyo Kota Salatiga. Setelah kelahiran anak Pemohon
tersebut kemudian Pemohon melangsungkan perkawinan secara sah pada tanggal 05 Maret 2012 di Pasuruan.
Bahwa karena ketidaktahuan dan kelalaian Pemohon sebagai orang tua, sehingga kelahiran anak Pemohon tersebut belum dicatatkan di Kantor Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil. Sekarang Pemohon sangat membutuhkan Akte Kelahiran anak Pemohon tersebut untuk kepentingan bersekolah, namun saat ini
Pemohon mengalami kesulitan karena kelahiran anak Pemohon belum tercatat di Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, maka belum ada Akte Kelahirannya.
Sewaktu Pemohon berkeinginan untuk mendaftarkan kelahiran anak Pemohon di Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Pasuruan memberi
petunjuk untuk dibuatkan penetapan Pengadilan Negeri sesuai dengan Pasal 32 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan sebagai
salah satu persyaratan untuk mendapatkan Akte Kelahiran karena sudah terlambat, berdasarkan alasan tersebut diatas maka Pemohon mohon kehadapan Bapak Ketua
Universitas Sumatera Utara
Pengadilan Negeri Pasuruan berkenan memeriksa permohonan Pemohon dan selanjutnya memberikan penetapan dengan mengabulkan permohonan Pemohon
untuk seluruhnya, menyatakan anak bernama Nilam Yulia Eka Prasasti jenis kelamin perempuan, adalah anak sah yang lahir di Salatiga pada tanggal 13 Juli 2005 anak
kesatu dari seorang ibu bernama Ima Hidayati. Sehingga memerintahkan kepada Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Pasuruan untuk mencatat
kedalam register kependudukan dan menerbitkan Akte Kelahiran atas nama Nilam Yulia Eka Prasasti, dengan membebankan biaya permohonan ini kepada Pemohon.
Kemudian ada juga kasus pada Pengadilan Negeri Medan dengan nomor perkara 2.893Pdt.P2013PN. Mdn, adalah Siu Gek selanjutnya disebut sebagai
Pemohon.Mengajukan permohonan dengan surat permohonannya tertanggal 06 Maret 2013 yang telah didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Medan, memohon
untuk mengesahkan perkawinan mereka yang telah mereka langsungkan secara agama Budha dibuktikan dengan Surat Catatan Pernikahan Buddis yang dikeluarkan
oleh Vihara Persaudaraan Muda Mudi Cetiya Paramita Medan pada tanggal 05 Januari 2009. Sang suami yang bernama Tan Ban Seng telah meninggal dunia
sebelum permohonan ini diajukan sehingga untuk mendapat pengesahannya pemohon membutuhkan suatu penetapan Pengadilan Negeri Medan dimana pemohon
berdomisili di Medan juga, dan pemohon mengakui bahwa mereka telah lalai selama ini sehingga tidak mengurus penetapan perkawinan mereka.
Dari hasil perkawinan pemohon dengan almarhum suaminya memperoleh 5 lima orang anak. Setelah diperiksa bukti-bukti dan mendengarkan seluruh
Universitas Sumatera Utara
keterangan saksi-saksi yang diajukan Pemohon maka Pengadilan Negeri Medan mengabulkan permohonan Pemohon dan mensahkan perkawinan mereka menjadi
perkawinan yang sah demi hukum dan demi hukum juga secara langsung anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut menjadi sah pula dan ditetapkan di Medan
pada tanggal 27 Maret 2013. Jelaslah terlihat dari beberapa kasus di atas yang meminta permohonan
penetapan perkawinan tidak perlu memakai acuan dari putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46PUU-VIII2010 cukup para pemohon mengajukan permohonan penetapan
perkawinan mereka kepada Pengadilan Negeri dimana mereka berdomisili, untuk meminta dicatatkan pada Kantor Catatan Sipil dimana mereka berdomisili. Sehingga
dengan adanya penetapan dari Pengadilan Negeri secara langsung anak yang lahir dari perkawinan mereka menjadi anak yang sah. Pengadilan Negeri tidak melihat
ataupun mengacu kepada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46PUU-VIII2010 untuk memutuskan suatu perkara permohonan penetapan perkawinan tetapi cukup
hanya dengan memeriksa kelengkapan bukti-bukti dan mendengarkan saksi-saksi yang dihadirkan para pemohon.Lain halnya untuk kasus nomor 49Pdt.G2012PTA
Bdg, para hakim memakai putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46PUU-VIII2010 sebagai bahan acuan untuk memutuskan perkara tersebut yang dilakukan demi
kepentingan anak tersebut yang diperebutkan oleh kedua orang tuanya.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV IMPLEMENTASI HAK-HAK KEPERDATAAN ANAK
DI LUAR PERKAWINAN
A. Hak Keperdataan Anak Di Luar Perkawinan
Kehidupan rumah tangga dengan pengakuan atas hak-hak anak sangat berkaitan satu sama lain, karena sudah jelas dalam rumah tangga dan dari rumah tangga akan
lahir anak-anak yang akan menjadi remaja menjadi dewasa sebagai generasi penerus bangsa. Bila rumah tangga kuat, negara akan kuat sebab rumah tangga awal dari
pembangunan. Rumah tangga bermula dari pribadi, berumah tangga ada suami isteri ditambah anak. Anak dambaan setiap keluarga, keluarga tanpa anak seringkali bila
tidak kuat iman akan menjadi hambar dan gersang. Kelahiran anak dinanti dengan cinta dan kasih, tetapi sebaliknya ada pula yang tidak diharapkan kehadirannya.
Namun apapun jadinya, asal disebut anak, sama-sama mempunyai hak perlindungan hukum yang sama, tidak boleh ada perbedaan. Kalaupun ada perbedaan hanya dalam
perolehan rasa cinta dan kasih sayang orang tua dan keluargalah itu.
197
Mengingat kedudukan anak sebagai generasi penerus, kepentingan diri dan harta kekayaannya perlu dilindungi. Bagaimana corak peraturan yang diperlukan
197
Yayasan LBH Indonesia, Hukum Dan Hak-Hak Anak, Jakarta : CV.Rajawali, 1986, hal.11-12
Universitas Sumatera Utara