Pengertian Dan Pengakuan Anak Di Luar Perkawinan Menurut Hukum Islam Dan Kompilasi Hukum Islam

Dengan pengakuan ayah terhadap anak, terciptalah hubungan-hubungan perdata anak dan ayah yang mengakui itu Pasal 280 B.W. Akibat lebih lanjut dari pengakuan sang ayah ialah bahwa anak alami tersebut berhak menggunakan nama keluarga sang ayah sebelumnya menggunakan nama keluarga sang ibu. Dengan demikian anak tersebut berhak atas alimentasi dari ayahnya; b. Terhadap sanak keluarga sang ayah. Umumnya dapatlah dianggap bahwa pengakuan itu hanya menciptakan hubungan antara ayah dan anak, sedangkan hubungan anak tersebut dengan neneknya atau garis kesamping hampir-hampir tidak ada. Maka anak tersebut pun tidak berhak memperoleh alimentasi dari neneknya, pun juga sebaliknya. Sebagai halangan perkawinan karena derajat kekeluargaan terlalu dekat maka dalam hal ini anak luar kawin disamakan dengan anak sah. Maka dari itu dalam K.U.H.Perdata mengenal adanya pengakuan anak yang lahir di luar perkawinan dan sejalan dengan itu lembaga pengakuan pun ada.

3. Pengertian Dan Pengakuan Anak Di Luar Perkawinan Menurut Hukum Islam Dan Kompilasi Hukum Islam

Kompilasi Hukum Islam di Indonesia yang diatur dalam Inpres Nomor 1 Tahun 1991 dan Keputusan Menteri Agama Nomor 1541991 disebutkan bahwa seorang wanita hamil di luar nikah hanya dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya. Perkawinan dengan wanita hamil tersebut dapat dilaksanakan secara langsung tanpa Universitas Sumatera Utara menunggu wanita itu melahirkan, tidak diperlukan kawin ulang tajudidun nikah. Jika anak tersebut lahir, maka anak tersebut menjadi anak sah. 174 Menurut H.Herusuko banyak faktor penyebab terjadinya anak luar kawin, diantaranya yaitu : 175 a. Anak yang dilahirkan oleh seorang wanita, tetapi wanita tersebut tidak mempunyai ikatan perkawinan dengan pria yang menyetubuhinya dan tidak mempunyai ikatan perkawinan dengan pria atau wanita lain; b. Anak yang lahir dari seorang wanita, kelahiran tersebut diketahui dan dikehendaki oleh salah satu atau ibu bapaknya, hanya saja salah satu atau kedua orang tuanya itu masih terkait dengan perkawinan yang lain; c. Anak yang lahir dari seorang wanita tetapi pria yang menghamilinya itu tidak diketahui, misalnya korban pemerkosaan; d. Anak yang lahir dari seorang wanita dalam masa iddah perceraian, tetapi anak yang dilahirkan itu merupakan hasil hubungan dengan pria yang bukan suaminya. Ada kemungkinan anak di luar kawin ini dapat diterima oleh keluarga kedua belah pihak secara wajar jika wanita yang melahirkan itu kawin dengan pria yang menyetubuhinya; e. Anak yang lahir dari seorang wanita yang ditinggal suami lebih dari 300 hari, anak tersebut tidak diakui oleh suaminya sebagai anak yang sah. f. Anak yang lahir dari seorang wanita, padahal agama yang mereka peluk menentukan lain, misalnya agama Katolik tidak mengenal adanya cerai hidup, tetapi dilakukanjuga, kemudian ia kawin lagi dan melahirkan anak. Anak tersebut dianggap anak di luar kawin; g. Anak yang lahir dari seorang wanita, sedangkan pada mereka berlaku ketentuan negara melarang mengadakan perkawinan, misalnya WNA dan WNI tidak mendapat izin dari Kedutaan Besar untuk mengadakan perkawinan, karena salah satunya dari mereka telah mempunyai isteri, tetapi mereka tetap campur dan melahirkan anak tersebut merupakan anak luar kawin; h. Anak yang dilahirkan oleh seorang wanita, tetapi anak tersebut sama sekali tidak mengetahui kedua orang tuanya; i. Anak yang lahir dari perkawinan yang tidak dicatat di Kantor Catatan Sipil danatau Kantor Urusan Agama; j. Anak yang lahir dari perkawinan secara adat, tidak dilaksanakan secara adat, tidak dilaksanakan menurut agama dan kepercayaannya serta tidak didaftar di Kantor Catatan Sipil dan Kator Urusan Agama Kecamatan. 174 Abdul Manan, Op.Cit., hal. 81 175 H.Herusuko, Anak di Luar Perkawinan, makalah pada Seminar Kowani, Jakarta pada tanggal 14 Mei 1996, hal. 6 Universitas Sumatera Utara Hukum Islam menetapkan bahwa : 176 a. Seorang anak yang lahir selama 6 enam bulan dari hasil perkawinan adalah tidak sah; b. Seorang anak yang lahir sesudah 6 enam bulan adalah sah; c. Seorang anak yang lahir sesudah terputusnya perkawinan adalah sah jika lahir dalam jangka waktu 10 sepuluh bulan dalam hukum syiah atau sesudah jangka waktu 2 dua tahun dalam hukum hanafi. Apabila terjadi perkawinan antar suami dan isteri secara sah, kemudian isteri mengandung dan melahirkan anaknya, maka suami dapat mengingkari kesahan anak itu apabila : 177 a. Isteri melahirkan anak sebelum masa melahirkan; b. Melahirkan anak setelah lewat batas maksimal masa kehamilan dari masa perceraian. Sehingga dapat dikatakan apabila seorang isteri melahirkan anaknya kurang dari 6 enam bulan masa kehamilan, suami bisa mengajukan keberatan atas anak yang dilahirkan itu. Bahkan secara yuridis anak itu bukan lagi dianggap sebagai anak sah. Begitu pula seorang wanita yang telah dicerai kemudian melahirkan anak pada masa yang lebih dari 9 sembilan bulan sampai dengan 1satu tahun maka anak itu bukan anak dari suaminya. 178 Pengingkaran sahnya anak oleh suami dalam Islam dilakukan dengan sumpah li’an laknat. Arti kata li’an adalah sumpah laknat, yaitu sumpah yang didalamnya 176 Ibid 177 Ibid 178 Nazla, Perjanjian Perkawinan Yang Mengatur Tanggung Jawab Terhadap Anak Luar Kawin Dalam Perspektif Hukum Islam Analisis Akta Perjanjian Perkawinan, Jakarta : UI Press, 2006,Tesis, hal. 54 Universitas Sumatera Utara terdapat pernyataan bersedia menerima laknat Tuhan. 179 Akibat dari sumpah li’an suami adalah : Hal ini dapat dilakukan apabila suami menuduh isteri berbuat zina, padahal tidak mempunyai saksi kecuali dirinya sendiri. Dasar hukum li’an adalah Qur’an Surah An-Nuur ayat 6-9, yang menyatakan : “Para suami yang menuduh isteri mereka berbuat zina, padahal tidak mempunyai saksi kecuali diri mereka sendiri, hendaklah salah seorang diantara mereka menyatakan persaksian kepada Allah empat kali bahwa ia termasuk orang- orang yang benar...”. 180 a. Suami dapat terhindar dari hukuman menuduh zina; b. Dilakukan hukuman zina terhadap isteri; c. Perkawinan putus; d. Anak yang lahir bukan anak suami, hanya bernasab kepada ibunya; e. Isteri dapat menjadi haram selamanya terhadap suami tidak dapat kembali hidup bersuami isteri. Dari penjelasan diatas jelas bahwa anak luar nikah menurut hukum Islam hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya saja. Selain itu juga hukum Islam menetapkan anak luar kawin adalah : 181 a. Anak mula’anah yaitu anak yang dilahirkan dari seorang wanita yang di-li’an oleh suaminya. Kedudukan anak mula’anah ini hukumnya sama saja dengan anak zina, ia tidak mengikuti nasab suami ibunya yang me-li’an, tetapi mengikuti nasab ibu yang melahirkannya, ketentuan ini juga berlaku terhadap kewarisan, perkawinan dan lain-lain; 179 Fathurrahman Djamil, Op.Cit., hal. 87 180 Ibid 181 Abdul Manan, Op. Cit., hal. 83 Universitas Sumatera Utara b. Anak syubhat kedudukannya tidak ada hubungan nasab laki-laki yang menggauli ibunya, kecuali kalau laki-laki itu mengakuinya. Kitab Al-Ahwal al Syakhshiyyah karangan Muhyidin sebagaimana dikutip oleh Muhammad Jawad Mughniyah 182 ditemukan bahwa nasab tidak dapat ditetapkan dengan syubhat macam mana pun, kecuali orang yang melakukan syubhat itu mengakuinya, karena ia sebenarnya lebih mengetahui tentang dirinya. Tentang hal yang terakhir ini disepakati oleh para ahli hukum di kalangan sunny dan syi’ah. 183

4. Pengertian Dan Pengakuan Anak Di Luar Perkawinan Menurut Hukum Adat