buku, makalah, serta karya ilmiah mengenai pengakuan kedudukan anakdiluar perkawinan dalam kajian hukum positif yang relevan dengan judul penelitian ini.
c. Bahan Hukum Tertier Bahan hukum tertier diperlukan untuk berbagai hal dalam penjelasan makna-
makna kata dari bahan hukum sekunder dan bahan hukum primer, khususnya kamus hukum.
3. Teknik Pengumpulan Data
Sebagai penelitian yuridis normatif, penelitian ini menitikberatkan pada studi kepustakaan library research. Dalam mencari dan mengumpulkan data yang
diperlukan dalam penelitian tesis ini, menggunakan data sekunder dan didukung oleh data primer. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari studi kepustakaan dari
arsip-arsip, pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan, makalah-makalah, tulisan-tulisan pakar hukum, publikasi dari hasil penelitian yang berkaitan dengan
penelitian ini. Selain data sekunder juga menggunakan data primer yaitu, data yang diambil
langsung dengan wawancara kepada informan yang dilakukan secara terarah directive interview
52
, dengan beberapa informan seperti pada Pegawai Pengadilan Negeri Medan, Pegawai Pengadilan Agama Medan dan Staf Yayasan Lembaga
Pusaka Indonesia sebagai pendukung dari data sekunder yang sesuai dengan objek yang akan diteliti.
52
Ronny Soemitro Hanintijo, Op.Cit, hal . 9
Universitas Sumatera Utara
4. Analisis Data
Analisis data merupakan proses penelaahan yang diawali dengan melalui verifikasi data sekunder dan data primer, untuk selanjutnya dilakukan
pengelompokkan sesuai dengan pembahasan permasalahan. Analisis data adalah sesuatu yang harus dikerjakan untuk memperoleh pengertian tentang situasi yang
sesungguhnya, disamping itu juga harus dikerjakan untuk situasi yang nyata.
53
Kemudian dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif, di mana setelah semua data terkumpul, maka dilakukan pengolahan, penganalisisan dan
pengkonstruksian data secara menyeluruh, sistematis dengan menjelaskan hubungan antara berbagai jenis data. Selanjutnya semua data diseleksi dan diolah, kemudian di
analisis secara deskriftif.
54
Deskriftif tersebut, meliputi isi dan struktur hukum positif, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan untuk menentukan isi atau makna aturan hukum
yang dijadikan rujukan dalam menyelesaikan permasalahan hukum yang menjadi objek kajian.
55
Kemudian data yang telah disusun secara sistematis dianalisis secara kualitatif. Selanjutnya dilakukan penarikan kesimpulan dengan menggunakan metode
deduktif yaitu cara berpikir yang dimulai dari hal yang umum untuk selanjutnya menarik ke hal-hal yang khusus sebagai kesimpulan.
53
Erikson dan Nosanchuk, Memahami Data Statistik Untuk Ilmu Sosial, Jakarta : LP3ES, 1996, hal. 17
54
M. Syamsudin, Operasional Penelitian Hukum, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2007, hal.133
55
Zainuddin Ali, Op.Cit hal. 107
Universitas Sumatera Utara
BAB II LATAR BELAKANG PENGAKUAN KEDUDUKAN ANAK
DI LUAR PERKAWINAN
A. Tinjauan Umum Tentang Perkawinan Dan Pencatatan Perkawinan 1. Pengertian Perkawinan
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia dikemukakan bahwa perkawinan adalah “perjodohan antara laki-laki dan perempuan, pernikahanpertalian antara
seorang laki-laki dan seorang perempuan dalam suatu pernikahan yang menyebabkan halalnya hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan tersebut. Sedangkan nikah
adalah kawin atau syarat sahnya hubungan suami isteri menurut Islam”.
56
Di Indonesia telah ada hukum perkawinan yang secara otentik diatur di dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1974 Nomor 1. Penjelasan atas Undang-undang tersebut dimuat di dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3019.
57
56
WJS Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia,Jakarta : Balai Pustaka, 1990, hal. 876
Perkawinan menurut UUP 1974 Pasal 1 ialah “Ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Jadi
menurut perundangan, perkawinan itu adalah “ikatan antara seorang pria dengan seorang wanita”, berarti perkawinan sama dengan “perikatan” verbintenis.
Selanjutnya dalam hal ini di lihat kembali pada Pasal 26 Kitab Undang-undang
57
Sudarsono, Op.Cit. hal. 6
Universitas Sumatera Utara