Kerangka Konsepsi Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Kedelapan nilai-nilai tersebut adalah sebagai berikut : 33 a. Harus ada peraturan terlebih dahulu; hal ini berarti, tidak ada tempat bagi keputusan secara ad hoc, atau tindakan yang bersifat arbiter. b. Peraturan itu harus diumumkan secara layak. c. Peraturan itu tidak boleh berlaku surut. d. Perumusan peraturan itu harus jelas dan terperinci; ia harus dapat dimengerti oleh rakyat. e. Hukum tidak boleh meminta dijalankannya hal-hal yang tidak mungkin. f. Di antara sesama peraturan tidak boleh terdapat pertentangan satu sama lain. g. Peraturan harus tetap, tidak boleh sering diubah. h. Harus terdapat kesesuaian antara tindakan para pejabat hukum dan peraturan yang telah dibuat.

2. Kerangka Konsepsi

Kerangka konsepsi mengungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang akan digunakan sebagai dasar penelitian. Pentingnya defenisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian dan penafsiran mendua dubius dari suatu istilah yang dipakai. Oleh karena itu dalam penelitian ini di defenisikan beberapa konsep dasar supaya secara operasional diperoleh hasil dari penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, yaitu a. Pengakuan pemerintahan adalah tindakan resmi yang mengakui adanya pemerintahan dan berarti kesiapan untuk mengadakan hubungan resmi. 34 b. Kedudukan Anak yaitu yang berhubungan dengan status yang disandangnya, istilah status itu hampir sama dengan kedudukan yang secara literal kata status berarti kedudukan. 35 33 Fuller dalam Satjipto Rahardjo, Hukum dan Masyarakat, Bandung : Angkasa, 1979, hal. 78 34 Sudarsono, Kamus Hukum, Jakarta : Rineka Cipta, 2007, hal. 26 35 Jhon M.Echols – Hasan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, Cet. Ke XX Jakarta : Gramedia, 1992, hal. 554 Universitas Sumatera Utara c. Hukum positif adalah tatanan hukum mulai dari hukum dasar sampai kepada peraturan-peraturan yang paling konkrit atau individual. 36 d. Hukum positif adalah hukum yang berlaku sekarang bagi suatu masyarakat tertentu dalam suatu daerah tertentu. 37 Hukum positif terdiri dari sistem hukum nasional,sistem hukum adat, sistem hukum perdata, dan sistem hukum Islam. Pengertian anak luar kawin dalam pengertian hukum positif yaitu : a. Anak luar kawin menurut K.U.H. Perdata juga disebut anak wajar, juga dikenal dengan sebutan anak zinah dan anak sumbang. 38 b. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan tidak mengenal istilah anak luar kawin. 39 Begitu juga Hukum Islam mengatakan bahwa suami dapat menyangkal sahnya anak yang dilahirkan oleh isterinya karena berzina dan pengadilan yang akan memberikan keputusan tentang sahnya tidaknya anak itu. 40 36 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1996, hal. 50 37 Puty Syashira Zahra, Tentang Pengertian Hukum Positif,http.scribd.com diakses tanggal 1 Oktober 2013, Pukul 09.00 Wib 38 Anak luar kawin dapat diartikan dalam 3 tiga golongan yaitu : 1. Anak Zinah yaitu anak yang dilahirkan di luar perkawinan antara seorang pria dan seorang wanita yang salah satu atau keduanya terikat dengan perkawinan lain; 2. Anak Sumbang yaitu anak yang dilahirkan dari hubungan antara seorang pria dan seorang wanita yang menurut undang-undang tidak diperkenankan melakukan perkawinan satu sama lain; 3. Anak Alami yaitu anak yang dilahirkan di laur perkawinan tetapi kedua orang tuanya tidak terikat dengan perkawinan lain.Tan Kamello, Op. Cit., hal. 69 39 Ibid, hal. 68 40 Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia, Bandung : Mandar Maju, 2003, hal. 134 Universitas Sumatera Utara c. Anak luar kawin menurut Kompilasi Hukum Islam Pasal 100 yaitu anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya. 41 d. Menurut Hukum Adat tentang anak luar kawin ada 2 dua pandangan yaitu 1. Menganggap anak – anak itu tidak bersalah, bebas tercela, penghinaan dan hukuman, walaupun hubungan perempuan dan laki-laki tanpa upacara adat tanpa perkawinan atau sesuatu formalitas apapun; 2. Perbuatan melahirkan anak tidak sah adalah “dikutuk” dan harus dienyahkan, diekskomunikasikan baik bagi si ibu maupun bagi si anak. 42 e. Perkawinan menurut Pasal 1 UUP 1974 yaitu ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri denga tujuan membentuk keluarga rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 43 f. Perkawinan menurut Hukum Adat yaitu suatu peristiwa yang sangat penting dalam penghidupan masyarakat kita, sebab perkawinan itu tidak hanya menyangkut wanita dan pria saja tetapi orang tua kedua belah pihak, saudara- saudaranya bahkan keluarga-keluarga mereka masing-masing. 44 g. Perkawinan menurut BW adalah suatu tindakan hukum yang dilakukan dengan maksud akan hidup bersama dengan kekal antara dua orang yang berjenis 41 Lihat Pasal 100 Kompilasi Hukum Islam Inpress Nomor 1 Tahun 1991 42 Bushar Muhammad, Pokok-Pokok Hukum Adat, Jakarta : Pradnya Paramita, 2006, hal. 31 43 Lihat Pasal 1 UUP 1974 44 Surojo Wignjodipuro, Pengantar Dan Azaz-azaz Hukum Adat, Bandung : Alumni, 1973, hal. 139. Universitas Sumatera Utara kelamin yang berlainan, dan di langsungkan menurut cara yang di tetapkan oleh pemerintah. 45 1. Menganggap anak – anak itu tidak bersalah, bebas tercela, penghinaan dan hukuman, walaupun hubungan perempuan dan laki-laki tanpa upacara adat tanpa perkawinan atau sesuatu formalitas apapun; 2. Perbuatan melahirkan anak tidak sah adalah “dikutuk” dan harus dienyahkan, diekskomunikasikan baik bagi si ibu maupun bagi si anak. 46

G. Metode Penelitian