Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

bawaan. Menentukan lain itu, dapat diartikan bahwa para pihak suami dan isteri dapat membuat perjanjian mengenai penguasaan harta bawaan tersebut, yang kewenangannya lebih lanjut juga diatur dalam Pasal 29 UUP 1974 tentang perjanjian perkawinan. 210

2. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Hak keperdataan anak di luar perkawinan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dapat dilihat pada Bab Keempat Belas Bagian Kesatu Pasal 298 yang mengatakan :“Tiap-tiap anak, dalam umur berapa pun juga, berwajib menaruh kehormatan dan keseganan terhadap bapak dan ibunya. Si bapak dan si ibu, keduanya berwajib memelihara dan mendidik sekalian anak mereka yang belum dewasa...” dan Pasal 306 yang mengatakan “ bahwa ketentuan dalam Pasal 301 berlaku bagi setiap orang yang telah mengakui seorang anak luar kawin, jika ia tidak memangku perwaliannya di luar adanya pembebasan atau pemecatan”. Adapun isi dari Pasal 301 yaitu mengatakan : “Bahwa dengan tidak mengurangi apa yang ditentukan dalam hal pembubaran perkawinan setelah berlangsungnya perpisahan dan adanya perpisahan meja dan ranjang, berwajiblah si bapak dan si ibu, pun sekiranya mereka tidak memangku kekuasaan orang tua sedangkan tidak pula mereka dibebaskan atau dipecat dari itu, guna keperluan pemeliharaan dan pendidikan anak-anak mereka yang belum dewasa, tiap-tiap minggu, tiap-tiap bulan atau tiap-tiap tiga bulan, menyampaikan tunjangan mereka kepada Dewan Perwalian sedemikian banyak sebagaimana atas tuntuan Dewan Pengadilan Negeri berkenan menentukannya”. Adapun status hukum anak yang dilahirkan di luar perkawinan sebagai unifikasi dalam bidang hukum perkawinan nasional yang tercantum di dalam UUP 210 Rusdi Malik, Op.Cit., hal 62-63 Universitas Sumatera Utara 1974, yang dinyatakan di dalam Pasal 43 ayat 1 yang berbunyi “anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya atau keluarga ibunya”. 211 Ini berarti anak tersebut mempunyai suatu pertalian kekeluargaan dengan akibat-akibatnya terutama hak mewaris, jadi hampir sama dengan status kekeluargaan dengan anak sah, hanya perbedaannya anak luar kawin tersebut tidak ada hubungannya dengan ayahnya sebagai yang membangkitkannya. Sebaliknya anak sah mempunyai hubungan perdata di samping dengan ibunya dan keluarga ibunya juga hubungan perdata dengan bapaknya dan keluarga bapaknya. Apabila benar-benar terpaksa dihadapkan kepada kenyataan adanya kehamilan di luar perkawinan yang menimbulkan lahirnya anak di luar perkawinan sebaiknya dikeluarkan peraturan pemerintah yang sesuai dengan adat istiadat dan sejalan dengan Pancasila. 212 Selanjutnya pengakuan sepanjang perkawinan, maksudnya pengakuan yang dilakukan suami atau isteri yang mengakui anak itu sewaktu dalam suatu ikatan perkawinan. Sehingga ayah dan ibu si anak yang lahir diluar perkawinan dapat mengakui anak yang lahir di luar perkawinannya, walaupun ia terikat dalam suatu perkawinan, tetapi anak tersebut harus dibuahi ketika ayah dan ibunya tidak berada dalam status menikah. Pengakuan tersebut tidak boleh merugikan isteri atau suami dan anak-anak dari perkawinan pada waktu pengakuan dilakukan. 213 211 Soedharyo Soimin, Op. Cit. hal.40 212 Ibid 213 Surini Ahlan Sjarif dan Nurul Elmiyah, Hukum Kewarisan Perdata Barat, Jakarta : Prenada Media, 2005, hal. 83-84 Universitas Sumatera Utara Pengakuan yang dilakukan sepanjang perkawinan tersebut oleh suami atau isteri atas kebahagiaan anak luar kawin, yang sebelum kawin olehnya diperbuahkan dengan seorang lain daripada isteri atau suaminya tak akan membawa kerugian bagi baik suami atau isteri itu, maupun bagi anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan mereka. Artinya pengakuan anak di luar perkawinan yang dilangsungkan dalam suatu perkawinan, dimana dalam perkawinan itu ada ahli waris maka anak diluar perkawinan itu tidak berhak mewaris sekalipun telah diakui secara sah. Tetapi bila dalam perkawinan di mana anak diluar perkawinan itu diakui ternyata tidak ada ahli waris, maka pengakuan itu menurut Pasal 285 ayat 2 tersebut akan memperoleh akibatnya. Akibat yang dimaksudkan tersebut adalah adanya hak untuk mewaris. Bahkan menurut Pasal 865 K.U.H.Perdata, anak di luar perkawinan yang telah diakui dapat mewaris seluruh harta peninggalan orang tua yang mengakuinya jika tidak ada pun ahli waris yang sah. 214

3. Menurut Hukum Islam