tua.Menurut Mitra Lubis dengan keluarnya keputusan Mahkamah Konstitusi berguna untuk menyeimbangkan hak asuh dari kedua orang tua, juga untuk perlindungan hak
isteri dan anak dari suami, sehingga suami tidak bisa berbuat semena-mena terhadap ibu dan anak.
D. Akibat Hukum Bila Tidak Dipenuhi Hak Keperdataan Anak Di Luar Perkawinan
Perlakuan dan tindakan yang berdampak kepada hukum yang terjadi kepada seseorang yang memiliki anak di luar perkawinan dalam hukum perdata dijelaskan
bahwa suami yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan oleh si anak bilamana suami tidak memenuhi kewajiban tersebut
pengadilan dapat menentukan ibu ikut memikul kewajiban atas biaya tersebut. Pengadilan juga dapat mewajibkan kepada suami untuk memberikan biaya
penghidupan ataudan menentukan suatu kewajiban bagi bekas suami terhadap isterinya.
265
Aturan yang ditentukan dalam UU Administrasi Kependudukan bahwa “Kewajiban melaporkan pengakuan atau pengesahan anak luar kawin dikecualikan
bagi orang tua yang agamanya tidak membenarkan pengakuan dan pengesahan anak yang lahir di luar hubungan perkawinan yang sah”. Dalam Kompilasi Hukum Islam
asal-usul anak hanya dapat dibuktikan dengan akta kelahiran. Akan tetapi Pengadilan Agama diberikan kewenangan untuk mengeluarkan ketetapan itsbat bila tidak ada
akta kelahiran dari anak tersebut. Pengadilan memeriksa asal-usul anak dengan
265
Mohd.Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1996, hal. 192
Universitas Sumatera Utara
mendasarkan pada alat-alat
bukti
yang sah, seperti keterangan saksi-saksi, tes DNA, pengakuan ayah istilhaq, sumpah ibunya dan alat-alat bukti lain yang sah menurut
hukum.
266
Kompilasi Hukum Islam mengatur bahwa dibolehkan wanita yang hamil di luar nikah kemudian menikah dengan lelaki yang menghamilinya. Anak yang
dihasilkan dari perbuatan tersebut tidak digolongkan sebagai anak zina, meskipun perbuatan yang mereka lakukan sebelum menikah adalah perbuatan zina menurut
kaedah hukum Islam. Akil juga menanggapi dampak yang dapat terjadi pasca putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46PUU-VIII2010. Dampak yang dapat diprediksi
adalah akan banyaknya pihak-pihak yang mengajukan perkara ke Pengadilan PAPN dalam kaitan dengan gugatan hak-hak keperdataan anak luar kawin, baik
berupa Itsbat Nikah bagi yang telah kawin sirri maupun pengesahan asal -usul anak bagi yang tidak kawin sirri, nafkah anak, waris dsb. Selain itu Kantor
Pencatatan Sipil juga akan banyak menangani permohonan akte kelahiran dan ini akan berdampak pula pada Instansi terkait lainnya seperti Kantor Kelurahan dan
sebagainya. Maka yang berkaitan dengan pembuatan Surat Keterangan pemohon, termasuk juga Pegawai Pencatat Nikah KUA yang berkaitan dengan administrasi
pernikahan dsb. Menurut Akil Putusan Mahkamah Konstitusi ini dapat menjadi dasar hukum, sebab substansi putusan tersebut bersifat umum yakni pengujian pasal 43
ayat 1 UUP1974 terhadap UUD Negara RI 1945, sekalipun diajukan secara
266
Tentang Perlindungan Anak Luar Kawin Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi http:www.hukumonline.com,Diskusi
Hukum, diakses tanggal 21 Juni 2013
Universitas Sumatera Utara
pribadi. Berdasarkan Pasal 24 C ayat 1 UUD 1945 dan Pasal 10 ayat 1 huruf a UU No.24 Tahun 2003 yang telah dirubah dengan UU N0. 8 Tahun 2011 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, maka penerapan pasal 1917 BW jo.Pasal 21 AB dalam perkara ini tidak
tepat.
267
Demikian pula yang harus dilakukan para ibu dan atau anak luar kawin jika ingin mengajukan permohonan penetapan pengesahan asal usul anak, antara lain
yaitu;dimana ia harus mengajukan permohonannya ke Pengadilan Agama setempat bagi yang beragama Islam dengan membawa Surat Keterangan Lurah atau KTP
bagi yang telah memiliki KTP dan tentu saja dengan membayar biaya perkara atau Surat Keterangan Tidak Mampu dari Kelurahan setempat bagi yang tidak mampu
dengan membawa bukti-bukti untuk menguatkan permohonannnya. Selain tes DNA, yang dapat menjadi bukti di persidangan untuk membuktikan bahwa anak luar
kawin adalah anak biologis ayahnya.
Sedangkan Pasal 1866 BW jo. Pasal 164 HIR, alat bukti secara enumeratif utama terdiri dari: bukti tulisan, bukti saksi, persangkaan, pengakuan, dan sumpah.
Jika alat-alat bukti tersebut dipahami secara imperatif-limitatif, sudah tidak memadai lagi dengan perkembangan zaman seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang berkembang pesat sehingga memperkenalkan alat-alat bukti baru yang Kalau mengacu pada Pasal 184 K.U.H.A.P, alat
bukti secara enumeratif utama terdiri dari: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, dan keterangan terdakwa.
267
Ibid
Universitas Sumatera Utara
lebih canggih. Dan dalam hukum pembuktian, tidak lagi ditentukan jenis atau bentuk alat bukti secara enumeratif sebab kebenaran itu tidak hanya diperoleh dari alat
bukti tertentu, tapi bisa juga diperoleh dari mana saja bentuk apa saja , sepanjang tidak bertentangan dengan ketertiban umum. Jadi alat bukti yang sah dan dibenarkan
itu tidak ditentukan bentuk dan jenisnya satu persatu. Maka jika tes DNA yang juga bukan termasuk alat bukti secara enumeratif tidak dimungkinkan, yang
bersangkutan dapat membawa alat bukti apapun sebagaimana tersebut dalam alat bukti secara enumeratif diatas, bahkan alat bukti lain misalnya alat bukti elektronik
electronic evidence baik berupa data elektronik electronic data, berkas elektronik electronic file maupun segala bentuk sistem komputer yang dapat dibaca seperti e-
mail, SMS dsb. termasuk foto, film, rekaman video, pita suara dan lain-lain
268
Selanjutnya pendapat Saiful Anam, bahwa SK Mahkamah Konstitusi No.46PUU-VIII2010 yaitu keputusan SK itu dapat diterapkan tidak sepenuhnya
yaitu yang menjadi wilayah Hukum Syari’at harus dijunjung tinggi khususnya tantang nasab, hukum waris dan wali nikah sedangkan yang selain itu dapat
diterapkan, yaitu perkawinan yang tidakbelum dicatatkan kepada pegawai yang berwenang KUA untuk yang bersangkutan jika dia ingin memperoleh hak-haknya
harus dimintakan Itsbatun Nikah Pengukuhan Nikah ke Pengadilan Agama sesuai dengan Undang-Undang tahun 1974 pasal 22. Kepada mereka yang melanggar
UUP 1974 dan semua perundang-undangan yang lain harus dilakukan Law ,
sepanjang dapat menguatkan dalil-dalil permohonangugatannya.
268
Yahya Harahap, Hukum Perdata, Jakarta: Fokusmedia, 2004, hlm. 555.
Universitas Sumatera Utara
enforcement yaitu harus dihukum.Dan untuk ”Anak Biologis” maka bapak ”Biologis” wajib bertanggung jawab menanggung hak-hak anak berdasarkan UU
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Hukum Perlindungan Anak.
269
Sebagai lembaga pemerintahan yang seharusnya diharapkan dapat menindaklanjuti atau men-sosialisasikan putusan Mahkamah Konstitusi ini ada
beberapa lembaga pemerintahan yang seharusnya menindaklanjuti atau men- sosialisasikan putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, antara lain Kementerian Dalam
Negeri dengan segenap jajarannya yang terkait seperti Kantor Pencatatan Sipil, Kecamatan, Kelurahan dan sebagainya, Kementerian Kominfo dan segenap
jajarannya. Begitu juga Kementerian Agama dan segenap jajarannya yang terkait seperti Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam dengan segenap jajarannya,
termasuk Penerangan Agama, yang titik beratnya terutama ditekankan pada penjelasan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi tersebut semata-mata dimaksudkan
untuk melindungi hak-hak anak yang tidak berdosa, karena itu ayah biologisnya tidak bisa melepaskan diri dari tanggung jawab keperdataan atas anak luar kawin.
Karena itu nilai-nilai perkawinan yang suci dan luhur harus di junjung tinggi sebab dengan melakukan hubungan diluar nikah, ayah biologisnya tetap tidak bisa
melepaskan tanggung jawab keperdataannya atas anak yang dilahirkannya.
270
269
Ibid
270
Tentang Perlindungan Anak Luar Kawin Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi. Loc.Cit
Universitas Sumatera Utara
Menurut Indra Cahya
271
sebagai orang tua walaupun hanya sebagai ayah biologis tetap wajib bertanggung jawab atas kehidupan anaknya walaupun itu semua
harus kembali kepada hati nurani sebagai orang tua yang menjadi penyebab lahirnya anak tersebut. Begitu juga menurut Mitra Lubis
272
bahwa suami diwajibkan untuk menafkahi anaknya, baik berupa sandang maupun berupa pangan dan hal itu menjadi
tanggung jawab sebagai orang tua.
271
Indra Cahya, Hakim Pengadilan Negeri Medan, wawancara, di Pengadilan Negeri Medan, 10 Juni 2013.
272
Mitra Lubis, Sub Komisi Perlindungan Anak dan Perempuan Pusaka Indonesia, wawancara, di Kantor Pusaka Indonesia – Medan, 17 Juni 2013.
Universitas Sumatera Utara
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan